Pengikut

manjadda wajada

dari yakinku teguh hati ikhlasq penuh akan karuniamu tanah air pusaka indonesia merdeka syukur aku sembahkan kehadiratmu Tuhan...

AQ

AQ
DEWE
RSS

Jumat, 18 Juni 2010

PROPOSAL PENELITIAN
ANALISIS VEGETASI POHON
PADA BEBERAPA TAMAN KOTA DI KABUPATEN LAMONGAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Metodologi Penelitian
Jurusan Biologi Fakultas sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang

Oleh :

MOH. ZAINUL AMIN
NIM : 08620005

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2010

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Syafei, 1990).
Pengamatan parameter vegetasi berdasarkan bentuk hidup pohon, perdu, serta herba. Suatu ekosistem alamiah maupun binaan selalu terdiri dari dua komponen utama yaitu komponen biotik dan abiotik. Vegetasi atau komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik yang menempati habitat tertentu seperti Taman Kota, padang ilalang, semak belukar dan lain-lain. Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang tumbuh secara alami pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan pencerminan hasil interaksi berbagai faktor lingkungan dan dapat mengalami perubahan drastik karena pengaruh anthropogenik (Setiadi, 1984).
Kehadiran vegetasi pada suatu landscape akan memberikan dampak positif bagi keseimbangan ekosistem dalam skala yang lebih luas. Secara umum peranan vegetasi dalam suatu ekosistem terkait dengan pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah, pengaturan tata air tanah dan lain-lain. Meskipun secara umum kehadiran vegetasi pada suatu area memberikan dampak positif, tetapi pengaruhnya bervariasi tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada daerah itu. Sebagai contoh vegetasi secara umum akan mengurangi laju erosi tanah, tetapi besarnya tergantung struktur dan komposisi tumbuhan yang menyusun formasi vegetasi daerah tersebut.
Kondisi habitat pun akan terancam oleh pemanfaatan yang dilakukan secara tidak bijak dan lestari, baik melalui kegiatan pariwisata maupun ekstraksi langsung oleh masyarakat sekitar kawasan. Selain itu adanya habitat transisi dan jenis introduksi yang berbahaya berpotensi mengubah kondisi habitat itu sendiri, yang pada akhirnya akan mengganggu keseimbangan ekosistem.
Luas ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Lamongan setiap tahun semakin berkurang, hal tersebut disebabkan terjadinya perubahan fungsi yang semula berupa lahan terbuka menjadi terbangun untuk berbagai keperluan seperti perumahan, pertokoan, kantor, dan lain-lain. Semakin sempitnya RTH, khususnya taman dapat menimbulkan munculnya kerawanan dan penyakit sosial sifat individualistik dan ketidakpedulian terhadap lingkungan yang sering ditemukan di masyarakat perkotaan. Disamping ini semakin terbatasnya RTH juga berpengaruh terhadap peningkatan iklim mikro, pencemaran udara, banjir dan berbagai dampak negatif lingkungan lainnya.
Monitoring yang berkelanjutan sangat penting untuk dilakukan untuk memastikan ketergaan kawasan dan segala isinya sebagai warisan dunia bagi umat manusia di masa mendatang. Selain itu diharapkan dari hasil survey maupun monitoring akan didapat informasi bagi aspek pengelolaan kawasan yang lebih baik lagi dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di dalam dan sekitar kawasan secara lestari.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
1.Bagaimanakah cara mengetahui vegetasi yang dominan pada beberapa Taman Kota di kabupaten Lamongan ?
2.Apakah ada hubungan antara komposisi jenis vegetasi penyusun pada beberapa Taman Kota dengan luas lahan ruang terbuka hijau di kabupaten Lamongan
3.Apakah ada hubungan antara strategi pola penghijauan dengan permasalahan ruang terbuka hijau di kota Lamongan

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian kali ini adalah untuk :
1.Untuk mengetahui jenis vegetasi yang dominan pada beberapa Taman Kota di kabupaten Lamongan.
2.Untuk mengetahui hubungan komposisi jenis vegetasi penyusun pada beberapa Taman Kota dengan luas lahan ruang terbuka hijau saat ini di kabupaten Lamongan.
3.Untuk dapat menganalisis hubungan strategi pola penghijauan dengan permasalahan ruang terbuka hijau di kota Lamongan.
D. Hipotesis Penelitian
1.Ada hubungan antara komposisi jenis vegetasi penyusun pada beberapa Taman Kota dengan luas lahan ruang terbuka hijau di Kabupaten Lamongan.
2.Ada hubungan antara strategi pola penghijauan dengan permasalahan ruang terbuka hijau di Kota Lamongan.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat pada beberapa pihak antara lain :
1.Bagi intansi Kesehatan
Sebagai masukan atau bahan pertimbangan kepada pengelola progam pemeliharaan pemikiran masyarakat supaya tidak mudah terserang penyakit.
2.Bagi Pemerintah
Dapat memberikan informasi penting tentang kondisi dan permasalahan RTH taman kota bagi para pengambil keputusan khususnya dinas dan instansi terkait untuk menjadi bahan bagi pengelolaannya.
3.Bagi masyarakat
Sebagai sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam upaya peningkatan pengetahuan tentang kesehatan dan keindahan.
4.Bagi mahasiswa
Menambah wawasan dan pengalaman bagi mahasiswa dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang penulis peroleh dibangku kuliah.

F. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup materi dalam penelitian ini dibatasi pada pembahasan mengenai Pola penyebaran taman-taman di Kota Lamongan yang tidak terpusat, konversi taman menjadi tata guna lain, luas taman yang tidak seragam dan ketidakjelasan jumlah taman di Kota Lamongan serta ketidakjelasan jenis vegetasi yang ada dalam taman merupakan hal-hal pokok yang perlu dikaji lebih mendalam.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Analisa Vegetasi
Analisa vegetasi secara garis besar adalah mempelajari komunitas tumbuhan , yang mencakup identifikasi species, bentuk pertumbuhan species (Mueller‐Dombois dan Ellenberg, 1974). Sedangkan khusus synekologi atau ekologi komunitas tumbuhan dikenal sebagai phytososiologi atau sosiologi tumbuhan (Made Sedhana, 1982). Analisis vegetasi adalah suatu analisis yang bertujuan untuk mempelajari karakter suatu komunitas (Anonymous,1985).

B. Peranan Analisis Vegetasi
Analisa pada berbagai sifat terdiri dari jenis yang kualitatif dan yang kuantitatif. Jenis yang kualitatif berifat memerikan karena kesulitan untuk mengukurnya, meskipun kebanyakan data kualitatif itu dapat ditentukan kuantitasnya kemudian, tetapi jenis yang kuantitatif adalah corak yang dapat diukurdengan mudah (Rohman, 2001).
Prinsif penentuan ukuran petak adalah petak harus cukup besar agar individu jenis yang ada dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus cukup kecil agr individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung dan diukur tanfa duplikasi atau pengabaian. Karena titk berat analisa vegetasi terletak pada komposisi komposisi jenis dan jika kita tidak bisa menentukan luas petak contoh yang kita anggap dapat mewakili komunitas tersebut, maka dapat menggunakan teknik Kurva Spesies Are (KSA).
Dengan menggunakan kurva ini, maka dapat ditetapkan : 1. Luas minimum suatu petak yang dapat mewaskili habitat yang akan diukur, 2. Jumlah minimal petak ukur agar hasilnya mewakili keadaan tegakan atau panjang jalur yang mewakili jika menggunakan metode jalur. Apabila ditinjau dari proses alam, sesungguhnya ekologi telah dikenal oleh manusia sejak lama sesuai dengan peradaban manusia. Manusia, seperti halnya makhluk-makhluk hidup lainnya selslu berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi antara manusia dengan lingkungannya, demikiaan juga antara setiap organism dengan lingkungannya merupakan proses yang tidak sederhana melainkan suatu proses yang kompleks, karena di dalam lingkungan hidup terdapat banyak komponen yang disebut komponen lingkungan (Soemarwoto,1983).
Berdasarkan konsep dasar pengetahuan ekologi, komponen lingkungan yang dimaksud tersebut juga dinamakan komponen ekologi karena setiap komponen lingkungan tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berhubungan dan saling mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung (Odum,1993).
Manusia, hewan, dan tumbuhan dalam mempertahankan hidupnya memerlukan komponen lain yang terdapat di lingkungannya. Udara sangat mereka perlukan untuk bernafas, air untuk minum, untuk keperluan rumah tangga, dan kebutuhan lainnya. Tumbuhan dan hewan diperlukan manusia sebagai sumber makanan, tumbuhan juga menjadi makanan hewan, bahkan ada juga hewan yang menjadi makanan hewan lainnya. Oksigen yang kita hirup dari udara dalam pernafasan kita, sebagian besar berasal dari tumbuhan yang melakukan proses fotosintesis. Sebaliknya, gas karbondioksida yang kita hasilkan dari pernafasan digunakan tumbuhan untuk proses fotosintesis. Proses fotosintesisyang terjadi pada tumbuhan, selain memanfaatkan gas karebondioksida juga memerlukan energy dari radiasi matahari, memerlukan air, dan zat-zat hara dari dalam tanah. Bahan-bahan itu semua diperlukan tumbuhan untuk proses tumbuh, berkembang, dan regenerasi (Odum,1993).
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari huhungan timbale balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Elokogi adalh ilmu pengetahuan mengenai hubungan antara organism dengan lingkungannya. Dapat juga di definisikan bahwa ekologi adalah ilmu yang mempelajari pengaruh factor lingkungan terhadap makhluk hidup (Soerianegara dan indrawan, 1982; Resosoedarmo dkk,1986).
Istilah habitat dapat juga dipakai untuk menunjukkan tempat tumbuh sekelompok organisme dari beberapa spesies yang membentuk suatu komunitas. Sebagai contoh untuk menyebut tempat hidup suatu padang rumput dapat menggunakan habitat padang rumput, untuk Taman Kota mangrove dapat menggunakan istilah habitat Taman Kota mangrove, untuk Taman Kota pantai dapat dapat menggunakan habitat Taman Kota pantai, untuk Taman Kota rawa dapat menggunakan habitat Taman Kota rawa, dan lain sebagainya. Dalam hal seperti ini, maka habitat sekelompok organisme mencangkup organisme lain yang merupakan komponen lingkungan (komponen lingkungan biotik) dan komponen lingkungan abiotik ( Resosoedarmo dkk.,1986 ).
Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Dalam ekologi Taman Kota, satuan vegetasi yang di pelajari atau di selidiki berupa komunitas tumbuhan yang merupakan asosiasi konkret dari semua spesies tumbuhan yang menempati suatu habitat. Oleh karena itu tujuan yang ingin dicapai dalam analisis komunitas adalah untuk mengetahui komposisi spesies dan struktur komunitas pada suatu wilayah yang dipelajari (Indriyanto, 2005).
Pengambilan contoh untuk analisis metode petak (plot), metode jalur, ataupun metode kuadran ( Soegiarto,1994; Gopal dan Bhardwaj,1979; Kusmana, 1997) :
1.Metode Petak
Metode petak merupakan prosedur yang paling umum di gunakan untuk pengambilan contoh berbagai tipe organisme termasuk komunitas tumbuhan. Petak yang digunakan dapat berbentuk segi empat, persegi, atau lingkaran. Di samping itu, untuk kepentingan analjsis komunitas tumbuhan dapat digunakan petak tunggal atau petak ganda.
2.Metode Jalur
Metode jalur merupakan metode yang paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut kondisi tanah, topografi dan elevasi. Jalur-jalur contoh dibuat memotong garis kontur (garis tinggi/garis topografi) dan sejajar satu dengan yang lainnya. Pendekatan, cara itu untuk aplikasi di lapangan misalnya jalur-jalur contoh dibuat tegak lurus garis pantai, memotong sungai, atau naik/turun lereng gunung. Jumlah jalur contoh di sesuaikan dengan intensitas samplingnya. Jalur contoh yang berukuran lebar 20 m dapat dibuat dengan intensitas sampling 2%-10% ( Soerianegara dan Indrawan,1982 ).
3.Metode Garis Berpetak
Metode ini dianggap sebagai modifikasi dari metode petak ganda atau metode jalur, yaitu dengan cara melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur, sehingga sepanjang garis rintis terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang sama. Semua parameter kuantitatif dapat dihitung menggunakan rumus-rumus seperti yang telah diuraikan diatas, dan cara penghitungan semua parameter kuantitatif sama dengan cara pada petak ganda maupun pada cara jalur.
4.Metode Kombinasi
Metode kombinasi yang dimaksudkan adalah kombinasi antara metode jalur dan garis berpetak. Di dalam metod tersebut, risalah pohon dilakukan dengan metode jalur, yaitu pada jalur-jalur yang lebarnya 20 m sedangkan untuk fase pemudaan ( fase poles, sapling, dan sleedling ), serta tumbuhan bawah digunakan metode garis berpetak.
5.Metode Kuadran
Metode kuadran umumnya dipergunakan untuk pengambilan contoh vegetasi tumbuhan jika hanya vegetasi fase pohon yang menjadi obyek kajiannya. Metode ini mudah dikerjakan dan lebih cepat jika akan dipergunakan untuk mengetahui komposisis jenis, tingkat dominasi, dan menaksir volume pohon. Syarat penerapan metode kuadran adalah distribusi pohon yang akan diteliti harus acak. Dengan kata lain, bahwa metode ini kurang tepat dipergunakan jika populasi pohon berdistribusi mengelompok ataupun seragam (Soegiarto,1994).
Metode kuadran atau metode titik pusat kuadran merupakan metode sampling tanpa petak contoh yang dapat dilakuakn secara efisien karena dalam pelaksanaanya di lapangan tidak memerlukan waktu lama dan mudah dikerjakan (Kusmana, 1997 ).
Dalam meode kuadran, pada setiap titik pengukuran dibuat garis absis dan ordinat khayalan, sehingga pada setiap titik pengukuran terdapat empat buah kuadan. Pilih satu pohon di setiap kuadran yang letaknya paling dekat dengan titik pengukuran dan ukur jarak dari masing-masing pohon ke titik pengukuran. Perlu diperhatikan bahwa pengukuran dimensi pohon hanya dilakukan terhadap keempat pohon yang terpilih pada tiap-tiap kuadran (Arrijani, 2006).

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Pengamatan
Percobaan Analisis Vegetasi dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 di beberapa Taman Kota di Kabupaten Lamongan Jawa Timur.

B. Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam kegiatan ini adalah :
1.Sabit 1 Buah
2.Tali rafia 1 Gulung
3.Meteran 3 Buah
4.Alat tulis menulis 2 Buah
5.Kompas 1 Buah
6.Kayu Patok 12 Buah

C. Metode Pengamatan
Pengambilan petak contoh dilakukan dengan metode Kurva Spesies Area yaitu dengan mendaftar jenis vegetasi yang terdapat pada suatu petak kecil. Ukuran petak ini kemudian diperbesar dua kali dan jenis vegetasi yang terdapat di daftar pula. Pekerjaan ini dilanjutkan sampai saat dimana penambahan luas petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah jenis lebih dari 10 % atau 5 % (Soerianegara dan Indrawan, 1982).
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei/sigi. Sigi lapangan yang akan dilaksanakan meliputi sensus terhadap seluruh taman yang tersebar di Kota Lamongan. Penentuan jumlah dan populasi sampel taman dilakukan dengan cara sensus, artinya seluruh taman kota yang tersebar di Kota Lamongan akan diukur (sensus) secara satu persatu, lamanya waktu pengukuran diperkirakan 20 hari yang dilakukan secara pararel (dalam satu hari dilakukan pengukuran taman dilima bagian Kota Lamongan yang meliputi Lamongan Selatan, Lamongan Barat, Lamongan Timur, Lamongan Utara dan Lamongan Tengah. Pada setiap pengukuran didasarkan kepada lembar kerja yang meliputi catatan tentang : kondisi taman, jenis vegetasi dalam taman, proporsi antara ruang terbuka hijau dengan ruang terbuka pada setiap taman, dan fungsi taman.
Selain pengukuran langsung (observasi) selama sigi dilakukan juga wawancara dengan pihak pengelola taman dan pengumpulan data sekunder yang berkaitan erat dengan kegiatan penelitian.

D. Analisa Vegetasi
Untuk mengetahui besaran nilai penting suatu jenis dihitung besaran :
Kerapatan = Jumlah individu suatu jenis
Luas petak ukur

Kerapatan relative (%) = Kerapatan suatu jenis x 100
Kerapatan seluruh jenis

Frekuensi = Jumlah sub petak ditemukannya suatu jenis
Jumlah seluruh sub petak pengamatan

Frekuensi relatif (%) = Frekuensi suatu jenis x 100
Frekuensi seluruh jenis

Dominansi = Jumlah LB dasar suatu jenis ( Luas Penutupan)
Luas areal sampel

Dominansi relative (%) = Dominansi suatu jenis x 100
Dominansi seluruh jenis

Nilai penting = Kerapatan relatif + Dominansi relatif + Frekuensi relatif
E. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah pada lokasi taman-taman kota yang tersebar di seluruh Kota Lamongan berdasarkan data yang dimiliki oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Lamongan serta informasi lain mengenai keberadaan taman kota yang belum teridentifikasi.

F. Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu:
1. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel berpengaruh atau yang menyebabkan berubahnya nilai dari variabel terikat. Sebagai variabel bebas dalam penelitian ini adalah kondisi Hutan kota yang meliputi dominasi vegetasi tanaman, komposisi vegetasi tanaman dan pola penghijauan yang dilakukan di hutan kota. Serta kondisi lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman pada Hutan kota.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang diduga nilainya akan berubah karena adanya pengaruh dari variabel bebas. Sebagai variabel terikat dalam penelitian ini adalah Luas Ruang terbuka Hijau di Kabupaten Lamongan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2010. Deteksi Estrus. http://jogjavet.wordpress.com /2008/03/18/ Vegetasi tanaman/diakses pada 07 Juni 2010. Jam 23.00 WIB.
Arrijani, dkk.2006. Analisis Vegetasi Hulu DAS Cianjur Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango. Cianjur : Pustaka Ilalang.
Indriyanto. 2005. Ekologi Taman Kota. Bandar Lampung : Bumi Aksara.
Kusmana, C.1997. Ekologi dan Sumber Daya Ekosistem Mangrove. Bogor : Jurusan Manajemen Taman Kota Fakultas KeTaman Kotaan IPB.
Odum, E. HLM.1993. Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan oleh Tjahjono Samingan dari buku Findamentals of Ecology. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Resosoedarmo, S., K. Kartawinata, dan A. Soegiarto. 1986. Pengantar Ekologi. Bandung : Remadja Rosda Karya.
Rohman, Fatchur dan I Wayan Sumberartha. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Malang: JICA.
Setiadi, D. 1984. Inventarisasi Vegetasi Tumbuhan Bawah dalam Hubungannya dengan Pendugaan Sifat Habitat Bonita Tanah di Daerah Taman Kota Jati Cikampek, KPH Purwakarta, Jawa Barat. Bogor: Bagian Ekologi, Departemen Botani, Fakultas Pertanian IPB.
Soegiarto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif: Metode Analisis Populasi dan Komunitas. Jakarta : Usaha Nasional.
Soemarwoto,O. 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta : Djambatan.
Soerianegara, I.dan A. Indrawan. 1982. Ekologi Taman Kota Indonesia. Bogor : Departemen Manajemen Taman Kota Fakultas KeTaman Kotaan IPB.
Syafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung : ITB Press.

Kamis, 27 Mei 2010

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TANAMAN HERBAL TERHADAP PERUBAHAN PADA ORGAN MENCIT (Mus musculus)
Oleh:
MOH. ZAINUL AMIN (08620005)
Jurusan Biologi “A”
Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Islam Negeri (UIN) MALIKI Malang
E-Mail : zamieal_amien@yahoo.com
GAT-COM “man jadda wa jada”
javascript:void(0)
Indonesia kaya akan berbagai macam tumbuhan (bahan alami), tetapi belum dimanfaatkan secara optimal dalam penemuan obat baru. Obat tradisional merupakan obat-obatan yang diolah secara tradisional. Obat tradisional yang bisa dimanfaatkan pada tumbuhan adalah rimpang, batang, buah, daun dan bunga. Penggunaan tumbuhan obat sebagai kontrasepsi oral tradisional telah banyak digunakan di beberapa daerah di Indonesia (Winarno dan Sundari, 1997).
Keanekaragaman tumbuhan di alam Indonesia mendorong masyarakat lebih memilih memanfaatkan tumbuh-tumbuhan sebagai obat-obatan tradisional. Obat tradisional adalah obat jadi atau obat berbungkus yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral. Sediaan galeniknya atau campuran dari bahanbahan tersebut di atas belum mempunyai data klinis dan dipergunakan dalam usaha pengobatan berdasarkan pengalaman (Santoso, 1989).
Kandungan yang terdapat pada tumbuhan yang dijadikan obat tradisional berbeda-beda, demikian juga khasiatnya bagi tubuhpun bervariasi. Cyperus rotundus L merupakan salah satu tanaman liar yang digunakan masyarakat sebagai campuran jamu peluruh haid. Secara tradisional pemakaian rimpang C. rotundus L untuk abortus (keguguran) atau untuk membersihkan keguguran diduga karena kandungan senyawa kimia yang terdapat pada rumput teki diduga dapat menyebabkan peluruh haid, abortus, atrofi endometrium dan atrofi uterus (Sa’roni dan Wahjoedi, 2002).
Menurut penelitian Papaconstantinou et al (2002), pada penelitiannya membandingkan estrogen dan antiestrogen. Hasilnya pada senyawa estrogen berat uterus bertambah sedangkan perlakuan dengan antiestrogen terjadi penurunan berat uterus, pada estrogen lemah dan antiestrogen tidak terjadi perubahan berat uterus. Pada penelitian ini juga dilakukan kemampuan berbagai jenis senyawa kimia pada perubahan morfologi uterus. Zat-zat antiestrogen merupakan zat-zat yang melawan atau mengurangi efek esterogen. Dalam arti luas androgen dan progesteron dianggap sebagai zat-zat antiesterogen. Dikenal dua kelompok zat dengan khasiat antiesterogen, yakni esterogen lemah dan penghambat enzim aromatase.
Bobot uterus yang dianalisis adalah uterus per berat bangkai, sehingga data dapat dianalisis dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian, pemberian ekstrak rimpang rumput teki (C. rotundus L) tidak mengakibatkan penurunan bobot secara nyata pada uterus fase diestrus, tetapi pemberian ekstrak rimpang rumput teki (C. rotundus L) mengakibatkan peningkatan bobot uterus secara nyata pada perlakuan 135 mg/40 gr BB fase metestrus. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Sa'roni dan Wahjoedi (2002) yang menyatakan bahwa rumput teki (C. rotundus L) dapat menurunkan bobot uterus pada tikus putih, semakin besar dosis semakin besar berkurangnya bobot uterus.
Hasil penelitian tentang pengaruh ekstrak rimpang rumput teki (C. rotundus L) memberikan pengaruh terhadap panjang uterus, sehingga mengakibatkan penurunan dan peningkatan uterus tidak berbeda nyata dengan kontrol. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh ekstrak rimpang rumput teki (C. rotundus L) pada fase diestrus dan serta menunjukkan pengaruh ekstrak rimpang rumput teki (C. rotundus L) pada fase metestrus. Tetapi juga menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata dengan lebar uterus. Enzim-enzim endometrial dan miometrial yang menyebabkan perubahan siklis dalam metabolisme uterus berada di bawah pengaturan hormonal (Partodihardjo, 1980). Sehingga apabila terjadi penurunan hormon pada organ akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan organ tersebut. Di duga terjadinya penurunan dan peningkatan lebar uterus disebabkan oleh adanya perubahan pada lapisan endometrium.
Menurut Wijayanti (2004) Dalam Jurnal yang berjudul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Api-api (Avicennia marina) Terhadap Resorpsi Embrio, Berat Badan dan Panjang Badan Janin Mencit (Mus musculus)” Daun api-api (Avicennia marina) merupakan salah satu tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak dan dipakai sebagai obat antifertilitas tradisional oleh masyarakat pantai. Ekstrak dari tumbuhan ini berpotensi sebagai obat antifertilitas. Hampir seluruh bagian tumbuhan ini dapat dimanfaatkan seperti akar, kulit batang, daun, bunga atau biji, bahkan eksudat tanamannya (zat nabati yang secara spontan keluar, dikeluarkan, atau diekstrak dari jaringan sel tanaman).
Menurut Rahino (1991) efek yang dapat ditimbulkan akibat konsumsi obat yang berpotensi merugikan dalam proses reproduktif antara lain adanya perkembangan berupa retardasi pertumbuhan, deformitas struktural yang fungsional atau kematian. Penelitian ini bertujuan untuk menghindarkan terulangnya bencana thalidomide, dengan memberikan tingkatan dosis ekstrak daun api-api (Avicennia marina) yang diuji cobakan pada hewan coba mencit (Mus musculus) untuk mengetahui pengaruhnya terhadap resorpsi embrio, berat badan dan panjang badan janin mencit. Manfaat yang dicapai bagi dunia peternakan dan kedokteran hewan adalah untuk menghindarkan kerugian akibat penurunan reproduksi hewan ternak. Bagi masyarakat, bahaya kecacatan janin akibat mengkonsumsi obat-obatan tradisional selama kehamilan dapat dihindarkan.
Hasil penelitian membuktikan perbedaan yang tidak bermakna diantara dosis perlakuan terhadap jumlah resorpsi embrio mencit. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh keadaan mencit yang kurang sehat yang tidak diketahui dengan pasti, karena penilaian kesehatan hanya didasarkan pada penurunan berat badan dan aktifitas mencit. Penyakit-penyakit infeksi, gangguan metabolik, keadaan genetis mencit dan keadaan uterus yang kurang baik juga dapat meningkatkan jumlah resorpsi embrio.
Menurut Hardjopranjoto (1995) faktor luar tubuh yang sifatnya memberi beban yang sangat berat dan bersifat stres pada induk yang sedang bunting dapat menyebabkan abortus. Kematian dini pada embrio mencit dapat diketahui dengan adanya embrio yang teresorpsi yang ditandai dengan adanya korpus luteum yang berwarna merah kehitaman.
Berdasarkan hasil penelitian ini maka adanya pendapat bahwa pemberian tingkatan dosis ekstrak daun api-api (Avicennia marina) dapat meningkatkan resorpsi embrio mencit ditolak. Data berat badan janin diperoleh dari penimbangan pada saat janin dalam keadaan segar dan bebas dari selaput embrional. Sehingga dapat disimpulkan Berdasarkan penelitian ini membuktikan bahwa pemberian ekstrak daun api-api per oral dengan dosis 2,5 gram/kg berat badan pada kebuntingan hari ke 6-15 mampu menghambat pertumbuhan janin mencit.
Pada jurnal Hubungan Kadar Hormon Estradiol 17- β Oleh Agung Janika Sitasiwi, 38 – 45. Dilkatakan bahwa, siklus estrus ditentukan dengan melihat hasil apus vagina dan pewarnaan GIEMSA, sesuai metoda Brancroft and Steven (1996). Sampel apus vagina diambil setiap hari sekitar jam 10 pagi. Penentuan fase penyusun siklus estrus dilakukan dengan melihat perbandingan sel epitel berinti, sel epitel menanduk (kornifikasi), leukosit dan lendir, pada hasil apus vagina.
Kandungan hormon Estradiol 17-β sepanjang siklus estrus menunjukkan perubahan yang berjalan seiring dengan dicapainya perubahan fase dalam siklus estrus. Fase folikular yaitu fase diestrus sampai fase proestrus ditandai dengan kenaikan hormon estradiol. Kandungan hormon saat fase diestrus mencapai 8,2 pg/mL sedangkan pada fase proestrus mencapai 38,4 pg/mL. Fase luteal, yaitu fase estrus dan metestrus ditandai dengan kandungan hormon yang menunjukkan penurunan, yaitu 26,5 pg/mL dan 8,43 pg/mL.
Ukuran tebal endometrium uterus pada fase estrus dan metestrus menunjukkan penurunan yang relatif kecil dan berbeda tidak bermakna dibandingkan fase proestrus. Hal tersebut dapat terjadi karena pada kedua fase tersebut merupakan penyusun dari fase luteal. Saat memasuki fase luteal (akhir fase folikular), kelenjar pada endometrium uterus diregulasi oleh hormon progesteron. Aksi hormon progesteron pada jaringan menyebabkan aktivitas sekresi sel, sehingga pada fase luteal kelenjar endometrial mengalami peningkatan aktifitas sekresi (Johnson dan Everitt, 1988; Chateu and Boehm, 1995; Cooke et al., 1995; Haibin, 2005). Kelenjar endometrial yang aktif sekresi menyebabkan endometrium uterus tetap tebal walaupun kadar hormon estrogen telah menurun, seperti tampak pada hasil penelitian ini.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang posisif antara kandungan hormon Estradiol 17-β dengan ukuran tebal endometrium uterus sehingga dapat disimpulkan bahwa hormon Estradiol 17-β menyebabkan proliferasi jaringan penyusun lapisan endometrium uterus.
Pada jurnal Biologi XIII (2): 41–44 dikatakan bahwa Sambiloto (Andrographis paniculata Nees), family Acanthaceae, adalah salah satu tanaman obat yang cukup berpotensi untuk dikembangkan. Kandungan kimia yaitu andrografolid, neo-andrografolid, panikulin, mineral (kalium, kalsium, natrium), asam kersik, dan damar. Zat aktif (berkhasiat obat) ialah andrografolid yang rasanya sangat pahit. Kadar andrografolid 2,5-4,6 % dari bobot kering. Kadar kalium juga relatif cukup tinggi (Santa, 1996).
Zoha et al. (1989) melaporkan adanya efek antifertilitas Andrographis paniculata Nees terhadap mencit betina. Penelitian dari Beijing Medical College Physiology Department (Anonim 1978; dalam Panossian et al. 1999) juga melaporkan efek nyata terhadap berakhirnyakehamilan pada mencit pada saat implantasi, awal, pertengahan, maupun pada stadium akhir kehamilan. Sambiloto mungkin memiliki efek berlawanan terhadap progesteron endogen sehingga menyebabkan aborsi. Penelitian Chang & But (1986; dalam Panossian et al. 1999) secara in vivo terhadap mencit dan kelinci bunting juga menunjukkan kemungkinan adanya aktifitas aborsi.
Penelitian Hancke (1997; dalam Panossian et al. 1999) menyatakan hal yang berlawanan yaitu tidak adanya gangguan pada kehamilan, induksi resorpsi fetus, atau perubahan jumlah keturunan yang hidup dengan pemberian ekstrak kurang dari 2000 mg/kg berat badan selama 9 hari awal kehamilan tikus galur SD bunting. Hal ini didukung oleh Panossian et al. (1999) yang melaporkan tidak ada efek apapun terhadap level progesteron dalam kehamilan sehingga sambiloto tidak dapat menginduksi aborsi. Namun sejauh ini belum diketahui efek sambiloto terhadap fetus, karena itu perlu dilakukan uji tingkat keamanan dan ada tidaknya efek teratogenik sambiloto terhadap bentuk, struktur, dan perkembangan fetus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan dosis ekstrak daun sambiloto cenderung diikuti dengan menurunnya jumlah fetus hidup, namun pengaruh yangsignifikan (p < 0,05) baru mulai dosis perlakuan 15 g/g bb/hari. Fetus mengalami resorbsi pada pemberian dosis 7,5; 15 dan 22,5 g/g bb/hari. Rerata jumlah fetus yang mengalami resorbsi meningkat dengan meningkatnya dosis ekstrak yang diberikan.
Individu yang mengalami malformasi (kecacatan) umumnya lebih kecil dibandingkan individu normal. Oleh karena itu sebelum menyatakan adanya abnormalitas pada suatu individu maka berat hewan yang diperlakukan harus dibandingkan dulu dengan kontrol untuk memastikan bahwa hambatan pertumbuhan suatu organmerefleksikan hambatan pertumbuhan secara umum.Beberapa agen teratogen juga dapat mengakibatkan kelainan visceral maupun skeletal tanpa menunjukkan adanya kelainan morfologi eksternal (Santoso, 2006).
Kelainan morfologi yang paling banyak ditemukan adalah hemoragi. Hemoragi yaitu keluarnya darah dari sistem kardiovaskuler, disertai penimbunan dalam ruangan atau jaringan tubuh (Price & Wilson, 1984). Kemungkinan ini terjadi karena ekstrak sambiloto diberikan berulangkali pada dosis cukup tinggi hingga konsentrasinya tinggi dalam darah dan terjadi ketidakseimbangan osmotik. Pada keadaan normal embrio berkembang dalam cairan amnion yang isotonis dengan cairan tubuh. Zat asing dalam jaringan dapat mengubah tekanan osmosis. Ketidakseimbangan osmotik dapat disebabkan gangguan tekanan dan viskositas cairan pada bagian embrio yang berbeda. antara plasma darah dan ruang ekstra-kapiler atau antara cairan ekstra dan intra embrionik. Perbedaan ini menyebabkan pembuluh darah pecah dan terjadi hemoragi (Wilson, 1973).
Morfologi kaki yang bengkok cenderung lebih pendek dengan telapak kaki menekuk ke dalam, akibat terjadinya perbedaan derajat penulangan pada kaki yang bengkok. Pada kaki yang mengalami kelainan terjadi kalsifikasi berlebihan dan ukuran masing-masing komponen skeleton juga lebih pendek. Diduga terjadi kalsifikasi dini skeleton anggota. Belum dapat dijelaskan penyebab cacat hanya pada satu kaki belakang atau depan saja atau keduanya, juga pemendekan skeleton yang diikuti pembengkokan kaki. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun sambiloto yang diberikan pada induk selama masa organogenesis menyebabkan kelainan morfologi fetus berupa kerdil, hemoragi, dan cacat kaki bengkok.
Pada Makara, Sains, vol. 11, no. 2, November 2007: 90-97, dikatakan bahwa, Curcuma domestica Val. (kunyit) merupakan salah satu tanaman obat yang sudah dikenal oleh masyarakat sebagai obat tradisional. Curcuma domestica memiliki banyak kegunaan, antara lain berkhasiat untuk meluruhkan, dan memperlancar haid, serta dapat meningkatkan produksi ASI. Penelitian Maligalig dkk. pada tahun 1994 [1], telah membuktikan adanya aktivitas estrogenik dari infus rimpang C. domestica. Hal tersebut diduga berasal dari kandungan fitosteroidberupa kampesterol, -sitosterol, dan stigmasterol. Ketiga senyawa fitosteroid tersebut memiliki kemiripan struktur dengan kolesterol yang merupakan prekursor pembentukan hormon seks, salah satunya hormon estrogen.
Estrogen mempengaruhi pertumbuhan dan proliferasi duktus kelenjar mammae. Estrogen juga menyebabkan penebalan dinding endometrium dan lapisan epitel pipih berlapis vagina. Pemberian estrogen juga akan meningkatkan konsentrasi reseptor estrogen (RE) pada organ reproduksi. Hasil uji parametrik (anava 1-faktor) pada 25 organ uterus, vagina, dan mammae M. musculus, menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol 70% rimpang C. domestica berpengaruh secara nyata terhadap ketebalan endometrium uterus, ketebalan epitel vagina, dan diameter duktus kelenjar mammae dengan α = 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian ekstrak rimpang C. domestica dapat meningkatkan ketebalan endometrium dan diameter uterus, ketebalan epitel vagina, dan diameter duktus kelenjar mammae M. musculus yang diovariektomi secara bilateral.
Peningkatan ketebalan endometrium, ketebalan epitel vagina, dan diameter duktus kelenjar mammae M. musculus yang diovariektomi disebabkan oleh potensi estrogenik yang terdapat dalam rimpang C. domestica. Maligalig dkk. pada tahun 1994, telah membuktikan bahwa rimpang C. domestica memiliki potensi estrogenik dan dapat meningkatkan kadar estrogen dalam darah. Selain itu, penelitian Ambiono juga telah membuktikan bahwa infus rimpang C. domestica dapat meningkatkan produksi air susu induk M. musculus. Menurut Johnson & Everitt, hormon estrogen mampu menstimulasi pertumbuhan kelenjar mammae dan meningkatkan plasma prolaktin.
Efek estrogenik rimpang C. domestica terhadap epitel vagina dapat dilihat pada aktivitas mitogenik sel-sel epitel uterus, vagina, dan mammae. Aktivitas mitogenik tersebut berupa proliferasi maupun diferensiasi sel-sel epitel. Aktivitas mitogenik sel epitel dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Proliferasi yang terjadi pada sel-sel epitel endometrium uterus, epitel vagina, dan epitel duktus mammae terjadi secara tidak langsung yang dibantu oleh faktor parakrin yang dihasilkan sel stroma akibat induksi estrogen.
Ketebalan lapisan epitel vagina kemungkinan juga dipengaruhi oleh adanya diferensiasi sel-sel epitel vagina. Diferensiasi merupakan perubahan struktural maupun fungsional sel menuju kematangan (maturity). Diferensiasi dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung melalui pengikatan estrogen pada masing-masing RE α yang terdapat pada sel stroma dan sel epitel. Mekanisme diferensiasi sel-sel epitel lebih rumit dan belum jelas sampai saat ini, namun diketahui bahwa rangkaian peristiwa diferensiasi epitel vagina memerlukan proses proliferasi epitel terlebih dahulu. Diferensiasi sel dapat dilihat dari perubahan sitologi sel epitel vagina, yaitu sel-sel parabasal menjadi sel superfisial pada lapisan epitel vagina. Hal tersebut yang kemudian menyebabkan keratinisasi pada lapisan bagian atas epitel vagina.
Menurut penelitian Weihua dkk. Ditemukan perbedaan antara pola pita protein dari uterus pada M. musculus knock out RE β yang diberi estradiol dan yang tidak diberi perlakuan dengan estradiol baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan analisis SDS-PAGE. Sampel uterus M. musculus knock out RE β yang diberi estradiol menunjukkan pola-pola pita protein yang lebih banyak dan tebal, dibandingkan dengan yang tidak diberi estradiol.
Menurut Nikov dkk. dalam keadaan tidak adanya hormon estrogen, reseptor estrogen akan bersifat inaktif dan berada di dalam inti sel target dan berikatan dengan heat shock protein hsp90. Hormon estrogen yang masuk ke dalam sel target akan berikatan dengan reseptor estrogen (RE) yang berada di inti dan menyebabkan reseptor estrogen menjadi aktif. Kompleks estrogen-reseptor kemudian menuju inti dan akan berikatan dengan estrogen responsive element (ERE). Perlekatan kompleks estrogen-reseptor dengan estrogen responsive element akan menginduksi terjadinya transkripsi mRNA. mRNA kemudian akan ditranslasi menjadi protein yang akan menghasilkan respons estrogenik pada sel target.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap M. musculus betina galur DDY yang diovariektomi dan diberi ekstrak rimpang C. domestica dosis 230 mg/kg bb, 310 mg/kg bb, dan 390 mg/kg bb selama 8 hari berturut-turut dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol 70% rimpang C. domestica berpengaruh terhadap ketebalan endometrium, ketebalan epitel vagina, dan diameter duktus kelenjar mammae. Ekstrak rimpang C. domestica dosis 230 mg/kg bb, 310 mg/kg bb, dan 390 mg/kg bb berpengaruh terhadap ketebalan pita reseptor estrogen (RE) α. Pita reseptor estrogen (RE) α menunjukkan berat molekul 45 kDa.
Pada jurnal Natur Indonesia 6(1): 49- 52 (2003) ISSN 1410-9379 dikatakan bahwa pengaruh fraksi aktif tumbuhan A. angustifolia terhadap organ reproduksi sesuai dengan pernyataan Soeksmanto dan Simanjuntak (2003) yang menyatakan bahwa pemberian fraksi aktif tumbuhan A. angustifolia tidak menunjukkan pengaruh terhadap jaringan interstitial, tubulus seminiferus, spermatozoa, spermatogonium, spermatosit pachiten dan rasio sel spermatogonium terhadap spermatosit pachiten dari mencit jantan. Demikian pula pada pengamatan organ reproduksi betina, fraksi aktif tumbuhan Aglaia angustifolia tidak berpengaruh terhadap siklus estrus maupun jumlah dan diameter folikel. Selain itu bagian korteks maupun medulla terlihat normal dan tidak ditemukan adanya radang, nekrosis maupun fibrosis (Soeksmanto dan Simanjuntak, 2003).

JURNAL-JURNALAN

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TANAMAN HERBAL TERHADAP PERUBAHAN PADA ORGAN MENCIT (Mus musculus)
Oleh:
MOH. ZAINUL AMIN (08620005)
Jurusan Biologi “A”
Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Islam Negeri (UIN) MALIKI Malang
E-Mail : zamieal_amien@yahoo.com
GAT-COM “man jadda wa jada”

Indonesia kaya akan berbagai macam tumbuhan (bahan alami), tetapi belum dimanfaatkan secara optimal dalam penemuan obat baru. Obat tradisional merupakan obat-obatan yang diolah secara tradisional. Obat tradisional yang bisa dimanfaatkan pada tumbuhan adalah rimpang, batang, buah, daun dan bunga. Penggunaan tumbuhan obat sebagai kontrasepsi oral tradisional telah banyak digunakan di beberapa daerah di Indonesia (Winarno dan Sundari, 1997).
Keanekaragaman tumbuhan di alam Indonesia mendorong masyarakat lebih memilih memanfaatkan tumbuh-tumbuhan sebagai obat-obatan tradisional. Obat tradisional adalah obat jadi atau obat berbungkus yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral. Sediaan galeniknya atau campuran dari bahanbahan tersebut di atas belum mempunyai data klinis dan dipergunakan dalam usaha pengobatan berdasarkan pengalaman (Santoso, 1989).
Kandungan yang terdapat pada tumbuhan yang dijadikan obat tradisional berbeda-beda, demikian juga khasiatnya bagi tubuhpun bervariasi. Cyperus rotundus L merupakan salah satu tanaman liar yang digunakan masyarakat sebagai campuran jamu peluruh haid. Secara tradisional pemakaian rimpang C. rotundus L untuk abortus (keguguran) atau untuk membersihkan keguguran diduga karena kandungan senyawa kimia yang terdapat pada rumput teki diduga dapat menyebabkan peluruh haid, abortus, atrofi endometrium dan atrofi uterus (Sa’roni dan Wahjoedi, 2002).
Menurut penelitian Papaconstantinou et al (2002), pada penelitiannya membandingkan estrogen dan antiestrogen. Hasilnya pada senyawa estrogen berat uterus bertambah sedangkan perlakuan dengan antiestrogen terjadi penurunan berat uterus, pada estrogen lemah dan antiestrogen tidak terjadi perubahan berat uterus. Pada penelitian ini juga dilakukan kemampuan berbagai jenis senyawa kimia pada perubahan morfologi uterus. Zat-zat antiestrogen merupakan zat-zat yang melawan atau mengurangi efek esterogen. Dalam arti luas androgen dan progesteron dianggap sebagai zat-zat antiesterogen. Dikenal dua kelompok zat dengan khasiat antiesterogen, yakni esterogen lemah dan penghambat enzim aromatase.
Bobot uterus yang dianalisis adalah uterus per berat bangkai, sehingga data dapat dianalisis dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian, pemberian ekstrak rimpang rumput teki (C. rotundus L) tidak mengakibatkan penurunan bobot secara nyata pada uterus fase diestrus, tetapi pemberian ekstrak rimpang rumput teki (C. rotundus L) mengakibatkan peningkatan bobot uterus secara nyata pada perlakuan 135 mg/40 gr BB fase metestrus. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Sa'roni dan Wahjoedi (2002) yang menyatakan bahwa rumput teki (C. rotundus L) dapat menurunkan bobot uterus pada tikus putih, semakin besar dosis semakin besar berkurangnya bobot uterus.
Hasil penelitian tentang pengaruh ekstrak rimpang rumput teki (C. rotundus L) memberikan pengaruh terhadap panjang uterus, sehingga mengakibatkan penurunan dan peningkatan uterus tidak berbeda nyata dengan kontrol. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh ekstrak rimpang rumput teki (C. rotundus L) pada fase diestrus dan serta menunjukkan pengaruh ekstrak rimpang rumput teki (C. rotundus L) pada fase metestrus. Tetapi juga menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata dengan lebar uterus. Enzim-enzim endometrial dan miometrial yang menyebabkan perubahan siklis dalam metabolisme uterus berada di bawah pengaturan hormonal (Partodihardjo, 1980). Sehingga apabila terjadi penurunan hormon pada organ akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan organ tersebut. Di duga terjadinya penurunan dan peningkatan lebar uterus disebabkan oleh adanya perubahan pada lapisan endometrium.
Menurut Wijayanti (2004) Dalam Jurnal yang berjudul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Api-api (Avicennia marina) Terhadap Resorpsi Embrio, Berat Badan dan Panjang Badan Janin Mencit (Mus musculus)” Daun api-api (Avicennia marina) merupakan salah satu tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak dan dipakai sebagai obat antifertilitas tradisional oleh masyarakat pantai. Ekstrak dari tumbuhan ini berpotensi sebagai obat antifertilitas. Hampir seluruh bagian tumbuhan ini dapat dimanfaatkan seperti akar, kulit batang, daun, bunga atau biji, bahkan eksudat tanamannya (zat nabati yang secara spontan keluar, dikeluarkan, atau diekstrak dari jaringan sel tanaman).
Menurut Rahino (1991) efek yang dapat ditimbulkan akibat konsumsi obat yang berpotensi merugikan dalam proses reproduktif antara lain adanya perkembangan berupa retardasi pertumbuhan, deformitas struktural yang fungsional atau kematian. Penelitian ini bertujuan untuk menghindarkan terulangnya bencana thalidomide, dengan memberikan tingkatan dosis ekstrak daun api-api (Avicennia marina) yang diuji cobakan pada hewan coba mencit (Mus musculus) untuk mengetahui pengaruhnya terhadap resorpsi embrio, berat badan dan panjang badan janin mencit. Manfaat yang dicapai bagi dunia peternakan dan kedokteran hewan adalah untuk menghindarkan kerugian akibat penurunan reproduksi hewan ternak. Bagi masyarakat, bahaya kecacatan janin akibat mengkonsumsi obat-obatan tradisional selama kehamilan dapat dihindarkan.
Hasil penelitian membuktikan perbedaan yang tidak bermakna diantara dosis perlakuan terhadap jumlah resorpsi embrio mencit. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh keadaan mencit yang kurang sehat yang tidak diketahui dengan pasti, karena penilaian kesehatan hanya didasarkan pada penurunan berat badan dan aktifitas mencit. Penyakit-penyakit infeksi, gangguan metabolik, keadaan genetis mencit dan keadaan uterus yang kurang baik juga dapat meningkatkan jumlah resorpsi embrio.
Menurut Hardjopranjoto (1995) faktor luar tubuh yang sifatnya memberi beban yang sangat berat dan bersifat stres pada induk yang sedang bunting dapat menyebabkan abortus. Kematian dini pada embrio mencit dapat diketahui dengan adanya embrio yang teresorpsi yang ditandai dengan adanya korpus luteum yang berwarna merah kehitaman.
Berdasarkan hasil penelitian ini maka adanya pendapat bahwa pemberian tingkatan dosis ekstrak daun api-api (Avicennia marina) dapat meningkatkan resorpsi embrio mencit ditolak. Data berat badan janin diperoleh dari penimbangan pada saat janin dalam keadaan segar dan bebas dari selaput embrional. Sehingga dapat disimpulkan Berdasarkan penelitian ini membuktikan bahwa pemberian ekstrak daun api-api per oral dengan dosis 2,5 gram/kg berat badan pada kebuntingan hari ke 6-15 mampu menghambat pertumbuhan janin mencit.
Pada jurnal Hubungan Kadar Hormon Estradiol 17- β Oleh Agung Janika Sitasiwi, 38 – 45. Dilkatakan bahwa, siklus estrus ditentukan dengan melihat hasil apus vagina dan pewarnaan GIEMSA, sesuai metoda Brancroft and Steven (1996). Sampel apus vagina diambil setiap hari sekitar jam 10 pagi. Penentuan fase penyusun siklus estrus dilakukan dengan melihat perbandingan sel epitel berinti, sel epitel menanduk (kornifikasi), leukosit dan lendir, pada hasil apus vagina.
Kandungan hormon Estradiol 17-β sepanjang siklus estrus menunjukkan perubahan yang berjalan seiring dengan dicapainya perubahan fase dalam siklus estrus. Fase folikular yaitu fase diestrus sampai fase proestrus ditandai dengan kenaikan hormon estradiol. Kandungan hormon saat fase diestrus mencapai 8,2 pg/mL sedangkan pada fase proestrus mencapai 38,4 pg/mL. Fase luteal, yaitu fase estrus dan metestrus ditandai dengan kandungan hormon yang menunjukkan penurunan, yaitu 26,5 pg/mL dan 8,43 pg/mL.
Ukuran tebal endometrium uterus pada fase estrus dan metestrus menunjukkan penurunan yang relatif kecil dan berbeda tidak bermakna dibandingkan fase proestrus. Hal tersebut dapat terjadi karena pada kedua fase tersebut merupakan penyusun dari fase luteal. Saat memasuki fase luteal (akhir fase folikular), kelenjar pada endometrium uterus diregulasi oleh hormon progesteron. Aksi hormon progesteron pada jaringan menyebabkan aktivitas sekresi sel, sehingga pada fase luteal kelenjar endometrial mengalami peningkatan aktifitas sekresi (Johnson dan Everitt, 1988; Chateu and Boehm, 1995; Cooke et al., 1995; Haibin, 2005). Kelenjar endometrial yang aktif sekresi menyebabkan endometrium uterus tetap tebal walaupun kadar hormon estrogen telah menurun, seperti tampak pada hasil penelitian ini.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang posisif antara kandungan hormon Estradiol 17-β dengan ukuran tebal endometrium uterus sehingga dapat disimpulkan bahwa hormon Estradiol 17-β menyebabkan proliferasi jaringan penyusun lapisan endometrium uterus.
Pada jurnal Biologi XIII (2): 41–44 dikatakan bahwa Sambiloto (Andrographis paniculata Nees), family Acanthaceae, adalah salah satu tanaman obat yang cukup berpotensi untuk dikembangkan. Kandungan kimia yaitu andrografolid, neo-andrografolid, panikulin, mineral (kalium, kalsium, natrium), asam kersik, dan damar. Zat aktif (berkhasiat obat) ialah andrografolid yang rasanya sangat pahit. Kadar andrografolid 2,5-4,6 % dari bobot kering. Kadar kalium juga relatif cukup tinggi (Santa, 1996).
Zoha et al. (1989) melaporkan adanya efek antifertilitas Andrographis paniculata Nees terhadap mencit betina. Penelitian dari Beijing Medical College Physiology Department (Anonim 1978; dalam Panossian et al. 1999) juga melaporkan efek nyata terhadap berakhirnyakehamilan pada mencit pada saat implantasi, awal, pertengahan, maupun pada stadium akhir kehamilan. Sambiloto mungkin memiliki efek berlawanan terhadap progesteron endogen sehingga menyebabkan aborsi. Penelitian Chang & But (1986; dalam Panossian et al. 1999) secara in vivo terhadap mencit dan kelinci bunting juga menunjukkan kemungkinan adanya aktifitas aborsi.
Penelitian Hancke (1997; dalam Panossian et al. 1999) menyatakan hal yang berlawanan yaitu tidak adanya gangguan pada kehamilan, induksi resorpsi fetus, atau perubahan jumlah keturunan yang hidup dengan pemberian ekstrak kurang dari 2000 mg/kg berat badan selama 9 hari awal kehamilan tikus galur SD bunting. Hal ini didukung oleh Panossian et al. (1999) yang melaporkan tidak ada efek apapun terhadap level progesteron dalam kehamilan sehingga sambiloto tidak dapat menginduksi aborsi. Namun sejauh ini belum diketahui efek sambiloto terhadap fetus, karena itu perlu dilakukan uji tingkat keamanan dan ada tidaknya efek teratogenik sambiloto terhadap bentuk, struktur, dan perkembangan fetus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan dosis ekstrak daun sambiloto cenderung diikuti dengan menurunnya jumlah fetus hidup, namun pengaruh yangsignifikan (p < 0,05) baru mulai dosis perlakuan 15 g/g bb/hari. Fetus mengalami resorbsi pada pemberian dosis 7,5; 15 dan 22,5 g/g bb/hari. Rerata jumlah fetus yang mengalami resorbsi meningkat dengan meningkatnya dosis ekstrak yang diberikan.
Individu yang mengalami malformasi (kecacatan) umumnya lebih kecil dibandingkan individu normal. Oleh karena itu sebelum menyatakan adanya abnormalitas pada suatu individu maka berat hewan yang diperlakukan harus dibandingkan dulu dengan kontrol untuk memastikan bahwa hambatan pertumbuhan suatu organmerefleksikan hambatan pertumbuhan secara umum.Beberapa agen teratogen juga dapat mengakibatkan kelainan visceral maupun skeletal tanpa menunjukkan adanya kelainan morfologi eksternal (Santoso, 2006).
Kelainan morfologi yang paling banyak ditemukan adalah hemoragi. Hemoragi yaitu keluarnya darah dari sistem kardiovaskuler, disertai penimbunan dalam ruangan atau jaringan tubuh (Price & Wilson, 1984). Kemungkinan ini terjadi karena ekstrak sambiloto diberikan berulangkali pada dosis cukup tinggi hingga konsentrasinya tinggi dalam darah dan terjadi ketidakseimbangan osmotik. Pada keadaan normal embrio berkembang dalam cairan amnion yang isotonis dengan cairan tubuh. Zat asing dalam jaringan dapat mengubah tekanan osmosis. Ketidakseimbangan osmotik dapat disebabkan gangguan tekanan dan viskositas cairan pada bagian embrio yang berbeda. antara plasma darah dan ruang ekstra-kapiler atau antara cairan ekstra dan intra embrionik. Perbedaan ini menyebabkan pembuluh darah pecah dan terjadi hemoragi (Wilson, 1973).
Morfologi kaki yang bengkok cenderung lebih pendek dengan telapak kaki menekuk ke dalam, akibat terjadinya perbedaan derajat penulangan pada kaki yang bengkok. Pada kaki yang mengalami kelainan terjadi kalsifikasi berlebihan dan ukuran masing-masing komponen skeleton juga lebih pendek. Diduga terjadi kalsifikasi dini skeleton anggota. Belum dapat dijelaskan penyebab cacat hanya pada satu kaki belakang atau depan saja atau keduanya, juga pemendekan skeleton yang diikuti pembengkokan kaki. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun sambiloto yang diberikan pada induk selama masa organogenesis menyebabkan kelainan morfologi fetus berupa kerdil, hemoragi, dan cacat kaki bengkok.
Pada Makara, Sains, vol. 11, no. 2, November 2007: 90-97, dikatakan bahwa, Curcuma domestica Val. (kunyit) merupakan salah satu tanaman obat yang sudah dikenal oleh masyarakat sebagai obat tradisional. Curcuma domestica memiliki banyak kegunaan, antara lain berkhasiat untuk meluruhkan, dan memperlancar haid, serta dapat meningkatkan produksi ASI. Penelitian Maligalig dkk. pada tahun 1994 [1], telah membuktikan adanya aktivitas estrogenik dari infus rimpang C. domestica. Hal tersebut diduga berasal dari kandungan fitosteroidberupa kampesterol, -sitosterol, dan stigmasterol. Ketiga senyawa fitosteroid tersebut memiliki kemiripan struktur dengan kolesterol yang merupakan prekursor pembentukan hormon seks, salah satunya hormon estrogen.
Estrogen mempengaruhi pertumbuhan dan proliferasi duktus kelenjar mammae. Estrogen juga menyebabkan penebalan dinding endometrium dan lapisan epitel pipih berlapis vagina. Pemberian estrogen juga akan meningkatkan konsentrasi reseptor estrogen (RE) pada organ reproduksi. Hasil uji parametrik (anava 1-faktor) pada 25 organ uterus, vagina, dan mammae M. musculus, menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol 70% rimpang C. domestica berpengaruh secara nyata terhadap ketebalan endometrium uterus, ketebalan epitel vagina, dan diameter duktus kelenjar mammae dengan α = 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian ekstrak rimpang C. domestica dapat meningkatkan ketebalan endometrium dan diameter uterus, ketebalan epitel vagina, dan diameter duktus kelenjar mammae M. musculus yang diovariektomi secara bilateral.
Peningkatan ketebalan endometrium, ketebalan epitel vagina, dan diameter duktus kelenjar mammae M. musculus yang diovariektomi disebabkan oleh potensi estrogenik yang terdapat dalam rimpang C. domestica. Maligalig dkk. pada tahun 1994, telah membuktikan bahwa rimpang C. domestica memiliki potensi estrogenik dan dapat meningkatkan kadar estrogen dalam darah. Selain itu, penelitian Ambiono juga telah membuktikan bahwa infus rimpang C. domestica dapat meningkatkan produksi air susu induk M. musculus. Menurut Johnson & Everitt, hormon estrogen mampu menstimulasi pertumbuhan kelenjar mammae dan meningkatkan plasma prolaktin.
Efek estrogenik rimpang C. domestica terhadap epitel vagina dapat dilihat pada aktivitas mitogenik sel-sel epitel uterus, vagina, dan mammae. Aktivitas mitogenik tersebut berupa proliferasi maupun diferensiasi sel-sel epitel. Aktivitas mitogenik sel epitel dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Proliferasi yang terjadi pada sel-sel epitel endometrium uterus, epitel vagina, dan epitel duktus mammae terjadi secara tidak langsung yang dibantu oleh faktor parakrin yang dihasilkan sel stroma akibat induksi estrogen.
Ketebalan lapisan epitel vagina kemungkinan juga dipengaruhi oleh adanya diferensiasi sel-sel epitel vagina. Diferensiasi merupakan perubahan struktural maupun fungsional sel menuju kematangan (maturity). Diferensiasi dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung melalui pengikatan estrogen pada masing-masing RE α yang terdapat pada sel stroma dan sel epitel. Mekanisme diferensiasi sel-sel epitel lebih rumit dan belum jelas sampai saat ini, namun diketahui bahwa rangkaian peristiwa diferensiasi epitel vagina memerlukan proses proliferasi epitel terlebih dahulu. Diferensiasi sel dapat dilihat dari perubahan sitologi sel epitel vagina, yaitu sel-sel parabasal menjadi sel superfisial pada lapisan epitel vagina. Hal tersebut yang kemudian menyebabkan keratinisasi pada lapisan bagian atas epitel vagina.
Menurut penelitian Weihua dkk. Ditemukan perbedaan antara pola pita protein dari uterus pada M. musculus knock out RE β yang diberi estradiol dan yang tidak diberi perlakuan dengan estradiol baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan analisis SDS-PAGE. Sampel uterus M. musculus knock out RE β yang diberi estradiol menunjukkan pola-pola pita protein yang lebih banyak dan tebal, dibandingkan dengan yang tidak diberi estradiol.
Menurut Nikov dkk. dalam keadaan tidak adanya hormon estrogen, reseptor estrogen akan bersifat inaktif dan berada di dalam inti sel target dan berikatan dengan heat shock protein hsp90. Hormon estrogen yang masuk ke dalam sel target akan berikatan dengan reseptor estrogen (RE) yang berada di inti dan menyebabkan reseptor estrogen menjadi aktif. Kompleks estrogen-reseptor kemudian menuju inti dan akan berikatan dengan estrogen responsive element (ERE). Perlekatan kompleks estrogen-reseptor dengan estrogen responsive element akan menginduksi terjadinya transkripsi mRNA. mRNA kemudian akan ditranslasi menjadi protein yang akan menghasilkan respons estrogenik pada sel target.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap M. musculus betina galur DDY yang diovariektomi dan diberi ekstrak rimpang C. domestica dosis 230 mg/kg bb, 310 mg/kg bb, dan 390 mg/kg bb selama 8 hari berturut-turut dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol 70% rimpang C. domestica berpengaruh terhadap ketebalan endometrium, ketebalan epitel vagina, dan diameter duktus kelenjar mammae. Ekstrak rimpang C. domestica dosis 230 mg/kg bb, 310 mg/kg bb, dan 390 mg/kg bb berpengaruh terhadap ketebalan pita reseptor estrogen (RE) α. Pita reseptor estrogen (RE) α menunjukkan berat molekul 45 kDa.
Pada jurnal Natur Indonesia 6(1): 49- 52 (2003) ISSN 1410-9379 dikatakan bahwa pengaruh fraksi aktif tumbuhan A. angustifolia terhadap organ reproduksi sesuai dengan pernyataan Soeksmanto dan Simanjuntak (2003) yang menyatakan bahwa pemberian fraksi aktif tumbuhan A. angustifolia tidak menunjukkan pengaruh terhadap jaringan interstitial, tubulus seminiferus, spermatozoa, spermatogonium, spermatosit pachiten dan rasio sel spermatogonium terhadap spermatosit pachiten dari mencit jantan. Demikian pula pada pengamatan organ reproduksi betina, fraksi aktif tumbuhan Aglaia angustifolia tidak berpengaruh terhadap siklus estrus maupun jumlah dan diameter folikel. Selain itu bagian korteks maupun medulla terlihat normal dan tidak ditemukan adanya radang, nekrosis maupun fibrosis (Soeksmanto dan Simanjuntak, 2003).

Minggu, 16 Mei 2010

SEJARAH PERKEMBANGAN PMII

Historisitas PMII

PMII, atau yang disingkat dengan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (Indonesian Moslem Studens Movement, dalam bahasa Maduranya) adalah Anak Cucu organisasi NU yang lahir dari rahim Departemen perguruan Tinggi IPNU.
Lahirnya PMII bukannya berjalan mulus, banyak sekali hambatan dan rintangan. Hasrat mendirikan organisasi NU sudah lama bergolak. namun pihak NU belum memberikan green light. Belum menganggap perlu adanya organisasi tersendiri buat mewadahi anak-anak NU yang belajar di perguruan tinggi. melihat fenomena yang ini, kemauan keras anak-anak muda itu tak pernah kendur, bahkan semakin berkobar-kobar saja dari kampus ke kampus. hal ini bisa dimengerti karena, kondisi sosial politik pada dasawarsa 50-an memang sangat memungkinkan untuk lahirnya organisasi baru. Banyak organisasi Mahasiswa bermunculan dibawah naungan payung induknya. misalkan saja HMI yang dekat dengan Masyumi, SEMI dengan PSII, KMI dengan PERTI, IMM dengan Muhammadiyah dan Himmah yang bernaung dibawah Al-Washliyah. Wajar saja jika kemudiaan anak-anak NU ingin mendirikan wadah tersendiri dan bernaung dibawah panji bintang sembilan, dan benar keinginan itu kemudian diwujudkan dalam bentuk IMANU (Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama) pada akhir 1955 yang diprakarsai oleh beberapa tokoh pimpinan pusat IPNU.
Namun IMANU tak berumur panjang, dikarenakan PBNU menolak keberadaannya. ini bisa kita pahami kenapa Nu bertindak keras. sebab waktu itu, IPNU baru saja lahir pada 24 Februari 1954. Apa jadinya jika organisasi yang baru lahir saja belum terurus sudah menangani yang lain? hal ini logis seakli. Jadi keberatan NU bukan terletak pada prinsip berdirinya IMANU (PMII), tetapi lebih pada pertimbangan waktu, pembagian tugas dan efektifitas organisasi.
oleh karenanya, sampai pada konggres IPNU yang ke-2 (awal 1957 di pekalongan) dan ke-3 (akhir 1958 di Cirebon). NU belum memandang perlu adanya wadah tersendiri bagi anak-anak mahasiswa NU. Namun kecenderungan ini nsudah mulai diantisipasi dalam bentuk kelonggaran menambah Departemen Baru dalam kestrukturan organisasi IPNU, yang kemudian dep[artemen ini dikenal dengan Departemen Perguruan Tinggi IPNU.
Dan baru setelah konferensi Besar IPNU (14-16 Maret 1960 di kaliurang), disepakati untuk mendirikan wadah tersendiri bagi mahsiswa NU, yang disambut dengan berkumpulnya tokoh-tokoh mahasiswa NU yang tergabung dalam IPNU, dalam sebuah musyawarah selama tiga hari(14-16 April 1960) di Taman Pendidikan Putri Khadijah(Sekarang UNSURI) Surabaya. Dengan semangat membara, mereka membahas nama dan bentuk organisasi yang telah lama mereka idam-idamkan.
Bertepatan dengan itu, Ketua Umum PBNU KH. Dr. Idam Kholid memberikan lampu hijau. Bahkan memberi semangat pada mahasiswa NU agar mampu menjadi kader partai, menjadi mahasiswa yang mempunyai prinsip: Ilmu untuk diamalkan dan bukan ilmu untuk ilmu…maka, lahirlah organisasi Mahasiswa dibawah naungan NU pada tanggal 17 April 1960. Kemudian organisasi itu diberi nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Disamping latar belakang lahirnya PMII seperti diatas, sebenarnya pada waktu itu anak-anak NU yang ada di organisasi lain seperti HMI merasa tidak puas atas pola gerak HMI.
Menurut mereka (Mahasiswa NU) , bahwa HMI sudah berpihak pada salah satu golongan yang kemudian ditengarai bahwa HMI adalah anderbownya partai Masyumi, sehinggga wajar kalau mahasiswa NU di HMI juga mencari alternatif lain. Hal ini juga diungkap oleh Deliar Nur (1987), beliau mengatakan bahwa PMII merupakan cermin ketidakpuasan sebagian mahasiswa muslim terhadap HMI, yang dianggap bahwa HMI dekat dengan golongan modernis (Muhammadiyah) dan dalam urusan politik lebih dekat dengan Masyumi.
Dari paparan diatas bisa ditarik kesimpulan atau pokok-pokok pikiran dari makna dari kelahiran PMII:
Bahwa PMII karena ketidak mampuan Departemen Perguruan Tinggi IPNU dalam menampung aspirasi anak muda NU yang ada di Perguruan Tinggi .
PMII lahir dari rekayasa politik sekelompok mahasiswa muslim (NU) untuk mengembangkan kelembagaan politik menjadi underbow NU dalam upaya merealisasikan aspirasi politiknya.
PMII lahir dalam rangka mengembangkan paham Ahlussunah Waljama’ah dikalangan mahasiswa.
Bahwa PMII lahir dari ketidakpuasan mahasiswa NU yang saat itu ada di HMI, karena HMI tidak lagi mempresentasikan paham mereka (Mahasiwsa NU) dan HMI ditengarai lebih dekat dengan partai MASYUMI.
Bahwa lahirnya PMII merupakan wujud kebebasan berpikir, artinya sebagai mahasiswa harus menyadari sikap menentukan kehendak sendiri atas dasar pilihan sikap dan idealisme yang dianutnya.

Denagn demikian ide dasar pendirian PMII adalah murni dari anak-anak muda NU sendiri Bahwa kemudian harus bernaung dibawah panji NU itu bukan berarti sekedar pertimbangan praktis semata, misalnya karena kondisi pada saat itu yang memang nyaris menciptakan iklim dependensi sebagai suatu kemutlakan. Tapi lebih dari itu, keterikatan PMII kepada NU memang sudah terbentuk dan sengaja dibangun atas dasar kesamaan nilai, kultur, akidah, cita-cita dan bahkan pola berpikir, bertindak dan berperilaku.
Tetapi kemudian PMII harus mengakui dengan tetap berpegang teguh pada sikap Dependensi timbul berbagai pertimbangan menguntungkan atau tidak dalam bersikap dan berperilaku untuk sebuah kebebasan menentukan nasib sendiri.
oleh karena itu haruslah diakau, bahwa peristiwa besar dalam sejarah PMII adalah ketika dipergunakannya istilah Independent dalam deklarasi Murnajati tanggal 14 Juli 1972 di malang dalam MUBES III PMII, seolah telah terjadi pembelahan diri anak ragil NU dari induknya.
Sejauh pertimbangan-pertimbangan yang terekam dalam dokumen historis, sikap independensi itu tidak lebih dari dari proses pendewasaan. PMII sebagai generasi muda bangsa yang ingin lebih eksis dimata masyarakat bangsanya. Ini terlihat jelas dari tiga butir pertimbangan yang melatar belakangi sikap independensi PMII tersebut.
Pertama, PMII melihat pembangunan dan pembaharuan mutlak memerlukan insan-insan Indonesia yang berbudi luhur, taqwa kepada Allah SWT, berilmu dan cakap serta tanggung jawab, bagi keberhasilan pembangunan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat.
Kedua, PMII selaku generasi muda indonesia sadar akan perannya untuk ikut serta bertanggungjawab, bagi keberhasilan pembangunan yang dapat dinikmati secar merata oleh seluruh rakyat.
Ketiga, bahwa perjuangan PMII yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan idealisme sesuai deklarasi tawangmangu, menuntut berkembangnya sifat-sifat kreatif, keterbukaan dalam sikap, dan pembinaan rasa tanggungjawab.
berdasarkan pertimbanganitulah, PMII menyatakan diri sebagai organisasi Independent, tidak terikat baik sikap maupun tindakan kepada siapapun, dan hanya kommitmen terhadap perjuangan organisasi dan cita-cita perjuangan nasional yang berlandaskanPancasila.

Makna Filosofis PMII
PMII terdiri dari 4 penggalan kata, yaitu :
Pergerakan
adalah dinamika dari hamba (mahluk) yang senantiasa maju bergerak menuju tujuan idealnya, memberikan rahmat bagi sekalian alam.
Perwujudannya :
Membina dan Mengembangkan potensi Ilahiah
Membina dan mengembangkan potensi kemanusiaan
Tanggungjawab memberi rahmat pada lingkungannya
gerak menuju tujuan sebagai Kahalifah Fil Ardl
Mahasiswa
Adalah generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri :
sebagai insan religius
sebagai insan akademik
sebagai insan sosial
dan sebagai insan yang mandiri
Perwujudannya :
tanggungjwab keagamaan
tanggungjawab intelektual
tanggungjawab sosial kemasyarakatan
tanggungjawab individual sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga negara
Islam
adalah agama uyang dianut, diyakini dan dipahami dengan haluan atau paradigma Ahlussunnah Wal Jama’ah.
ASWAJA sebagai Manhaj Al Fikr (metode berfikir), yaitu konsep pendekatan terhadap ajaran-ajaran islam secara proporsional antara iman, islam dan ihsan.

Indonesia
Adalah masyrakat bangsa dan negara indonesia yang mempunyai falsafah dan idiologi bangsa(pancasila) dan UUD 1945 dengan landasan kesatuan dan keutuhan bangsa dan negara yang terbentang dari sabng sampai merauke, serta diikat dengan kesadaran wawasan nusantara.
Secara totalitas, PMII bertujuan melahirkan kader bangsa yangmempunyai integritas diri sebagai hamba yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggungjawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya.
dan Atas Dasar Ketaqwaannya, berkiprah mewujudkan peran ketuhanan dalam rangka membangun masyrakat bangsa dan negara indonesia menuju suatu tatanan yang adil dan makmur dalam ampunan dan ridho Allah SWT.

Sabtu, 08 Mei 2010

LAPORAN PRAKTIKUM INVERTEBRATA

LAPORAN PRAKTIKUM
TAKSONOMI INVERTEBRATA
PHYLLUM MOLLUSCA
BEKICOT ( Achatina fulica )
Phylum Mollusca (Hewan bertubuh lunak)
Waktu dan Tempat
Praktikum pengamatan tentang Phyllum Mollusca dilaksanakan pada hari Jum’at, 04 Desember 2009 jam 16.00 WIB di Laboratorium Pendidikan Biologi Dasar A Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.
Tujuan :
1.Untuk mengetahui morfologi luar tubuh bekicot (Achatina fulica)
2.Untuk mengetahui klasifikasi bekicot (Achatina fulica)
3.Untuk mengetahui habitat bekicot (Achatina fulica)
4.Untuk mengetahui anatomi tubuh bekicot (Achatina fulica)

A.PENDAHULUAN
a.1 Morfologi dan Anatomi
a.1.1 Morfologi
Mollusca berasal dari bahasa latin yaitu mollis yang berarti lunak. Oleh karena ituciri utama hewan yang tergolong filum ini tubuhnya lunak, pada bagian anterior terdapat kepala, kaki terletak di bagian ventral, dan bagian dorsal berisi organ-organ viseral. Tubuhnya bersimetri bilateral, tidak bersegman, kecuali pada monoplacophora. Memiliki kepala yang jelas dengan organ reseptor kepala yang bersifat khusus. Pada permukaan ventral dinding tubuh terdapat kaki berotot yang secara umum di gunakan untuk bergerak. Dinding tubuh sebelah dorsal meluas menjadi satu atau sepasanglipatan yaitu mantel atau pallium fungsi mantel adalah mensekresi cangkang dan melingkupi rongga mantel yang di dalamnya berisi insang. Lubang anus dan ekskretori umumnya membuka kedalam rongga mantel (Kastawi, 2005).
Achatina fulica tecakup di dalam subclassis Pulmonata dari kelas Gastropoda yang merupakan kelomopok mollusca yang sangat besar. Meskipun di dalam subkelas ini sudah terdapat spesialisasi untuk hidup di daratan kering, tetapi masih menunjukkan banyak sifat pokok classis gastropoda sebagai keseluruhan (Radopoetro, 1996).
Binatang yang termasuk filum Gastropoda memiliki tubuh yang lunak dan dilindungi oleh cangkok (shell) yang keras. Pada bagian anterior dijumpai dua pasang antene yang masing-masing ujungnya terdapat mata. Pada ujung anterior sebelah bawah terdapat alat mulut yang dilengkapi dengan gigi parut (radula). Lubang genetalia terdapat pada bagian samping sebelah kanan, sedang anus dan lubang pernafasan terdapat di bagian tepi mantel tubuh dekat dengan cangkok/shell. Bekicot atau siput bersifat hermaprodit, sehingga setiap individu dapat menghasilkan sejumlah telur fertil. Bekicot aktif pada malam hari serta hidup baik pada kelembaban tinggi. Pada siang hari biasanya bersembunyi pada tempat-tempat terlindung atau pada dinding-dinding bangunan, pohon atau tempat lain yang tersembunyi (Nybaken, 1992).
Kelas Gastropoda merupakan kelas terbesar dari Mollusca lebih dari 75.000 spesies yang ada yang telah teridentifikasi dan 15.000 diantaranya dapat dilihat bentuk fosilnya. Fosil dari kelas tersebut secara terus-menerus tercatat mulai awal zaman Cambrian. Ditemukannya Gastropoda di berbagai macam habitat, dapat disimpulkan bahwa Gastropoda merupakan kelas yang paling sukses di antara kelas yang lain (Barnes, 1980).
Gastropoda terwujud dalam morfologi cangkangnya. Sebagian besar cangkangnya terbuat dari bahan kalsium karbonat yang di bagian luarnya dilapisi periostrakum dan zat tanduk. Cangkang Gastropoda yang berputar ke arah belakang searah dengan jarum jam disebut dekstral, sebaliknya bila cangkangnya berputar berlawanan arah dengan jarum jam disebut sinistral. Siput-siput Gastropoda yang hidup di laut umumnya berbentuk dekstral dan sedikit sekali ditemukan dalam bentuk sinistral Pertumbuhan cangkang yang melilin spiral disebabkan karena pengendapan bahan cangkang di sebelah luar berlangsung lebih cepat dari yang sebelah dalam (Nontji, 1987).
Gastropoda mempunyai badan yang tidak simetri dengan mantelnya terletak di bagian depan, cangkangnya berikut isi perutnya terguling spiral kearah belakang. Letak mantel di bagian belakang inilah yang mengakibatkan gerakan torsi atau perputaran pada pertumbuhan siput Gastropoda. Proses torsi ini dimulai sejak dari perkembangan larvanya. Pada umumnya gerakannya berputar dengan arah berlawananjarum jam dengan sudut gerakannya berputar dengan arah berlawanan jarum jam dengan sudut 180° sampai kepala dan kaki kembali ke posisi semula (Dharma, 1998).
Struktur umum morfologi Gastropoda terdiri atas: suture, posterior canal, aperture, gigi columella, bibir luar, columella, siphonal,umbillicus


Gambar 1. Struktur Umum Morfologi Gastropoda (Dharma, 1988).
Class Gastropoda biasanya disebut keong atau siput. Bentuk cangkang keong pada umumnya seperti kerucut dari tabung yang melingkar seperti konde (gelung, whorl). Puncak kerucut merupakan bagian yang tertua, disebut apex. Sumbu kerucut disebut columella. Gelung terbesar disebut body whorl dan gelung-gelung di atasnya disebut spire (ulir). Alat indera pada keong meliputi mata, tentakel, osphradia dan statocyt. Mata sederhana atau kompleks, biasanya terletak di pangkal tentakel yang berfungsi untuk mendeteksi perubahan intensitas cahaya. Tentakel sepasang atau dua pasang, selain mata terdapat sel peraba dan chemoreceptor (Howells, 2005).

a.1.2 Anatomi
Struktur anatomi Gastropoda dapat dilihat pada susunan tubuh gastropoda yang terdiri atas: kepala, badan, dan alat gerak. Pada kepala terdapat sepasang alat peraba yang dapat dipanjang pendekkan. Pada alat peraba ini terdapat titik mata untuk membedakan terang dan gelap. Pada mulut terdapat lidah parut dan gigi rahang. Di dalam badannya terdapat alat-alat penting untuk hidupnya diantaranya ialah alat pencernaan, alat pernafasan serta alat genitalis untuk pembiakannnya. Saluran pencernaan terdiri atas : mulut, pharynx yang berotot, kerongkongan, lambung, usus, anus. Alat geraknya dapat mengeluarkan lendir, untuk memudahkan pergerakannya (Poort, 1998).
Struktur anatomi Gastropoda dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini :



Gambar 2. Struktur Anatomi Gastropoda (Poort, 1998).
a.Sistem digestorium
Seperti pada kebanyakan Gastrophoda concha berupa suatu bangunan yang terputar spiral, dapat dibayangkan sebagai kerucut berongga yang memutar spiral mengelilingi sebuah sumbu yang juga berongga, yaitu columella. Sumbu ini sendiri terbentuk dari penebalan dinding kerucut yang terletak central. Concha terdiri atas tiga lapisan, dari luar ke dalam :
1.periostracum, dari bahan tanduk yang disebut conchiolin.
2.lapisan prismatik, terdiri atas calcit atau arragonit.
3.lapisan mutiara, terdiri dari CaCO3, jernih dan mengkilap.
Lapisan prismatik dan periostracum dibentuk oleh tepi pallium yang menebal, sedang lapisan mutiara dibentuk oleh seluruh permukaan palium (Radiopoetra, 1996).
Cangkang bentuk spiral berfungsi untuk melindungi organ-organ dalam, dibagian dalam cangkang dilapisi oleh mantel tipis, kecuali yang berhubungan dengan kaki, pada bagian ini terdapat kollar tebal berfungsi mensekresi cangkang, dibawah kollar terdapat lubang respirasi yang bermuara kedalam rongga mantel. Anus bermuara tepat dibelakang lubang respirasi terdapat lubang kelamin (genital pore) terletak disisi kanan kepala, tepatnya diposterior tentakel pasangan kedua (Kastawi, 1986).
b.Sistem cardiovaskuler
Cordivaskuler terdiri dari dua bagian satu atrium dan satu ventriculus, dari ujung ventriculus keluar aorta yang bercabang dua ialah:
1.cabang yang berjalan kearah anteraior, memberi darah kearah tubuh bagian anterior (kepala), kemudian ia membelok kearah ventral menjadi arteria pedalis, yang memberi darah kearah kaki.
2.cabang yang berjalan kearah posterior, memberi darah kearah viscera, terutama kearah glandulae digestoria, ventriculus dan ovotestis.
Arceria bercabang kearah rongga darah atau hemocelom, lalu arah dikumpulkan kedalam circulus venosa, yaitu pembuluh darah yang berjalan melingkar, kemudian darah diteruskan kearah paru-paru untuk melepaskan CO2 dan menerima O2, darah berisi pigmen pernafasan yaitu hemocianin yang berwarna biru untuk mengikat O2 selain itu darah juga berfungsi untuk mengedarkan sari-sari makanan dan sisa metabolisme (Radiopoetra, 1996).
c.Sistema respiratorium
Bekicot bernafas menggunakan paru-paru yang disebut palmonata, paru-paru berupa jaringan pembuluh darah dan berada disebelah dinding luar mantel. Posisi paru-paru dapat berubah karena aktivitas otot-otot tertentu, pada waktu otot berkontraksi, kedudukan paru-paru mendatar yaitu menempel pada chonca, cavum palli membesar sehingga udara dari luar masuk melalui pneupostoma,pada waktu otot itu mengendor kedudukan paru-paru melengkung yaitu menonjol kedalam cavum palli, cavum palli mengecil, sehingga tekanan udara bertambah dan mengalir keluar (Mukayat, 1982).
d.Sistema ekskresi
Alat ekskresi terdiri atas ginjal yang terletak pada jantung. Ureter merupakan saluran dari ginjal terletak dissi sepanjang rektum dan bermuara dekat anus (Kastawi, 1986).
e.Sistema nervosum
Berupa ganglion yang cabangnya sukar diidentifikasi semua ganglia yang utama dan commisural membentuk jaringan syaraf yang mengelilingi ujung anterior esofagus, disebelah dorsal ialah ganglion serebral, sebelah ventral ganglion pedale, dan sebelah lateral dari yang kedua ini ialah ganglion perural, agak dari sebelah belakang ganglia terdapat ganglia parietale, dan sebelah median adalah gangla abdominale, didepan cincin syaraf ini terdapat ganglion bucale, meraka dihubungkan dengan ganglia cerebral oleh jaringan yang tipis. Dari ganglia pokok inilah keluar syaraf yang menuju alat-alat tubuh (Radiopoetra, 1996).
f.Organa sensorium
Pada ujung tiap tentakel posterior panjang trdapat sebuah mata dengan kornea, lensa dan retina dan mungkin juga organ pencium (olfaktorius), dibawah ganglion kaki terdapat sepasang statokis, yaitu organ keseimbangan, masing-masing mengandung benda-benda berkapur, silia dan sel-sel peraba (Mukayat, 1982).
g.Lokomotion dan kelakuan
Cara bergeraknya dari satu tempat ketempat lain dengan cara menggelincir kelenjar lendir yang bermuara tepat dibawah mulut mengeluarkan lapisan tipis lendir, dan diatas lendir ini hewan tersebut bergerak dengan cara mengerutkan serabut otot longitudinal otot kaki.diketahu bahwa kecepatan gerak siput sekitar 2 inci (5 centi meter) setiap menitnya (Kastawi, 1986).
h.Sistem reproduksi
Reproduksi bekicot bersifat monocieous (hermafrodit), namun untuk pembuahan sel telur diperlukan individu pasangan, karena spermatozoa dihasilkan ovotestis, keluar menuju saluran hermafroditikus kemudian menuju saluran sperma menju vasdeverens, telur juga berrasal dari ovotestis keluar menuju saluran hermafroditikus lalu dibungkus oleh albumin, kemudia telur meluncur kesaluran oviduk masuk kedalam vagina, dalam oviduk telur dibungkus oleh cangkang yang dihaslkan oleh epitel saluran tersebut, kedalam vagina bermuara lendir, kantung duri dan duktus spermateka, vagina maupun penis bemuara kedalam atrium genital (Kastawi, 1986).
a.2 Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari spesies Achatina fulica adalah sebagai berikut:
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Ordo : Pulmonata
Subordo : Stylommotophora
Famili : Achatinidae
Genus : Achatina
Species : Achatina fulica
(Jasin, 1989).

a.3 Habitat
Mollusca hidup secara heterotrof dengan memakan ganggang, udang, ikan ataupun sisa-sisa organisme.Habitatnya di air tawar, di laut dan didarat.Beberapa juga ada yang hidup sebagai parasit(Wardhana,Pman.2008).
Bekicot (Achatina fulica) memiliki habitat hidup daratan yang lembab atau di habitat terrestrial insang mengalami kemunduran dan memodifikasi rongga mantel menjadi paru-paru bekicot termasuk dalam kelompok pulmonata, bekicot aktif pada malam hari untuk mencari makanan (Kastawi, 1986).
a.4 Prinsip-prinsip
Keberadaan hewan-hewan di muka bumi sangat beragam. Keberagaman inilah yang hendaknya dipelajari sebagai obyek yang diharapkan dapat diambil fungsi dan manfaatnya bagi kelangsungan hidup manusia. Salah satu hewan yang sering kita temui adalah kelas gastropoda. Bekicot (Achatina fulica) yang termasuk dalam kelas ini, tubuhnya tertutup oleh cangkang yang berbentuk spiral, mereka hidup di air tawar, di laut dan didarat. Beberapa juga ada yang hidup sebagai parasit. Tubuh bekicot ini tertutup cangkang yang merupakan hasil sekresi dari kollar, sudah memiliki system pencernaan yang lengkap terdiri dari mulut,usus,lambung, dan anus.
Menurut Creswell dan Kopiang (1981) merinci komposisi kimia bekicot, ternyata dagingnya memang kaya protein. Cangkang bekicot kaya kalsium, dan dalam daging tersebut masih terdapat banyak asam-asam amino. Sementara itu sumber data lain menunjukkan, protein yang terkandung sekitar 12 gram per 100 gram dagingnya. Kandungan lain adalah lemak 1%, hidrat arang 2%, kalsium 237 mg, fospor 78 mg, Fe 1,7 mg serta vitamin B komplek terutama vitamin B2. Selain itu kandungan asam amino daging bekicot cukup menonjol. Dalam 100 gr daging bekicot kering antara lain terdiri atas leusin 4,62 gr, lisin 4,35 gr, arginin 4,88 gr, asam aspartat 5,98 gr, dan asam glutamat 8,16 gr (Creswell dan Kopiang 1981).
Oleh karena itu pratikum ini kita lakukan agar kita bisa mengamati morfologi bagian luar maupun anatominya. Sehingga dengan adanya praktikum ini kita bisa mengetahui ciri-ciri, bagian-bagian dari hewan ini, alat reproduksinya, serta saluran ekskresi, dan cara geraknya. Selain itu praktikum ini diadakan untuk membutikan keterangan yang ada pada buku kepustakaan dengan pengamatan secara langsung sehingga kita bisa membuktikan kebenarannya.
B.Alat dan Bahan
Dalam praktikum kali ini yaitu tentang Filum Annelida memerlukan beberapa alat dan bahan laboratorium. Adapun alat-alat yang di gunakan adalah: Papan seksi, pinset, tissue, gunting, dan silet. Sedangkan bahan yang di gunakan adalah : bekicot (Achatina fulica).

C.Metode Praktikum
1.Di siapkan papan seksi
2.Di ambil bekicot (Achatina fulica), kemudian dicuci dan di letakkan pada papan seksi
3.Di amati morfologi luar (Achatina fulica), yang meliputi : bagian kepala, badan, kaki, tentakel, mulut, mata indra pembau, indra penglihat dan vagina
4.Di bedah cangkang (Achatina fulica)
5.Di hitung detak jantung tiap 1 menit
6.Di amati anatomi (Achatina fulica), yang meliputi : crop, intestine, lambung, anus, ginjal, ovotestes,penis saluran hermaprodit, dan lubang respirasi
7.Di gambar hasil pengamatan.
D. Hasil dan Pembahasan
d.1 Hasil Pengamatan
d.1.1 Bagian Morfologi
Keterangan:
1.Kepala
2.Badan
3.Kaki
4.Tentakel
a.Indra penglihat
b.Indra pembau
5.Mulut
6.Mata
7.Vagina

d.1.2 Bagian Anatomi
Keterangan :
1.Pencernaan
a.Intestine
b.Lambung
c.Anus
2.Eksresi
a.Ginjal
3.Reproduksi
a.Ovotestes
b.Penis
c.Saluran hermaprodit
d.Lubang respirasi

d.2 Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, yaitu pertama-tama dilakukan pengamatan terhadap ciri-ciri morfologi luar dari Bekicot (Achatina fulica), yang mana didapatkan bahwa Bekicot memiliki kepala yang terletak pada bagian anterior, yang tampak terdapat 2 pasang tentakel dan juga mulut yang dilindungi oleh sebuah cangkang. Tubuh bekicot terdapat dibawah bagian kepala yang selalu diselubungi oleh cangkang, kaki berbentuk lebar dan pipih, terdapat pada daerah perut yang berfungsi untuk bergerak, yang mengandung selaput mukosa dan menghasilkan lender yang berfungsi untuk mempermudah pergerakannya. Pergerakan bekicot yaitu secara tidak teratur arahnya, dan bergeraknya dengan cara merambat.
Dan pada bagian badan terdapat semua organ dari bekicot tersebut yang dilindungi oleh cangkang keras yang disekresi oleh kollar, cangkang bekicot berbentuk melingkar dan membentuk kerucut. Selanjutnya pada bagian bawah terdapat kaki yang menyerupai perut yang digunakan sebagai alat gerak, keluarnya kaki tersebut dari cangkangnya kadang-kadang sangat lambat jika bekicot tersebut dipegang tetapi jika dilepaskan akan mudah keluarnya. Tentakel terdapat 2 buah yaitu tentakel panjang dan tentakel pendek, tentakel panjang terletak diatas tentakel pendek, pada tentakel panjang terdapat bintik mata sebagai penerima rangsangan cahaya dan pada tentakel dibawahnya berfungsi sebagai indra pembau, dibawahnya tentakel tersebut terdapat mulut yang berfungsi untuk mendapatkan makanan, dan disamping atas tentakel panjang terdapat vagina, warnanya putih dan pada saat kawin akan terlihat lebih putih dan mengeluarkan busa sehingga akan lebih mudah untuk diamati.
Menurut Wiryono (2006), Tubuh mollusca terdiri dari tiga bagian utama yaitu, kaki merupakan penjulur bagian ventral tubuhnya yang berotot. Kaki berfungsi untuk bergerak merayap atau menggali. Pada beberapa molluska kakinya ada yang termodifikasi menjadi tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa. Massa viseral adalah bagian tubuh mollusca yang lunak, massa viseral merupakan kumpulan sebagaian besar organ tubuh seperti pencernaan, ekskresi, dan reproduksi. Mantel membentuk rongga mantel yang berisi cairan. Cairan tersebut merupakan lubang insang, lubang ekskresi, dan anus. Selain itu, mantel dapat mensekresikan bahan penyusun cangkang pada mollusca bercangkang, yang disebut dengan kollar.
Hal yang serupa juga dikemukakan oleh, Howells (2005), yang mengatakan bahwa, bentuk cangkang keong pada umumnya seperti kerucut dari tabung yang melingkar seperti konde (gelung, whorl). Puncak kerucut merupakan bagian yang tertua, disebut apex. Sumbu kerucut disebut columella. Gelung terbesar disebut body whorl dan gelung-gelung di atasnya disebut spire (ulir). Alat indera pada keong meliputi mata, tentakel, osphradia dan statocyt. Mata sederhana atau kompleks, biasanya terletak di pangkal tentakel yang berfungsi untuk mendeteksi perubahan intensitas cahaya. Tentakel sepasang atau dua pasang, selain mata terdapat sel peraba dan chemoreceptor serta mulut yang berada pada bagian dibawah tentakel yang berfungsi sebagai peraba (Howells, 2005).
Setelah mengamati bagian morfologi selanjutnya kita mengamati anatomi dari bekicot tersebut, pertama-tama cangkang dari bekicot tersebut dibuka dengan menggunakan gunting, setelah organ dalam dari bekicot tersebut terlihat maka langkah selanjutnya adalah mengamati jantung dari bekicot tersebut, kemudian dihitung detak jantungnya selama satu menit dan didapatkan hasil bahwa jantung bekicot berdetak 27 kali pada tiap menitnya.
Selanjutnya pada organ pencernaan dari bekicot terdapat beberapa bagian diantaranya crop, intestine, lambung, dan anus. Sebenarnya pada system pencernaan tidak hanya empat organ diatas, tetapi masih ada yang lain yang tidak disebutkan dalam pembahasan ini karena yang dapat mudah dilihat oleh mata telanjang hanyalah empat organ tersebut. Crop terletak pada bagian awal pencernaan atau mungkin biasa disebut sebagai mulut dari hewan tersebut, kemudian menuju pada intestine yang terletak didekat kollar berwarna hitam yaitu istilah lain dari usus, didalam intestine ini biasanya terjadi penyerapan zat makanan yang diekskresikan oleh enzim-enzim yang terdapat pada intestine tersebut, setelah itu masuk kedalam lambung yang bentuknya melingkar berwarna hitam, berngsi sebagai pengolah zat makanan yang masuk melalui usus dan kemudian sisa makanan masuk kedalam anus yang terletak dibawah kollar yang berlubang dan kemudian dikeluarkan sebagai kotoran. Dan pada alat ekskresi, yaitu ginjal terlihat berwarna kuning keputih-putihan yang terletak disebelah lambung, yang berfungsi untuk saluran pengeluaran.
Menurut Poort (1998), Di dalam badan Gastropoda terdapat alat-alat penting untuk hidupnya diantaranya ialah alat pencernaan, alat pernafasan serta alat genitalis untuk pembiakannnya. Saluran pencernaan terdiri atas : mulut, pharynx yang berotot, kerongkongan, lambung, usus, dan anus. Dan saluran eksresinya yaitu ginjal yang berwarna kuning yang bersambung dengan ureter yang berada disekitar anus (Poort, 1998).
Hal ini juga dikemukakan oleh Kastawi (2005), bahwa alat pencernaan dari Achatina fulica terdiri atas ludah, tembolok, lambung, kelenjar pencernaan, usus rectum dan anus. Ketika makanan sudah digaruk dengan menggunakan mandibula, maka akan langsung dipecah didalam radula. Kemudian terjadilah massa bukal, selanjutnya kelenjar ludah yang terletak dikanan kiri tembolok melakukan sekresinya menuju kerongga mulut dan bercampur kedalam makanan. Esophagus bermuara didalam tembolok dan makanan akan menuju ke lambung. Kemudian absorpsi terjadi didalam usus dan kotoran akan dikeluarkan melalui anus. Dan alat eksresi terdiri atas ginjal yang terletak dekat jantung, ureter yang merupakan saluran dari ginjalterletak disisi sepanjang rectum dan bermuara dekat anus.
Kemudian pada system reproduksi dari bekicot, terdiri dari ovotestes, penis, saluran hermaprodit, dan lubang respirasi, ovotestes bentuknya mirip seperti daun terletak disebelah atas bagian tubuh yang melingkar tetapi tidak terlalu ujung, penisnya terletak di bagian bawah tubuh, tepatnya ditengah-tengah ventral bagian depan, sedangkan letak dari saluran hermaproditnya yaitu terletak sebelum ovotestes yang bentuknya agak memanjang seperti garis, dan lubang respirasinya terletak pada bagian kollar tepatnya pada tepi kollar yang berwarna putih yang mengelilingi cangkang.
Menurut Kastawi (2005), reproduksi bekicot bersifat monocieous (hermafrodit), namun untuk pembuahan sel telur diperlukan individu pasangan, karena spermatozoa dihasilkan ovotestis, keluar menuju saluran hermafroditikus kemudian menuju saluran sperma menju vasdeverens, telur juga berrasal dari ovotestis keluar menuju saluran hermafroditikus lalu dibungkus oleh albumin, kemudia telur meluncur kesaluran oviduk masuk kedalam vagina, dalam oviduk telur dibungkus oleh cangkang yang dihaslkan oleh epitel saluran tersebut, kedalam vagina bermuara lendir, kantung duri dan duktus spermateka, vagina maupun penis bemuara kedalam atrium genital (Kastawi, 1986).








DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 2009. Gambar bekicot. Diakses (07 November 2009). (20.00).
Barnes, R.D. Invertebrate Zoology Fourth Edition. New York : Sounders Collage Publishing.
Brotowijoyo, Mukayat, D. 1989. Zoology Dasar. Jakarta: Erlangga.
Dharma, B. 1988. Indonesian Shells. Jakarta: Sarana Graha.
Howells, R. 2005. Invasive Applesnail In Texas: Status of these Harmful Snails through Spring 2005. , Texas: Texas Parks and Wildlife Department.
Jasin, Maskuri. 1984. Sistematika Hewan Vertebrata dan Avertebrata. Surabaya : Sinar Wijaya Surabaya.
Kimbal, John. W. 1983. Biologi, edisi ke lima. Institut pertanian bogor : PT gelora Aksara Pratama.
Kastawi, Yusuf, dkk. 1986. Keaneka Ragaman Hewan Tingkat Rendah (Avertebrata). Malang: Universitas Negri Malang.
Kastawi, Yusuf. 2005. Zoologi Avertebrata. Malang : UM Press.
Nontji , A. 1986. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan.
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta : PT. Gramedia.
Radioputro. 1996. Zoologi. Jakarta: Erlangga.
Wiryono. 2006. Pengaruh Bekicot (Achatina fulica) Terhadap Pertumbuhan Tanaman lamtoro (Leuceina leuchocepala) dan Turi (Sesbania grandiflora) Pada Media Tanam Bekas Penambangan Batu Bara. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. Volume 8. No.I. Hal : 50-56.


JAWABAN PERTANYAAN
1.Tabel ciri-ciri khusus lima kelas anggota filum Mollusca
No
Kelas
Kerangka
Organ respirasi
Jenis makanan
Organ reseptor
Habitat
1.
Aplacophora

tidak mempunyai cangkang
insang type bypecti-nate
hidroid dan karang lunak (filum Cnidaria)

Di laut
2.
Monoplacophora

cangkang yang bersifat bilateral simetri
Insang
sponge dan fora minifera
sepasang ganglia serebral dan cincin saraf sirkum oral
Di laut
3.
Poliplacophora

Memiliki 8 keping cangkang yang tersusun tumpang tindih seperti genting
insang bipectinate(ktenidia)

terdiri dari cincin sirkum- esofangeal
Di pantai
4.
Gastropoda

Memiliki cangkang
Insang, paru-paru
tanaman misalnya bayam
Berupa ganglion yang bercabang di seluruh tubuh
Di darat yang lembab
5.
Pelecyphoda

Memiliki dua cangkang dengan engsel dibagian dorsal
insang( branchia atau stenidia)
partikel-partikel organik yang terbawa oleh air melalui sifon ventral
Berupa ganglion yang terletak sebelah esofagus
Di air tawar, di air laut
6.
Cephalopoda
Berupa mantel
Insang
Hewan-hewan kecil
Terdiri dari 3 pasang ganglion
Di laut

2.Gastropoda beradaptasi dengan linkungan
Adaptsi gastropoda terhadap lingkungan kering yaitu dengan cara memodifikasi rongga mantel menjadi paru-paru. Tapi pada umumnya gastropoda hidup di daratan atau ditemppat kering, tapi hewan ini banyak ditemukan ditempat yang lembab serta tersembunyi, misalnya di bawah daun-daun yang lembab, kebanyakan hewan ini bergerak pada malam hari untuk mencari makanan.
3.Proses fertilisasi pada kelas Pelecypoda
Spermatozoa dibawa keluar tubuh hewan jantan melalui sifon dorsal dan masuk ketubuh hewan betina melalui sifon ventral. Telur yang matang keluar dari ovari masuk kerongga suprabrankhial. Zigot melekat dalam pembuluh air dari ingsan dan disebut sebagai kamar eram (marsupia). Setiap zigot mengalami pembelahan tidak sama dan menjadi larva glokidium dengan dua cangkang yang mengandung otot aduktor dan sebuah benang panjang.
4.mekanisme gerak maju dan mundur pada cumi-cumi
Mekanisme gerak pada cumi-cumi adalah seperti mesin jet, karena kaki hewan ini mengalami modifikasi dalam bentuk corong.
LAPORAN PRAKTIKUM
TAKSONOMI INVERTEBRATA
PHYLLUM NEMATHELMINTHES (Cacing Giling )
Ascaris lumbricoides
Waktu dan Tempat :
Praktikum pengamatan tentang Phylum Nwmathelminthes dilaksanakan pada hari Jum’at, 6 November 2009 jam 16.00 WIB di Laboratorium Pendidikan Biologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.


Tujuan :
1.Dapat mengetahui morfologi luar tubuh Ascaris lumbricoides
2.Untuk mengetahui klasifikasi Ascaris lumbricoides
3.Untuk mengetahui habitat Ascaris lumbricoides
4.Untuk mengetahui anatomis tubuh dari Ascaris lumbricoides di lihat dari bagian ventral, dorsal, anterior dan juga posteriornya.


A.PENDAHULUAN

a.1. Morfologi dan Anatomi
Ascari lumbricoides mempunyai ukuran yang berbeda antara betina dengan jantan. Biasanya betina mempunyai ukuran yang lebih besar sekitar 20-29 cm dengan diameter 4-6 mm. sedang jantan mempunyai panjang 13-31 cm dan dimeternya 2-4 mm. Mempunyai mulut di bagian anterior yang di batasi oleh enam bibir. Tetapi bibir menggabung menjadi satu, sehingga mengumpul di bagian dorsal. Bibir dorsal mempunyai dua pasangn papilla sensori, sedang masing-masing bibir vontrolateral mempuynyai satu pasang papilla sensori. Pada Ascaris yang bersifat parasit bibir enam papilla tidak ada (Rodiepoetra, 1996)
Cacing jantan berukuran sekitar 10-30 cm, sedangkan betina sekitar 22-35 cm. Pada cacing jantan ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut di ujung ekornya (posterior). Pada cacing betina, pada sepertiga depan terdapat bagian yang disebut cincin atau gelang kopulasi. Cacing dewasa hidup pada usus manusia. Seekor cacing betina dapat bertelur hingga sekitar 200.000 telur per harinya. Telur yang telah dibuahi berukuran 60 x 45 mikron. Sedangkan telur yang tak dibuahi, bentuknya lebih besar sekitar 90 x 40 mikron. Telur yang telah dibuahi inilah yang dapat menginfeksi manusia (Padmasutra, 2007).
Phylum Nematylmintes merupakan golongan yang tidak asing bagi kita, apalagi anggota dari phylum ini adalah Ascaris lumbricoides, jenis ini merupakan yang paling banyak di kenal di antara jenis lain dari phylum Nematylmintes. Cacing jenis ini sangat besar pengaruhnya dalam organ pencernaan manusia, karena sifatnay yang bersifat parasit adalah hidup dalam usus manusia. Ascaris lumbricoides pada inangnya dapat menyebabkan penyakit cacingan (Boolotion, 1979).
Ascaris mempunyai tubuh yang sangat yang berbentuk silindris, tidak beruas-ruas tidak berappendiks (usus buntu), dan tidak mempunyai proboscis. Tubuhnya berbentuk seperti gelang (Roundworm). Tubuh yang di tutup oleh kutikula yang elastic dan tersusun oleh protein. Epidermisnya tipis, sedangkan di bawah epidermis terdapat satu lapis serabut otot yang terbentang secara longitudinal dan di bagi oleh taliu-tali menjadi 4 kuadran. Saluran pencernaanya lengkap, lurus, anusnya terdapat pseudoseo (rongga). Mempunyai esophagus yang di kelilingi oleh cincin saraf yang berhubungan dengan bagian posterior dan bagian anterior. Alat kelaminnya terpisah, hewan jantan daripada hewan betina (Kastawi, 2003).
Di dekat ujung posterior terdapat anus dengan bibir yang tebal. Pada jantan mempunyai kloaka sedangkan pada betina bukan kloaka tapi merupakan sebuah anus. Di bagian kloaka terdapat sebuah kutuikula yang berupa 50 pasang papilla preanal dan 5 pasang post-anal. Papilla-papila berfungsi untuk kopulasi. pada bagian ujung posterior terdapat ekor post-tanal yang pada hewan betina lurus sedan pada hewan jantan melengkung lubang genitai betina yang di sebut vulva atau genovor terletak pada sisi ventral sepertiga bagian panjang posterior. Dan di belakang bibir terdapat sebuah lubang ekskresi terletak pada bagian ventral (Kastawi, 2003).
Ascaris lumbricoides adalah cacing yang hidup parasit pada usus manusia dan hewan. Yang dapat menyebabkan penyakit (Mangiavillano, 2009).
Ascaris lumbricoides ekor-ekor dari separo tubuh di bagian atas menyisip ke dalam tali dorsal dan bergabung denagan sarf dorsal. Ekor-ekor otot separo tubuh pada bagian bawah menisip ke daam tali ventral dan bergabung dengan tali ventral. Otot itu terletak pada kuadran yang di pisahkan oleh tali longitudinal. Kontaraksi pada otot Ascaris lumbricoides tersebut menyebabkan tubuh dapat meliujk-liuk. Pda potongan melintang, otot-otot menunjukan suatu daerah yang peripheral yang berbentuk U menutup zona protoplasmic yang berbentuk batang , di samoing itu juga otot-otot membentuk dinding tubuh yang juga terdapat otot-otot pada faring , vagian dari cacing betina, dan daerah spikula dari cacing jantan (Sugeng, 1982).
Cacing jantan berukuran sekitar 10-30 cm, sedangkan betina sekitar 22-35 cm. Pada cacing jantan ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut di ujung ekornya (posterior). Pada cacing betina, pada sepertiga depan terdapat bagian yang disebut cincin atau gelang kopulasi. Cacing dewasa hidup pada usus manusia. Seekor cacing betina dapat bertelur hingga sekitar 200.000 telur per harinya. Telur yang telah dibuahi berukuran 60 x 45 mikron. Sedangkan telur yang tak dibuahi, bentuknya lebih besar sekitar 90 x 40 mikron. Telur yang telah dibuahi inilah yang dapat menginfeksi manusia (Jasin, 1984).
Pada tinja penderita askariasis yang membuang air tidak pada tempatnya dapat mengandung telur askariasis yang telah dubuahi. Telur ini akan matang dalam waktu 21 hari. bila terdapat orang lain yang memegang tanah yang telah tercemar telur Ascaris dan tidak mencuci tangannya, kemudian tanpa sengaja makan dan menelan telur Ascaris. Telur akan masuk ke saluran pencernaan dan telur akan menjadi larva pada usus. Larva akan menembus usus dan masuk ke pembuluh darah. Ia akan beredar mengikuti sistem peredaran, yakni hati, jantung dan kemudian di paru-paru. Pada paru-paru, cacing akan merusak alveolus, masuk ke bronkiolus, bronkus, trakea, kemudian di laring. Ia akan tertelan kembali masuk ke saluran cerna. Setibanya di usus, larva akan menjadi cacing dewasa. Cacing akan menetap di usus dan kemudian berkopulasi dan bertelur. Telur ini pada akhirnya akan keluar kembali bersama tinja. Siklus pun akan terulang kembali bila penderita baru ini membuang tinjanya tidak pada tempatnya (Gandahusada, 2006).

a.2. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari spesies Ascaris lumbricoides adalah sebagai berikut:
Kingdon: Animalia
Phylum: Nemathelminthes
Sub phylum  Aschelminthes
Classis: Nematoda
Ordo: Ascaroidea
Family: Ascaris lumbricoides
Genus: Cacing gelang
Spesies: Ascaris lumbricoides
(Brotowidjojo, 1989).


a.3. Habitat
Sebagian besar nemathelminthes hidup bebas. Mereka dapat di temukan di air tawar, air asin dan juga dalam tanah. Sebagian parasit, hewan ini hidup dalam tubuh hewan lain dan tumbuhan. Dikatakan bahwa jika semua zat di bumi musnah kecuali nemathelminthes, maka kita masih dapat mengenal semua mahluk yang pernah ada benda mati maupun organism hidup dengan jenis nemathelminthes yang di kandungnya (Kimball, 1991).
Cacing giling (Ascaris lumbricoides) merupakan cacing yang bersifat endoparasit di dalam usus halus manusia. Habitat dari cacing ini dalam rongga usus. Cacing parasit ini tersebar secara kosmopolit. Banyak cacing Ascaris juga tidak hanya di jumpai dalam rongga usus manusia, tapi banyak juga di jumpai dalam usus halus babi dan sapi. Cacing ini keluar dari dari hospesnya maka di luar inang akan membentuk semacam cairan, yang dapat dapt membungkus seluruh bagioan tubuhnya, ddi namakan sista. Dengan tujuan untuk melindungi dari bahaya luar yang ekstrim (Brotowidjojo, 1989).
Cacing juga mempunyai varietas-varietas yang hidup dalm manusia, babi, maupun hewan lain seperti ayam, mempunyai ciri-ciri morfologi yang sama, tetapi secara fisiologis berbeda bentuk, karena cacing berada pada tahap infektif tidaka dapta berkembang dalam inang yang berbeda. Ascaris lumbricoides var sum merupakan varietas yang hidup dalam rongga usus babi. Varietas ini dapat juga menginfeksi manusia, tetapi infeksinya akan hilang dalam 1-2 bulan (Kastawi,2003).

a.4. Prinsip
Praktikum ini kita mengamati tentang hewan Nemathelminthes yakni, Ascaris lumbricoides. Hal ini dilakukan untuk mengetahui morfologi luar maupun dalam dari Ascaris lumbricoides serta alat-alat gerak maupun reproduksinya.
Ascaris lumbricoides mempunyai suatu ciri-ciri yang berbeda dengan cacing jenis lainnya, Antara jantan dengan betina mempunyai cirri-ciri yang bherbeda antara pbesar tuibuh hewan inio maupun dari di lihat bagian posterior yang mempunyai perbedaan di bagian ekor pada betina lurus dan pada jantan ekor melengkung. Di perhatikan perlunya menyusun laporan ini adalah karena cacing Ascaris merupakan yang hewan dari phylum Nematylmintes yang banyak di kenal oleh, baik masyarakat awam maupun para peneliti. Ccing ini bersifat parasit, dan tinggal dalam usus manusia. Di antara jenis cacing yang termasuk phylum nemathelmintes Ascaris merupakan hewan yang sering di susun laporan, karena cacing ini mempunyai bentuk dan anatomi yang berbeda dengan jenis yang lain (Boolotion, 1979).
Dan juga dalam pengamtan invertebrate Nematoda yang di pilih dari jenis Ascaris lumbricoides karena cacing ini sangat penting untuk di kaji lebih dalam lagi, sebagai wakil dari golongan cacing gelang (Roundwworm), karena dari jenis ini sudah mewakili jenis cacing dari phylum nematylmintess yang lain (Brotowidjojo,1989).

B. Alat dan Bahan
Dalan praktikum kali ini yakni tentang filum Nemathelminthes memerlukan beberapa alat dan bahan. Adapun alat-alat yang di gunakan adalah: Mikroskop, kaca benda dan penutupnya serta silet tatra dan penggaris. Sedangkan bahan-bahan yang di gunakan adalah: Cacing Giling atau Ascaris lumbricoides.

C. Metode Praktikum
1.Di siapkan mikroskop untuk pengamatan cacing giling (Ascaris lumbricoides).
2.Di ambil cacing giling (Ascaris lumbricoides) sebanyak satu ekor
3.Di letakkan cacing giling (Ascaris lumbricoides) diatas kaca benda.
4.Di amati morfologi luar pada cacing giling (Ascaris lumbricoides)
5.Di ukur panjang dan diameter dari cacing giling (Ascaris lumbricoides)
6.Di amati bagian anatomi pada cacing giling (Ascaris lumbricoides).
7.Di amati dengan mikroskop bagian-bagian dari cacing giling (Ascaris lumbricoides) dengan perbesaran lemah.
8.Di catat dan digambar hasilnya pada tabel pengamatan.

D. Hasil dan Pembahasan
d.1. Bagian Anterior
Keterangan:
1.Mulut
2.Bibir
3.Faring
4.Garis longitudinal



d.2. Bagian Posterior
Keterangan:
1.Ekor
2.Anus
3.Vulva
4.Testis

d.3. Bagian Dorsal
Keterangan:
1.Bibir
2.Mulut

d.4 Bagian Ventral
Keterangan:
1.Ekor
2.Lengkungan

d.2. Pembahasan
Berdasarkan pengamatan pada praktikum yang kami lakukan, kami hanya mengamati hanya satu spesies saja yaitu Ascaris lumbricoides, spesies ini merupakan bagian dari filum Nemathelminthes, Ascaris lumbricoides ini kami dapatkan dari dalam usus ayam yang telah di sembelih. Pada pengamatan kami, pertama-tama kami mengamati struktur morfologi luarnya terlebih dahulu yang mana kami dapatkan bahwa Ascaris lumbricoides memiliki bentuk silinder dan tidak besegmen. Ascaris lumbricoides yang kami amati mempunyai panjang 6,5 cm atau 65 mm, anterior berbentuk tumpul dan posteriornya berbentuk lancip serta mempunyai warna putih kekuningan.
Dan pada pengamatan di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x10 kami melihat Ascaris lumbricoides memiliki bentuk silinder pula, tetapi pada pengamatan dibawah mikroskop tampak bahwa pada tubuh Ascaris lumbricoides bersegment,ujung anteriornya sama dengan pengamatan sebelumnya yaitu tumpul, dan pada ujung posteriornya juga sama yaitu lancip. Tetapi pada pengamatan di bawah mikroskop menunjukkan adanya lengkungan pada ekornya, sehingga dapat kita ketahui bahwa Ascaris lumbricoides yang kami amati adalah jantan karena terdapat lengkungan pada ekornya.
Pada pengamatan Ascaris lumbricoides ini sangat sulit diamati ketika masih hidup atau bernyawa. Karena cacing Giling (Ascaris lumbricoides) selalu aktif dalam bergerak, yang mana gerakannya sangat tidak teratur mulai dari merayap sampai kadang-kadang mengangkat bagian anteriornya untuk membantu pergerakannya. Dalam pergerakan merayap Ascaris lumbricoides yaitu seperti dengan cara memanjangkan dan mengerutkan kembali tubuhnya sehingga terjadi pergerakan dan perpindahan tempat baik kekanan kekiri ataupun kedepan yang mana semuanya tergantung pada anteriornya.
Pernyataan di atas sesuai dengan ungkapan Jasin, 1984. Yang mengungkapakan bahwa, Pada gerak merayap, tubuh cacing memanjang sebagai akibat dari kontraksi otot sirkular dan dorsoventral. Kemudian bagian depan tubuh mencengkam pada substrat dengan mukosa atau alat perekat khusus. Dengan mengkontraksikan otot-otot longitudinal, bagian tubuh belakang tertarik ke arah depan. Gerakan otot-otot obliqus menyebabkan tubuh membelok (jasin, 1984).
Dari literature, telah di jelaskan bagian-bagian antomi phylum nematylmintes dengan jenis Ascaris lumbricoides. Di mulai bagian anterior pada hewan jantan terdapat mouth yang berjumlah enam bibir berfungsi sebgai tempatnya msuknya makanan dari luar tubuh. Esophagus dan saluran excretory berada di setelahnya. Di lateral terdapat lamina dan saluran ejakulasi (kloaka) befungsi dalam hal ini sebagai saluran keluarnya sperma untuk masuk dalam ovariumnya yang betina. Di bagian posterior terdpat testis merupakna alat kelamin reproduksi hewan jantan dan vas deferens (Bolotion,1979). Bagian anatomi hewan betina lebih lengkap, yaitu antara lain di anterior terdapat mulut (mouth) dan esophagus, serta saluran pengeluaran. Di bagian tengah terdapt ovary yang berhungan langsung dengan bagian oviduct. Bagian berfungsi sebagai tempat bertemunya sperma dan ovum. Dan di bagian posterior terdapat vulva dan anus (Brotowidjoyo,1989).










(Anonymous,2009)
Cacing nemathoda ini bergerak dengan lamban dikarenakan cacing ini mempunyai susunan otot yang terdapat pada dinding dan pergerakannya tidak seperti cacing lainnya yang dalam pergerakannya cepat dan berjalan dengan mengangkat tubuhnya,,sifat yang dimiliki oleh cacing ini adalah pergerakan lambat dan selalu bergerak maju
Ascaris lumbricoides bergerak karena di sebabkan oleh adanya otot-otot yang terdapat pda dinding tubuh, otot itu terletak di antara talim epidermal, dan membujur sepanjang tubuh. Otot-otot di bagi menjadi empat kuadran, dua kuadran terletak pada sisi dorsal dan yang lain pada sisi ventral , kontraksi dan relaksasi dari otot yang menyebabkan tubuh cacin memendek dan memanjang. Koordinasi gerak dari keempat kuadran otot menyebabkan cacing bergerak dengan meliuk-liuk (Kastawi,2003)
Pada system respirasi cacing Ascaris lumbricoides. Respirasi di lakukan dengan aerob. Energy di peroleh dengan cara mengubah glikogen menjadi CO2 dan asam lemak yang di eskresikan melalui kutikula. Tapi ascaris lumbricoides dapat menkonsumsi kalau di lingkungannya tersedia. Jika oksigen, gas itu di ambil oleh hemoghlobin yang ada di dalam dinding tubuh dan cairan pseudosul (Sugeng,1982)
Organ kelamin jantan di bagian posteriornya testisnya satu, panjang, dan menggulung, dan berlanjut menjadi saluran vas deferens. Vas deferens bergabung dengan vesikula seminalis yang mempunyai dinding yang berotot dan terletk di bagian posterior. Sedang vesikula seminalis tersambung dengan saluran ejakulasi yang pendek, sempit, pendek, yang bermuara pada kloaka keluar kea rah tubuh hewan. Organ kelamin betina terletak pada du pertiga tubuh dari arah posterior. Ovary berjumlah dan berbentuk benang yang menggulung. Ovary mempunyai saluran (oviduk) yang berukuran lebih lebar. Oviduk bermuara di ujung uterus yang dindingya berotot. Uterus mempunyai satu lapiasan dalam yang tebal dan tersusun otot sirkular. Sedang lapisan luar tipis tersusun oleh otot obliq atau serong (Kastawi,2003).
Di dalam ovary telur-telur yang tumbuh memanjang tertata radial mengelilingi sebuah rachis sitoplasmik sentral, perkembangan sperma yang bersifat amoeboid dalam testis, di kemas di sekitar rachis sentral. Pada akhir gonad, gametisit-gametosit terbentuk terbentuk dan mengalami pematangan untuk membentuk sel telur dan sperma (Brotowidjoyo,1989).




















DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2008. www. Southtexascollege. Edu. (on line) (09 November 2009) (20.00).
Anonymous. 2009. Ascaris lumbricoides. (on line) (google-ascaris lumbricoides) (09 November 2009) (21.00).
Boolootian, Richard,dkk. 1979. Zoology An Introduction to The Study of Animal. New York: Macmillan Pubhlishing.
Brotowidjoyo, M.D. 1989. Zoologi Dasar. Erlangga: Jakarta.
Gandahusada, Srisasi, Prof. dr. 2006. Parasitologi Kedokteran. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jasin, Maskoeri. 1984. Sistematik Hewan (Invertebrata dan Vertebrata). Surabaya: Sinar Jaya.
Kastawi, Yusuf, dkk. 2003. Zoologi Avertebrata. Malang: UM Press.
Kimball, Jhon. 1992. Bilogi jilid 3 Edisi ke lima. Jakarta: Erlangga.
Mangiavillano, Benedetto. 2009. Ascaris lumbricoides-Induced Acute Pancreatitis: Diagnosis during EUS for a Suspected Small Pancreatic Tumor. JOP.
Padmasutra, Leshmana, dr. 2007. Catatan Kuliah:Ascaris lumbricoides. Jakarta:Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya Jakarta.
Radio poetra. 1996. Zoology. Jakarta: Erlangga.
Sugeng, Paranto. 1982. Invertebrata Sistematika Hewan Rendah I. Surabya : FKIE Institut Keguruan Ilmu Pendidikan.







JAWAB PERTANYAAN
1.Hewan ini melakukan gerakan dengan kontraksi otot-otot tubuh,
2.Makanan dicerna oleh cacing giling dimulai dari mulut ujung depan dilanjutkan dengan kerongkongan, usus sampai kepada anus di ujung belakang untuk mengeluarkan sisa makanan yang tidak dicerna.
3. Cacing Nemathelminthes tidak mempunyai tidak mempunyai alat respirasi, sehingga pertukaran gas dilakukan melalui permukaan tubuh (difusi). Selanjutnya oksigen disebarkan melalui cairan tubuh yang terdapat didalam rongga tubuh, namun pada beberapa spesies pengangkutan oksigen dilakukan oleh darah yng mengandung hemoglobin melalui sistem peredaran yang sangat sederhana.
4.Alat ekskresi pada Platyhelminthes dilakukan oleh sel api (flame sel) yang menyebar pada seluruh tubuh sedangkan pada Nemathelminthes dilakukan melalui nefridium.
5.Karena, cacing Nemathelminthes hidup di tempat-tempat yang kotor seperti pada kuku pada anak-anak yang sering mereka gunakan untuk bermain tanah atau yang lain dan biasanya cacing ini....
Ada, karena dalam daur hidupnya cacing Nemathelminthes biasanya menginfeksi manusia melalui makanan atau minuman yang tidak higienis dalam bentuk telur. Dari makanan dan minuman yang masuk melalui mulut, telr dibawa ke usus. Dalam usus, telur cac ng ini akan menetas menjadi cacing muda.
6.a. Cacing Nemathoda umumnya melakukan reproduksi secara seksual.Sistem reproduksi bersifat gonokoris, yaitu organ kelamin jantan dan betina terpisah pada individu yang berbeda.Fertilisasi terjadi secara internal.Telur hasil fertilisasi dapat membentuk kista dan kista dapat bertahan hidup pada lingkungan yang tidak menguntungkan.
b.Pada malam hari

7.a. Daur hidup cacing ascari Daur hidup oxyuris


Daur hidup trichuris Daur hidup trichinella














b.Ada
8. a. Ada, karena telur yang berda di dalam usus inang, warnanya berubah menjadi kuning atau coklat atau campuran keduanya. Sehinnga memerlukan waktu 24 jam untuk melakukan perubahannya. Dan larvanya atau hewn mudahnya terbentuk di dalam cangkang selama 10-14 hari. Hewan muda mengalami penelupasan kulit sebanyak dua kali dalam cangkang selama satu minngu berikutnya. Setelah pengelupasan dua kali cacing mida bersifat infektif, dan dikenal sebagai hewan muda tahap kedua.
b. Ascaris lumbricoides, telur cacing ini warnanya berubah menjadi kuning atau coklat atau campuran keduanya. Dan larvanya atau hewn mudahnya terbentuk di dalam cangkang selama 10-14 hari.
c.Suhu (temperatur) dan kelembapan.
9. a. Penularan cacing Ascari lumbricoides pada manusia
Telur cacing ini dapat termakan oleh manusia melalui makanan yang terkontaminasi. Kemudian telur ini akan menetas di usus, selanjutnya berkembang jadi larva menembus dinding usus, lalu masuk ke dalam paru-paru. Masuknya larva ke paru-paru manusia disebut terinfeksi sindroma loeffler. Setelah dewasa, Ascaris lumbricoides akan mendiami usus manusia dan menyerap makanan disana, disamping tumbuh dan berkembang biak. Inilah yang menyebabkan seseorang menderita kurang gizi karena makanan yang masuk diserap terus oleh Ascaris lumbricoides. Di Indonesia, penderita Askariasis didominasi oleh anak-anak
Penularan cacing Oxyuris vermicularis
Penyebaran cacing kremi lebih banyak terjadi pada daerah dengan hawa dingin. Penularan cacing kremi terjadi antar keluarga dan kelompok dalam suatu lingkungan yang sama. Penularannya dipengaruhi oleh debu dan penularan dari mulut ke tangan.
Penularan cacing Ancylostoma duodenale
Ancylostoma duodenale menyebabkan penyakit ankilostomiasis. cacing ini banyak menginfeksi orang-orang di sekitar pertambangan dan perkebunan. N. americanus dan A. duodenale hidup di rongga usus halus dengan mulut melekat pada daging dinding usus. Di dalam usus, larva menjadi cacing dewasa yang siap menghisap darah. setiap ekor cacing A. duodenale akan menyebabkan manusia kehilangan 0,08-0,34 cc per hari. Oleh karena itulah, cacing tambang menjadi berbahaya karena dapat menyebabkan anemia pada manusia.
Penularan cacing Thrichuris trichiura
Nama penyakit yang ditimbulkannya disebut trikuriasis. Seseorang akan terinfeksi trikuriasis apabila tertelan telurnya. Pada anak-anak, cacing-cacing cambuk dapat ditemukan di seluruh permukaan usus besar dan rectum. Cacing ini juga yang menyebabkan seseorang terkena disentri dan anemia.
Penularan cacing Trichinella spiralis
Cacing ini menyerang usus halus manusia. Bagi orang yang suka mengonsumsi daging babi yang mentah atau kurang matang, kemungkinan untuk menderita penyakit trikiniasis lebih besar. Oleh karena daging babi sebagai pembawanya.
b. Dengan cara melakukan gaya hidup bersih, dengan cara buang air besar pada tempatnya, tidak membiasakan menggunakan kotoran sebagai pupuk, memakan makanan yang dimasak dengan matang, membiasakan mencuci tangan sebelum makan.
c. pemberian obat dilakukan secepatnya sebelum telur-telur cacing menetas dan lebih baik jika kita mengkonsumsi obat cacing minimal 1 bulan satu kali secara teratur untuk mencegah pekembangan cacing-cacing dalam tubuh.
10. a. Cacing Nemathelmintes masuk dalam devisi pseudocoelomata karena hewan ini mempunyai rongga pada badan yang belum jelas, berupa pseudosol. Bentuk badan yang silindris dengan otot dinding badan longitudinal, kutikula yang elastik,
Secara internal cacing ini pada yang dewasa maupun dewasa muda tidak mempunyai sistem ekskretori.
b. 1. Rotifera
tubuh rotifera berbentuk silindris tidak bersegmen. Adanya silia pada daerah aterior dan adanya gerakan faring membedakan rotifera dengan hewan aquatik lainnya.
2. Gastrotricha
Bentuk tubuhnya seperti cacing, kecil. Pad permukaan aterior tubuh yang datar terdapat silia. Permukaan luar tubuh tertutup oleh kutikula yang dilengkapi dengan duri-duri, sisik atau sisir. Epidermisnya bersisafat sinsitial.
3. Nemanotorpha
Tubuhnya berbentuk silindris, salah satu ujungnya tumpul dan membulat, tidak bersegmen. Simetri tubuhnya bilateral.permukaan tubuh dilapisi kutikula terdiri lempeng-lempengan atau papila. Tubuhnya dilapisi dengan lapisan otot longitudinal, tetapi tidak penuh sampai keujung tubuhnya. Pseudosoelnya bisa kosong (Nectonema), atau ada yang terisi oleh jaringan mesenkim (Gordiodea)
4. Kinorhyncha
Tubuhnya simetri bilateral. Ruas anterior pertama membentuk kepala, dan ruas kedua membentuk leher. Keduanya bersifat tetraktil terhadap tubuh. Tubuhnya tertutup oleh kutikula yang tersusun dari kitin, bagian dorsal dan lateral mempunyai banyak duri tetapi tidak mempunyai silia.











LAPORAN PRAKTIKUM
TAKSONOMI INVERTEBRATA
PHYLLUM ANNELIDA
CACING TANAH ( Lumbricus terrestris )
Phyllum Annelida ( Cacing Tanah )
Waktu dan Tempat
Praktikum pengamatan tentang phylum Annelida di laksanakan pada hari jum’at tanggal 13 November 2009 jam 16.00 WIB di laboratorium Biologi Dasar A Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Tujuan :
1.Untuk mengetahui morfologi luar tubuh cacing tanah ( Lumbricus terrestris )
2.Untuk mengetahui klasifikasi cacing tanah ( Lumbricus terrestris )
3.Untuk mengetahui habitat cacing tanah ( Lumbricus terrestris )
4.Untuk mengetahui anatomi tubuh cacing tanah ( Lumbricus terrestris )

A.PENDAHULUAN
a.1. Morfologi dan Anatomi
a.1.1 Morfologi
Annelida (dalam bahasa latin, annulus = cincin) atau cacing gelang adalah kelompok cacing dengan tubuh bersegmen. Berbeda dengan Platyhelminthes dan Nemathelminthes, Annelida merupakan hewan tripoblastik yang sudah memiliki rongga tubuh sejati (hewan selomata). Namun Annelida merupakan hewan yang struktur tubuhnya paling sederhana (Hardjowigeno, 1993).
Annelida memiliki segmen di bagian luar dan dalam tubuhnya.Antara satu segmen dengan segmen lainya terdapat sekat yang disebut septa.Pembuluh darah, sistem ekskresi, dan sistem saraf di antara satu segmen dengan segmen lainnya saling berhubungan menembus septa. Rongga tubuh Annelida berisi cairan yang berperan dalam pergerakkan annelida dan sekaligus melibatkan kontraksi otot. Otot Anellida terdiri dari otot melingkar (sirkuler) dan otot memanjang (longitudinal) ( Wiryono, 2006 ).
Lumbricus terrestris (cacing tanah) mempunyai bentuk tubuh memanjang, gilig, dengan segmentasi Nampak jelas dari luar sebagai lipatan-lipatan kutikula. Biasanya cacing tanah mempunyai lebih 100 metamer. Mulut berbentuk celah pada ujung anterior, di bawah penjuluran dorsal yang di sebut protomium. Anus pada ujung posterior pada cacing tanah yang telah dewasa seksual, mulai dari segmen ke-23 dari anterior dan memanjang ke posterior sampai 6 atau 7 segmen, terdapat pembengkakan lunak yang di sebut klitelum. Pada setiap segmen, kecuali yang pertama dan terakhir, terdapat 4 pasang bulu sikat atau setae yang pendek. Secara internal, selom di bagi menjadi kompartemen-kompartemen oleh adanya sekat-sekat tranversal yang terletak di bawah lipatan kulit ( Brotowidjoyo, 1990 ).
Ukuran cacing tanah yang relatif besar, berkisar 1-8 cm atau lebih, dengan kecepatan berpindah di dalam tanah yang relatif terbatas dan lambat berkoloni kembali membuat cacing tanah mudah ditangkap dan dipilih, sehingga dapat dijadikan bioindikator. Suatu indikator harus mencerminkan struktur dan atau fungsi proses ekologi dan respon terhadap perubahan dalam kondisi tanah yang dihasilkan oleh praktek pengelolaan lahan. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan taksonomi yang cukup untuk mengidentifikasi cacing tanah secara akurat dan efisien ( Ansyori, 2004 ).
Cacing tanah adalah nama yang umum digunakan untuk kelompok Oligochaeta, yang kelas dan subkelasnya tergantung dari penemunya dalam filum Annelida. Cacing tanah jenis Lumbricus mempunyai bentuk tubuh pipih. Jumlah segmen yang dimiliki sekitar 90-195 dan klitelum yang terletak pada segmen 27-32. Biasanya jenis ini kalah bersaing dengan jenis yang lain sehingga tubuhnya lebih kecil. Tetapi bila diternakkan besar tubuhnya bisa menyamai atau melebihi jenis lain (Wiryono, 2006 ).
Untuk mengidentifikasi cacing tanah dewasa terutama didasarkan pada posisi dan ketajaman klitelum, setae, dan organ dalam, seperti vesicles seminalis dan spermathecae. Pedoman untuk identifikasi cacing tanah tersedia pada berbagai negara termasuk Prancis, Jerman, Italia, Inggris, Amerika, Kanada, Rusia, dan New Zelland. Bahkan sebuah sistem identifikasi cacing telah tersedia dalam bentuk CD-rom di Italia. Pedoman tersebut berhubungan dengan biologi, morfologi, dan ekologi cacing tanah. Untuk keperluan evaluasi kepadatan dan keanekaragaman spesies cacing tanah pada lingkungan dan tanah, data dikelola menggunakan data hasil survei. Perbedaan dalam hal teknik, periode pengambilan, skala wilayah, dan keahlian taksonomi harus dipertimbangan ketika mengevaluasi data ( Aryanta, 2003 ).
a.1.2 Anatomi
Tubuh hewan Annelida bilateral simetris, panjang dan jelas bersegmen-segman, serta memiliki alat gerak yang berupa rambut-rambut kaku (setae) pada tiap segmen. Polichaeta dengan tentakel pada kepalanya dan setae pada bagian-bagian tubuh yang menonjol ke lateral, atau pada lobi lateralis yang di sebut parapodia. Tubuh tertutup oleh kutikulayang licin yang terletak di atas epithelium yang bersifat glanduler. Dinding tubuh dan saluran pencernaan dengan lapisan-lapisan otot sirkuler dan longitudinal; sudah mempunyai rongga tubuh ( coelom ) dan umumnya terbagi oleh septa; saluran pencernaan sudah lengkap, tubuler, memanjang sesuai adengan sumbu tubuh. Organ ekskresi terdiri atas sepasang nephridia pada tiap segmen. Sistem nervosum terdiri atas sepasang ganglia cerebrales pada ujung dosal otak, yang berhubungan dengan berkas saraf medio-ventral yang memanjang sepanjang tubuh, dengan ganglia pada tiap segman ( Kastawi, 2005 ).
a.1.2.1 Sistem Eksresi
Sistem pencernaan annelida sudah lengkap, terdiri dari mulut, faring, esofagus (kerongkongan), usus, dan anus. Cacing ini sudah memiliki pembuluh darah sehingga memiliki sistem peredaran darah tertutup.Darahnya mengandung hemoglobin, sehingga berwarna merah. Pembuluh darah yang melingkari esofagus berfungsi memompa darah ke seluruh tubuh. Sistem saraf annelida adalah sistem saraf tangga tali.Ganglia otak terletak di depan faring pada anterior. Ekskresi dilakukan oleh organ ekskresi yang terdiri dari nefridia, nefrostom, dan nefrotor. Nefridia (tunggal-nefridium) merupakan organ ekskresi yang terdiri dari saluran. Nefrostom merupakan corong bersilia dalam tubuh. Nefrotor merupaka pori permukaan tubuh tempat kotoran keluar.Terdapat sepasang organ ekskresi tiap segmen tubuhnya (Hardjowigeno, 1993 ).
Berdasarkan jenis makanan, cacing tanah dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1) geofagus (pemakan tanah),
2) limifagus (pemakan tanah subur atau tanah basah), dan
3) litter feeder (pemakan bahan organik) ( Crossley, 1996 ).
a.1.2.2 Sistem Reproduksi
Cacing tanah merupakan organisme tanah heterotrof, bersifat hermaproditbiparental dari Philum Annelida, Kelas Clitellatta, Ordo Oligochaeta, dengan Famili Lumbricidae dan Megascolecidae yang banyak dijumpai di lahan pertanian. Setelah melakukan kopulasi cacing tanah akan membentuk kokon pada klitelum sebagai tempat berkembangnya embrio. Kopulasi dan produksi telur biasanya dilakukan pada bulan-bulan panas. Megascolecidae banyak dijumpai di daerah tropika dan subtropika, sedangkan Lumbricidae merupakan jenis cacing tanah “camp followers” yang banyak tersebar pada tanah-tanah pertanian atau pada tempat-tempat kegiatan manusia yang banyak melakukan pemindahan tanah. Annelida mempunyai koloni di laut, air tawar, dan darat. Lebih dari 3500 spesiesnya disebut cacing tanah (Oligochaeta) yang hidup di dalam tanah termasuk di suspensi tanah pada akar tanaman, khususnya pada daerah hutan tropik basah, yang lainnya hidup di lumpur bawah permukaan air tawar atau dasar laut. Cacing tanah ini merupakan bagian penting dari bentik fauna ( Paoletti, 1999 ).
Cacing tanah merupakan organisme tanah heterotrof, bersifat hermaprodit biparental dari filum Annelida, kelas Clitellata, ordo Oligochaeta, dengan famili Lumbricidae dan Megascolecidae yang banyak dijumpai dan penting untuk pertanian. Cacing tanah mampu hidup 1−10 tahun dan dalam proses hidupnya dapat hidup melalui fragmentasi ataupun reproduksi dengan melakukan kopulasi membentuk kokon. Kopulasi dan produksi kokon biasanya dilakukan pada bulan panas. Anak cacing tanah menetas dari kokon setelah 2−3 minggu inkubasi, dan 2−3 bulan selanjutnya anak tersebut telah dewasa ( Subowo, 2008 ).


a.2. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari spesies Lumbricus terrestris adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phyllum : Annelida
Kelas : Chaetopoda
Ordo : Oligochaeta
Familia : Lumbricidae
Genus : Lumbricus
Spesies : Lumbricus terrestris
( Engeman, 1981 ).
a.3. Habitat
Cacing tanah ( Lumbricus terrestis ) hidup di dalam liang tanah yang lembab, subur dan suhunya tidak terlalu dingin. Sebagian besar annelida hidup dengan bebas dan ada sebagian yang parasit dengan menempel pada vertebrata, termasuk manusia.Habitat annelida umumnya berada di dasar laut dan perairan tawar, dan juga ada yang segaian hidup di tanah atau tempat-tempat lembap.Annelida hidup diberbagai tempat dengan membuat liang sendiri ( Barnes,1987 ).
Sebagian besar annelida hidup dengan bebas dan ada sebagian yang parasit dengan menempel pada vertebrata, termasuk manusia.Habitat annelida umumnya berada di dasar laut dan perairan tawar, dan juga ada yang segaian hidup di tanah atau tempat-tempat lembap.Annelida hidup diberbagai tempat dengan membuat liang sendiri ( Wiryono, 2006 ).
Habitat cacing tanah dapat ditemukan pada tanah lahan kering masam sampai alkali (basa) yang memiliki kecukupan air. Jenis-jenis cacing tanah asli (native) biasanya hidup pada tanah bertekstur halus, umumnya liat, liat berdebu atau lempung berdebu, dan jarang ditemukan pada tanah berpasir. Umumnya cacing hidup pada pH 4,50−6,50, tetapi bila kandungan bahan organik tanah tinggi, cacing mampu berkembang pada pH 3. Pada musim kemarau, cacing tanah biasanya bermigrasi ke tanah-tanah basah, seperti daerah sumber air dan tanah di bawah pohon pisang (Subowo, 2008 ).
Cacing tanah secara umum dapat dikelompokkan berdasarkan tempat hidupnya, kotorannya, kenampakan warna, dan makanan kesukaannya sebagai berikut ( Edwards, 1998 ) :
(1) Epigaesis; cacing yang aktif dipermukaan, warna gelap, penyamaran efektif, tidak membuat lubang, kotoran tidak nampak jelas, pemakan serasah di permukaan tanah dan tidak mencerna tanah. Contohnya Lumbricus rubellus dan Lumbricus castaneus.
(2) Anazesis; berukuran besar, membuat lubang terbuka permanen ke permukaan tanah; pemakan serah di permukaan tanah dan membawanya ke dalam tanah, mencerna sebagian tanah, warna sedang bagian punggung, dengan penyamaran rendah, kotoran di permukaan tanah atau terselip di antara tanah. Contohnya Eophila tellinii, Lumbricus terrestris, dan Allolobophora longa.
(3) Endogaesis; hidup di dalam tanah dekat permukaan tanah, sering dalam dan meluas, kotoran di dalam lubang, tidak berwarna, tanpa penyamaran, pemakan tanah dan bahan organik, serta akar-akar mati. Contohnya Allolobophora chlorotica, Allolobophora caliginosa, dan Allolobophora rosea.
(4) Coprophagic; hidup pada pupuk kandang, seperti Eisenia foetida, Dendrobaena veneta, dan Metaphire schmardae.
(5) Arboricolous; hidup di dalam suspensi tanah pada hutan tropik basah, seperti Androrrhinus spp ( Edwards, 1998 ).
Cacing tanah juga dapat dikelompokkan berdasarkan tempat hidup, kotorannya, kenampakan warna, dan makanannya, yaitu epigaesis, anazesis, dan endogaesis. Cacing tanah membuat lubang dengan cara mendesak massa tanah atau dengan memakan langsung massa tanah. Kelompok geofagus akan memakan massa tanah, dan kelompok litter feeder dan limifagus biasanya dengan mendesak massa tanah. Lubang yang dibuat tidak hanya digunakan untuk mendukung pergerakan cacing dari tekanan lingkungan, tetapi juga sebagai tempat menyimpan dan mencerna makanan. Lubang cacing dari Lumbricus terrestris berdiameter lebih kurang 0,80 cm dan dapat menghubungkan antara horison A dan horison subsoil. Setelah melalui pencernaan, sisa-sisa bahan yang termakan dilepaskan kembali sebagai buangan padat (kotoran). Sebagian besar bahan tanah mineral yang dicerna cacing tanah dikembalikan ke dalam tanah dalam bentuk kotoran yang lebih tersedia bagi tanaman. Produksi kotoran bergantung pada spesies dan musim, dan pada kondisi populasi yang sehat dapat dihasilkan 100 t/ha/tahun. Cacing tanah mampu melakukan penggalian lubang hingga kedalaman 1 m, sehingga dapat meresapkan air dalam volume yang lebih besar serta mengurangi aliran permukaan dan erosi tanah (Schnurrenberger, 1991).

a.4 Prinsip-Prinsip
Keberadaan hewan-hewan di muka bumi sangat beragam. Keberagaman inilah yang hendaknya dipelajari sebagai obyek yang diharapkan dapat diambil fungsi dan manfaatnya bagi kelangsungan hidup manusia. Salah satu hewan yang sering kita temui adalah filum Annelida. Cacing-cacing yang termasuk dalam Filum ini, tubuhnya bersegmen-segmen, mereka hidup di tanah yang lembab, dalam laut, dan dalam air. Cacing ini tertutup kutikula yang merupakan hasil sekresi dari epidermis, sudah memiliki system nervosum dan cardiovaskuler tertutup, dan sudah ada rongga tubuh (celom).
Cacing tanah (Lumbrucus terrestris) merupakan salah satu anggota filum Annelida dari kelas Oligocheata. Pengamatan terhadap cacing tanah (Lumbrucus terrestris) karena cacing ini sering kali kita temukan di lingkungan sekitar kita. Selain itu cacing tanah merupakan makrofauna tanah yang penting sebagai penyelaras dan keberlangsungan baik bagi biota tanah lainnya maupun bagi hewan dan manusia. Cacing ini merupakan salah satu hewan penyubur tanah. Karena cacing tanah (Lumbrucus terrestris) sangat erat hubunganya dengan kita maka minimal kita mengetahui morfologinya (Wiryono, 2006).
Oleh karena itu pratikum ini kita lakukan agar kita bisa mengamati morfologi bagian luar maupun anatominya. Sehingga dengan adanya praktikum ini kita bisa mengetahui ciri-ciri, bagian-bagian dari cacing ini, alat reproduksinya, serta saluran digestif, cara gerak cacing tanah. Selain itu praktikum ini diadakan untuk membutikan keterangan yang ada pada buku kepustakaan dengan pengamatan secara langsung sehingga kita bisa membuktikan kebenarannya.
B. Alat dan Bahan
Dalam praktikum kali ini yaitu tentang Filum Annelida memerlukan beberapa alat dan bahan laboratorium. Adapun alat-alat yang di gunakan adalah: Papan seksi, pinset, gunting, kaca pembesar, silet, penggaris dan jarum pentul. Sedangkan bahan yang di gunakan adalah : Cacing tanah ( Lumbricus terrestris ).
C. Metode Praktikum
1.Di siapkan papan seksi.
2.Di ambil cacing tanah ( Lumbricus terrestris ), kemudian dicuci dan di letakkan pada papan seksi.
3.Di amati morfologi luar cacing tanah ( Lumbricus terresris ), yang meliputi : bagian kepala, seta, klitelium, lubang genital, lubang vesikula seminalis, lubang reseptakulum seminalis, dan anus.
4.Di bedah tubuh cacing tanah ( Lumbricus terresris )
5.Di amati anatomi cacing tanah ( Lumbricus terrestris ), yang meliputi : mulut, faring, reseptalis seminalis, vesikula seminalis, esophagus, usus, ovary, testis, crop, dan anus.
6.Di gambar hasil pengamatan.


D. Hasil dan Pembahasan
d.1 Hasil Pengamatan
d.1.1 Bagian Morfologi
Keterangan:
1.Bagian kepala
Prostonium
Peristonium
2.Seta
3.Klitelium
4.Lubang genital
5.Lubang Vesikula seminalis
6.Lubang Reseptakulum seminalis
7.Anus






d.1.2 Bagian Anatomi
Keterangan :
1.Mulut 6. Usus
2.Faring 7. Ovary
3.Reseptalis seminalis 8. Testis
4.vesicula seminalis 9. Crop
5.Esofagguus 10. Anus





d.2 Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, yaitu pertama-tama dilakukan pengamatan terhadap ciri-ciri morfologi luar dari cacing tanah (Lumbricus terrestris), yang mana didapatkan bahwa cacing tanah memiliki jumlah segmen sebanyak 104 segmen dengan panjang tubuh 14 cm. Kemudian pada bagian kepalanya, ditemukan prostonium dan peristonium. Prostonium pada cacing tanah berbentuk tumpul dan terletak pada bagian segmen pertama, tetapi bukan segmen yang sebenarnya karena tidak selalu tampak dan selalu keluar masuk sehingga dikatakan sebagai segmen yang tidak sebenarnya. Kemudian peristonium pada cacing tanah terlihat sangat samar yaitu kira-kira terletak pada bagian pertama pada segmen yang pertama pula. Tetapi peristonium terletak pada segmen yang sebenarnya.
Kemudian seta dari cacing tanah dapat diketahui, yaitu dengan cara di raba pada bagian tubuh cacing tersebut. Karena seta pada cacing tanah terdapat pada seluruh segmen. Sehingga kami meraba mulai dari anterior sampai dengan posterior. Yaitu semakin ke bawah (posterior), maka akan terasa semakin halus karena semakin kebawah akan semakin kecil segmennya, begitu pula seta yang tedapat pada segmen tersebut. Seta di sini mempunyai fungsi yang sangat urgen bagi cacing tanah, yaitu berfungsi untuk pergerakan dari cacing tersebut. Kemudian pada bagian anterior juga terdapat klitelium yang terlihat sangat jelas yaitu tampak menonjol atau menebal dan berwarna coklat susu, yang kira-kira terletak pada segmen ke 29- 35 yang befungsi untuk reproduksi pada cacing tanah tersebut.
Pernyataan di atas sangat sesuai dengan pendapat yang di tulis oleh (Brotowidjoyo, 1990 ), yang menyatakan bahwa, Cacing lumbricus terrestris pada usia dewasa mempunyai panjang sekitar 8 -14 cm dengan jumlah segmen 85-140 buah. Warna tubuh bagian punggung (dorsal) berwarna coklat kemerahan, warna tubuh bagian ventral krem, dan bagian menuju ekor hitam kecoklatan. Klitelium berada pada segmen ke 27-32, jumlah segmen pada klitelium antara 6-7 segmen. Lubang kelamin betina terletak pada segmen ke-13 dan lubang kelamin jantan pada segmen ke-14. Cacing ini memiliki tingkat produktifitas yang tinggi. Dalam setahun dari sepasang cacing bisa menghasilkan 106 kokon yang setiap kokon menghasilkan 1-4 juvenil atau anak cacing.
Pernyataan diatas juga diperkuat oleh pendapat (Aryantha, 2003 ). Yang mengatakan bahwa, Organ reproduksi cacing tanah tanah terdapat pada bagian yang tebal dan berwarna lebih cerah dibanding warna tubuhnya. Organ reproduksi yang biasa disebut klitelium, bisa terlihat pada cacing tanah yang telah dewasa (berumur 2-3 bulan). Seekor cacing tanah mempunyai 2 jenis alat kelamin (kelamin jantan dan kelamin betina) sehingga cacing tanah merupakan hewan biseksual (hermaprodithes). Dari perkawinan antar cacing tanah, masing-masing cacing tanah pada klitelium-nya akan menghasilkan kokon (cocoon) yang didalamnya terdapat beberapa telur. Kokon yang baru terlepas dari tubuh cacing tanah (6-10 hari setelah ovulasi) berwarna kuning kehijauan dan akan berubah menjadi coklat kemerahan saat akan menetas.. Kokon akan menetas umur 14-21 setelah terlepas dari tubuh cacing tanah.
Kemudian dibawah klitelium terdapat lubang genital yang terletak pada segmen ke 37 yang merupakan suatu lubang yang berfungsi sebagai saluran ekskresi pada cacing tanah. Selain lubang genital kami juga menemukan lubang vesikula seminalis dan lubang reseptakulum seminalis yang terletak pada segmen yang sama dan bersebrangan yang mana keduanya berfungsi untuk penyimpanan sperma dan juga ovum. Lubang itu terlihat jelas apabila tubuhnya dibalik, maksudnya bagian atas diletakkan dibawah dan yang bawah diletakkan diatas. Dan yang terakhir kami menemukan anus yang terdapat pada segmen terakhir atau segmen yang ke 104 yang berfungsi sebagai alat pengeluaran sisa-sisa makanan yang telah dicerna didalam usus terlebih dahulu.
Hal ini sesuai dengan pendapat yang di kemukakan oleh (Kastawi, 2005), yang mengatakan bahwa, pada permukaan tubuh cacing tanah terdapat beberapa lubang- lubang muara keluar dari berbagai alat atau organ di dalam tubuh. Lubang- lubang tersebut ialah : a) mulut, berbentuk bulan sabit, terletak di medio sentral segmen pertama. b) anus, terletak pada segmen terakhir, yang berfungi untuk pengeluaran. c) lubang muara keluar oviduct, terletak pada segmen ke-14. d) lubang muara keluar receptakulum seminalis, berupa 2 pasang pori, yang terletak diantara segmen ke-9 dan ke-10, dan diantara segmen ke-10 dan ke-11. Receptakulum seminalis adalah tempat penyimpanan sperma. Pori ini tidak mudah terlihat karena tertutup oleh organ-organ lainnya.
Cacing tanah merupakan hewan yang sudah lengkap, karena memiliki bagian tubuh yang jelas akan tetapi belum memiliki bagian-bagian yang sempurna, seperti manusia, misalnya dalam hal pernafasan cacing tanah bernafas bukan menggunakan hidung, karena tidak mempunyai hidung akan tetapi cacing tanah bernafas dengan menggunakan kulit dari cacing tanah itu sendiri.
Hal ini sesuai dengan pendapat yang di ungkapkan oleh (Hardjowigeno, 1993), yang menulis dalam bukunya, bahwa Alat pernapasan pada cacing tanah mengandalkan kulit. Oksigen diambil oleh pembuluh darah yang terdapat di bagian bawah kulit luar (kultikula). Pembuluh darah ini juga berfungsi untuk melepaskan karbondioksida. Cacing tanah juga mempunyai pori-pori yang berfungsi untuk mempertahankan kelembaban permukaan sebab cacing bernapas melalui kulit yang lembab. Sebagai reaksi atas rangsangan luar misalnya sentuhan mendadak, cacing secara spontan akan mengeluarkan lendir melalui pori-pori yang sama dalam upaya melepaskan diri dari ancaman tersebut.
Setelah kami mengamati morfologi dari cacing tersebut, kemudian kami lanjutkan dengan pengamatan cirri-ciri anatomi dari cacing tanah, yaitu dengan cara melakukan pembedahan pada tubuh cacing. Pembedahan dilakukan mulai dari anterior ke posterior, dan pada saat melakukan pembedahan harus dilakukan dengan hati-hati karena apabila kita melakukan pembedahan dengan sembarangan dikhawatirkan akan merusak organ-organ bagian dalam dari tubuh cacing tersebut,dan apabila ada satu atau beberapa organ rusak maka kita tidak dapat melihat dn menentukan bagian anatomi dari cacing tersebut.
Pada pengamatan anatomi ini,pertama kami melakukan pengamatan pada organ-organ reproduksinya terlebih dahulu. Pada bagian ovarium cacing ini memiliki cirri-ciri berwarna putih kekuningan dan terletak sebelum crop, yang merupakan alat reproduksi betina.kemudian pada bagian testis berwarna putih kekuningan agak memanjang dan terletak berdekatan dengan reseptalis seminalis,dan juga merupakan alat reproduksi jantan. Kemudian pada reseptakulus seminalis terlihat berwarna putih kekuning-kuningan dan berbentuk bulat, yang terletak dibawah faring dan berfungsi sebagai penyimpanan sperma. Dan pada bagian vesikula seminalis terdapat tiga bulatan yang berwarna putih yang terletak besebrangn dengan reseptakulum seminalis yang juga berfungsi untuk penyimpanan sperma. Dan untuk organ reproduksi oviduk dan vas deferen kami tadak dapat menemukannya karena kedua organ tersebat terletak pada bagin yang sangat sulit diamati.
Pernyataan diatas di pertegas dengan pendapat dari (Hardjowigeno, 1993), yang menyatakan bahwa, cacing tanah bersifat hemaprodit, sehingga mempunyai cirri-ciri seperti : Pada lumbricidae, lubang jantan terletak pada punggung samping di segmen ke-13, berupa lekukan yang pada beberapa spesies di kelilingi oleh bibir yang menonjol atau papilaegranduler ( zona cembung berpuncak tonjol ) yang sering kali berkembang ke atas segmen di sampingnya. Pada megascolecidae, sering berasosiasi dengan 1 atau 2 pasang lubang prostatic (peranti tambahan spesifik dalam reproduksi, yang tidak ada pada lumbricidae ). Cacing tanah biasanya mempunyai 2-17 pasang lubang spermathecal ( penghasil sperma). Lubang betina umumnya hanya sepasang yang terletak di antara segmen atau pada segmen. Pori-pori lain yang ada pada permukaan badan adalah nepridhiopores, yaitu peranti untuk mengeluarkan sekresi yang letaknya berdekatan dengan otot spincter. Klitelium merupakan struktur granduler berupa sadel atau annuler ( injakan) pada epidermis yang terkait dengan produksi kokon ( sel-sel telur dan ova ).
Selanjutnya kami lakukan pengamatan pencernaan pada cacing tanah tersebut. Yaitu pada bagian mulut terdapat lubang bulat yang sering keluar masuk sehingga bukan dikatakan segmen yang sebenarnya, mulut merupakan saluran pencernaan yang pertama kali dilalui oleh makanan. Kemudian pada faring berbentuk bulat berwarna hitam kecoklatan dan agak keras yang merupakan jalur masuknya makanan. Kemudian saluran Esophagus terletak sebelum crop dan sangat samar karena tertutup oleh organ-organ yang lain. Dan untuk saluran ventrikalus dalam pengamatan kami tidak terlihat keberadaannya tetapi yang jelas kedua saluran tersebut merupakan saluran pencernaan yang berfungsi untuk mengolah bahan makanan yang telah masuk kedalam tubuh.kemudian pada saluran usus tampak berwarna kehitam-hitaman dan membujur pada seluruh tubuh cacing. Dan saluran pencernaan yang terakhir yaitu anus yang berbentuk agak lancip dan terdapat lubang dibagian tengah yang berfungsi sebagai saluran pengeluaran sisa-sisa makanan.
Pernyataan diatas juga di perjelas dengan pendapat yang dikemukakan oleh (Hanafiah,2005), yang mengatakan bahwa, saluran makanan cacing tanah pada dasrnya berupa tabung yang memanjang dari mulut hingga anus, dengan deferensiasi berupa liang : a) buccal, yaitu tabung mulut sepanjang 1-2 segmen pertama, b) fharynx, yaitu tabung lanjutan yang melebar kebawah sepanjang hingga segmen ke-6, atasnya tebal, berlendir, granduler, dan mempunyai pharyngeal yang tampak seperti massa putih; berfungsi sebagai pompa pengisap, c) oesofagus, yaitu terusan fharynx, berupa tabung sempit, d) crop, adalah modifikasi tabung belakang berbentuk tembolok, berfungsi sebagai gudang penyimpanan, e) gizzard (empedu) dan f) intestine, berupa saluran pencernaaan berbentuk lurus yang berakhir pada anus. Namun, sebagian besar cacing akuatik tidak mempunyai gizzard dan kadang kala juga crop.





DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2009. Gambar cacing tanah. (18 November 2009). (20.00).
Ansyori, 2004. Potensi Cacing Tanah Sebagai Alternatif Bio-Indikator Pertanian Berkelanjutan. Institut Pertanian Bogor. Jurnal Pertanian. Vol. III. Hal : 17-19.
Aryantha, I.N.P. 2003. Membangun Sistem Pertanian Berkelanjutan. PAU Ilmu Hayati LPPM-ITB dan Dept. Biologi-FMIPA ITB.
Barnes, R, D. 1987. Invertebrate Zoology. New York : Sounders Collage Publishing.
Brotowidjoyo, M.D. 1990. Zoologi Dasar. Erlangga: Jakarta.
Crossley, Jr. 1996. Fundamentals of Soil Ecology. Academic Press, San Diego, New York, Boston, London, Sydney, Tokyo, Toronto.
Edwards, C.A. 1998. Earthworm Ecology. St. Lucie Press. Washington, DC. 389.
Engeman, J.G. dan Hegner, R.W. 1981. Invertebrate Zoology. New York : Macmillan publishing Co. Inc.
Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta : Akademika Pressindo.
Kastawi, yusuf. dkk. 2005. Zoologi Avertebrata. Malang : UM Press.
Paoletti, M.G. 1999. The Role Of Earthworms For Assessment Of Sustainability And As Bioindicators. Journal of Agriculture, Ecosystem and Enviroment. Vol 74. Hal :137- 155.
Schnurrenberger, P.R. 1991. Ikhtisar Zoonosis. Bandung : ITB Press.
Subowo, G. 2008. Prospek Cacing Tanah Untuk Pengembangan Teknologi Resapan Biologi Di Lahan Kering. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. Jurnal Litbang Pertanian. Hal : 147-148.
Wiryono. 2006. Pengaruh Pemberian Seresah Dan Cacing Tanah Terhadap Pertumbuhan Tanaman lamtoro (Leuceina leuchocepala) dan Turi (Sesbania grandiflora) Pada Media Tanam Bekas Penambangan Batu Bara. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. Volume 8. No.I. Hal : 50-56.
JAWABAN PERTANYAAN

1.a. Pada pengamatan kami klitelium pada cacing tanah (Lumbricus terrestris) terdapat pada segmen ke 29 sampai 35. Sedangkan Pada literatur yaitu menurut kastawi (2005), klitelium terdapat pada segmen ke 32 sampai 37.
b. Berfungsi untuk menghasilkan bahan ynag dipergunakan untuk membuat selubung pelindung telur-telur (kokon). Selubung ini melingkari bagian klitelium.
2. a. Iya, karena pada bagian internal cacing tersebut terdapat segmen-segmen misalnya pada tiap segmen terdapat organ ekskresi berupa nefridium.
b. Tidak, tetapi segmen-segmen tersebut baru terbentuk pada waktu dewasa.
3. a. Ada, makanan cacing tanah terdiri atas sisa-sisa hewan dan tanaman . Cacing-cacing tanah itu mencari makananya diluar liang pada saat malam hari.
b. Struktur tubuh dinding intestine.
c. Dengan cairan hasil sekresi kelenjar kapur (calciferous glamds) yang terdapat pada dinding esophagus.
4. Fungsinya sebagai kantung dan disebut sebagai thyphloole.thyphlosole ini berguna untuk memperluas permukaan intestin, sehingga dapat mengabsorbsi sari-sari makanan lebih banyak.
5. a. Annelida dan cacing tanah pada umumnya tidak mempunyai sistem respirasi, oleh karena itu pertukaran udara terjadi pada saluran permukaan tubuhnya yang lembab.
b. Ada, karena cacing ini berespirasi dengan kulitnya sebab kulitnya bersifat lembab, tipis, banyak mengandung kapiler-kapiler darah.
6. Pada setiap segmen tubuh cacing tanah (Lumbricus terrestris) terdapat sepasang nephridia, kecuali pada 3 segmen pertama di ujung anterior dan ujung posterior.
7. a. Pembuluh dorsal dan arkus aorta berfungsi sebagai jantung, jantung berkontraksi berurutan dari belakang ke depan (peristaltik).
b. Jantung mengelilingi esophagus dan aorta berhubungan dengan aorta ventralis,yang terletak disebelah ventral saluran pencernaan dan disebelah dorsal truncus nervosus. Disamping kedua aorta tersebut masih ada tiga pembuluh darah, ialah dua pembuluh yang masing masing terletak di lateral truncus nervosus dan satu pembuluh disebelah ventral truncus.
c. Darah-aortadorsalis -jantung -aorta ventralis-dinding tubuh dan nevridia- aorta dorsalis.
8. a. Rangsangan cahaya dan sentuhan.
b. Postomium yang peka terhadap cahaya,terletak pada kulit tubuhnya.
9. a. Tidak,walaupun cacing ini bersifat hermaprodit,tetapi tidak dapat melakukan fertilisasi sendiri.
b. Memerlukan, karena cacing tanah (Lumbricus terrestris) bersifat hermafrodit tetapi untuk membuahi sel telurnya diperlukan sperma dari cacing lain (berumh dua), oeh karena itu sebelum dilakukan pembuahan didahului peristiwa pertukaran sperma.
10. a. - Pengubah Limbah Organik Menjadi Pupuk Organik.
Penyubur Tanah
Bahan Pakan Hewan
Bahan Baku Obat dan Kosmetik.
Bahan Baku Makanan dan Minuman
b. Cacing tanah (Lumbricus terrestris) mempunyai peranan penting dalam bidang pertanian yaitu berperan dalam menyuburkan tanah. Cacing ini memakan tanah, yang mengandung zat-zat organik yang terdiri dari hancuran daun dan ranting atau sisa-sisa makanan lainnya. Feses cacing tanah (Lumbricus terrestris) diletakkan pada permukaan tanah. Kegiatan cacing tersebut secara tidak langsung mengangkut kalium dan fosfor dari tanah lapisan bawah ke lapisan atas. Tanah hasil pencernaan cacing juga kaya akan nitrogen hasil metabolisme cacing. Selain itu tanah yang dihuni cacing tanah menjadi subur dan berongga sehingga memiliki aliran udara yang cukup. Sehingga bagus untuk pertanian.
LAPORAN PRAKTIKUM
TAKSONOMI INVERTEBRATA
PHYLLUM AMPHIBI
KATAK ( Fejervarya limnocharis )
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Praktikum kali ini adalah kelas Amphibi, hewan ini termasuk hewan vertebrata yang hidup di dua alam. Amphibia merupakan makanan bagi berbagai macam vertebrata lainnya. Beberapa spesies digunakan untuk pengajaran dan penelitian dalam biologi dan tak lupa paha katak merupakan santapan yang lezat di meja. Amphibi ini diwaktu masih kecil hidupnya di air dan ketika dewasa hidupnya di darat.
Amphibi merupakan hewan yang mempunyai 2 fase kehidupan, yaitu kehidupan di air dan di laut. Pada kedua fase menunjukkan sifat antara ikan dan reptile. Hal ini membuktikan bahwa kelompok cordata yang pertama kali keluar dari kehidupan air (Boolution,1979).
Amphibi dalam fase pendewasaannya melalui mertamofosis. Amphibia merupakan vertabrata darat yang paling rendah. Dalam praktikum kali ini kami mengambil sampel katak atau kodok.
1.2Rumusan
1.Bagaimana morofologi pada katak sawah (Fejervarya limnocharis) ?
2.Bagaimana ciri-ciri integument pada katak sawah (Fejervarya limnocharis) ?
3.Bagaimana system rangka pada katak sawah (Fejervarya limnocharis) ?
4.Bagaimana topografi organ-organ visceral pada katak sawah (Fejervarya limnicharis) ?
1.3Tujuan Praktikum
1.Mengetahui morfologi katak sawah (Fejervarya limnocharis)
2.Mengetahui cirri-ciri integument katak sawah (Fejervarya limnocharis)
3.Mengetahui system rangka pada katak sawah (Fejervarya limnocharis)
4.Mengetahui topografi organ-organ visceral katak sawah (Fejervarya limnocharis)

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ciri-Ciri Morfologi
Amphibi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Kulit basah dan berkelenjar (yang masih senang di air atau dekat di air), tidak bersisik luar. Memiliki dua pasang kaki untuk berjalan atau berenang; berjari-jari 4 – 5 atau lebih sedikit; tidak bersisip. Terdapat dua buah nares (lubang hidung sebelah luar) yang menghubungkan dengan cavum oris. Padanya terdapat klep untuk menolak air (waktu dalam air). Mata berkelopak yang dapat digerakkan; lembar gendang pendengar terletak di sebelah luar. Mulut bergigi dan berlidah yang dapat dijulurkan ke muka. Skeleton sebagian besar berupa tulang keras, tempurung kepalanya mempunyai dua condyl; bila memiliki costae (tulang rusuk) tidak menempel pada sternum (tulang dada). Cor terbagi atas tiga ruangan yakni dua ruang auricular dan satu ruang ventriculum; mempunyai satu atau tiga pasang archus ortichus; erythrocyte berbentuk oval dan bernukleus. Pernafasannya dengan insang, paru-paru, kulit atau garis mulut (rima oris). Pernafasan itu terpisah atau kombinasi. Insang terdapat dalam beberapa fase dalam sejarah hidupnya; memiliki pita suara baik pada kintel meupun katak. Otak memiliki 10 pasang nervi cranialis. Suhu tubuh tergantung pada lingkungannya (poikilothermis). Fertiliusasi berada di luar atau di dalam tubuh (Jasin,1984).
Praktikum kali ini kami mengambil sample katak sawah (Fejervarya limnocharis).
2.2 Anatomi Eksternal Katak Sawah (Fejervarya limnocharis)
Kodok bertubuh pendek, gempal atau kurus, berpunggung agak bungkuk. Tubuh katak menunjukkan keadaan yang serupa dengan anggota yang lain dalam ordonya yaitu memiliki batas antara caput dan truncus yang tidak jelas. Caput berbentuk tumpul, tanpa rostrum yang menonjol, pada dataran rostrumnya terdapat sepasang lubang hidung yang kecil. Hampir dibagian apex caput terdapat sepasang mata yang berukuran besar dan menonjol yang masing-masing memiliki:
 Palmebra superior yaitu lipatan kulit tebal pada tepi atas.
Palmebra inferior yaitu berupa lipatan kulit tebal pada tepi bawah.
 Membrane nictitans yaitu berupa lipatan kulit yang transparan terletak pada tepi bawah mata.
Didekat caudal mata terdapat daerah membulat berupa kulit yang disebut membran timpani yang merupakan bagian dari alat pendengaran (Radiopoetro, 1996).
Kaki
Kaki kodok terdiri atas sepasang kaki depan dan sepasang kaki belakang. Kaki depan terdiri atas lengan atas (bracium), lengan bawah (antebrancium), tangan (manus), jari-jari (digiti). Dan kaki belakang terdiri atas paha (femur), betis (crus), kaki (pes), jari-jari (digiti) (Radiopoetro, 1996).
Kulit
Katak pada umumnya mempunyai kulit yang kasar dan berbintil-binti. Kulit amphibi sangat penting dalam respirasi dan proteksi. Kulit terjaga kelembapanya dengan adanya kelenjar mukosa, bahkan pada spesies yang hidup di air, mukus memberikan minyak pelumas bagi tubuh. Sebagian besar amphibi memiliki kelenjar granular dan kelenjar mukus. Meskipun keduanya mirip dalam beberapa hal, kelenjar glanular memproduksi zat abnoxius (menjijikkan) atau racun untuk melindungi diri dari musuh. Racun yang terdapat pada amphibi bervariasi (Sukiya, 2005).
Kelenjar racun pada katak dapat menimbulkan iritasi pada kulit jika seseorang menyentuh binatang tersebut. Kelenjar mukus dan glanuar atau lelenjar racun dikelompokkan sebagai kelenjar alveolar. Kelenjar alveolar adalah kelenjar yang tidak mempunyai saluran pengeluaran, tetapi produknya dikeluarkan lewat diding selnya sendiri secara alami, pada beberapa amphibi mempunyai kelenjar alveolar tubuler, kelenjar tersebut sering ditemukan di ibu jari dan kadang pada dadanya. Kelenjar ini berfungsional selama musim kawin karena berguna sebagai pembantu merekatkan diri ke betina selama musim kawin (Sukiya, 2005).

Warna
Katak sawah (Fejervarya limnocharis) ini mempunyai warna coklat dan ada warna agak kehijauan. Pigmen pada amphibi terletak pada kromatofora di kulit. Sel-sel pigmen ini biasanya dinamakan menurut jenis pigmen yang dikandung. Melanofora mengandung pigmen coklat dan hitam, sedangkan lipafora mengandung pigmen merah, kuning dan orange. Amphibi juga memiliki sel-sel pigmen yang disebut guanafora, semacam iridosit pada ikan, mengandung kristal guanine yang dapat memproduksi iridesen atau efek putih terang. Umunya lipofora terletak didekat permukaan kulit, lebih kearah dalam terdapat guanofora yang paling dalam terdapat melanofora (Sukiyah, 2005).
2.3 Klasifikasi
Berdasarkan karakteristik diatas maka dapat kita simpulkan bahwa klasifikasi dari kodok sawah adalah sebagai berikut:
Kingdom Animalia
Kelas Amphibia
Ordo Annura
Famili Fejervaryadeae
Genus Fejervarya
Spesies Fejervarya limnocharis (Merrem, 1982).










BAB III
METODE PENGAMATAN

3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Taksonomi Vertebrata Pada Klas Amphibi Dilaksanakan pada tanggal 18 Desember 2009 pada pukul 16.00 - 17.15 WIB. Dilaksanakan di Laboratorium Biologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

3.2 Alat dan Bahan
Dalam praktikum kali ini alat dan bahan yang digunakan adalah media gambar, mikroskop stereo, loupr, gelas arloji dan seperangkat alat bedah. Dan bahan yang digunakan adalah katak segar yang masih hidup.

3.3 Cara Kerja
3.3.1 Mengamati Morfologi
Mempersiapkan bahan amatan
Melakukan pengamatan pada morfologi katak sawah (Fejervarya limnocharis)
Mengamati bagian kepala (caput) temukan rima oris, lidah dan giginya
Mencari lubang hidungnya
Mengamati mata dan menyebutkan bagian-bagiannya
Mencari membran tympani
Mengamati bagian leher menunjukkan bagian leher dan menyebutkan bagian-bagian organnya
Mengamati bagian kaki depan menggambar dan menunjukkan bagian – bagiannya
Menggambar dan menunjukkan bagian-bagian kaki belakang
3.3.2 Mengamati Anatomi
Membius katak, setelah pingsan meletakkan katak pada papan seksi kemudian di paku dengan jarum pentul
Membedah kulit katak di dekat anus ke arah anterior, perhatikan susunan otot abdomen
Membedah otot tersebut sehingga nampak organ visceranya, menggambar topografi organ-organ tersebut
Mengurai dan mendiskusikan organ-organ dalam
Membersihkan otot dan kulit dari tulangnya untuk mengenali susunan tubuh katak
























BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengamatan
4.1.2 Morfologi
Setelah melakukan praktikum pada katak sawah (Fejervarya limnocharis) kami dapat menemukan morfologi katak sawah (Fejervarya limnocharis) adalah seperti pada gambar di bawah ini:

Keterangan:
1.Mulut
2.Mata
3.Membran tympani
4.Covum oris (lubang hidung)
5.Femur
6.Crus
7.Kaki
8.Jari kaki





4.1.2 Anatomi
Setelah melakukan praktikum pada katak sawah (Fejervarya limnochoris) kami dapat menemukan anatomi katak sawah (Fejervarya limnocharis) seperti gambar di bawah ini

Keterangan:
1.Oseofagus 6.Empedu 11.Glad bladder
2.Faring 7.Limpa 12.Jantung
3.Jantung 8.Lambung
4.Hati 9.Testis
5.Gelembung udara 10.Intestinum
4.2 Pembahasan
Morfologi
1.Kepala (caput)
Caput berbentuk tumpul, tanpa rostrum yang menonjol, pada dataran rostrumnya terdapat sepasang lubang hidung yang kecil. Hampir dibagian apex caput terdapat sepasang mata yang berukuran besar dan menonjol yang masing-masing memiliki:
 Palmebra superior yaitu lipatan kulit tebal pada tepi atas.
Palmebra inferior yaitu berupa lipatan kulit tebal pada tepi bawah.
 Membrane nictitans yaitu berupa lipatan kulit yang transparan terletak pada tepi bawah mata.
Didekat caudal mata terdapat daerah membulat berupa kulit yang disebut membran timpani yang merupakan bagian dari alat pendengaran (Radiopoetro, 1996: 474).
Caput dan cervix yang lebar bersatu. Pada kepala terdapat rima oris yang lebar untuk masuknya makanan; nares externa mempunyai peranan dalam pernafasan, sepasang organon mata visus yang bulat. Dibelakang mata terdapat membran tympani untuk menerima getaran suara. Cavum oris dibatasi oleh maxillae (rahang atas) atap sebelah atas sedangkan sebelah bawah dibatasi oleh mandibula (rahang bawah) (Jasin,1984).

Dari hasil pengamatan kami di daerah kepala kami menemukan cavum oris yang berhubungan dengan mulut. Lidahnya memanjang warnanya merah pucat dan panjangnya kurang lebih 3 cm.Terdapat gigi rahang atas (maxillae) dan rahang bawah tidak terdapat gigi. Memiliki sepasang mata yang berkelopak (papebra superior) dan anteriornya kelopak mata bergerak dari atas ke bawah. Dan bola matanya bulat dan warnanya hitam. Dan terdapat pula membran tympani yang bulat dan warnanya putih pucat.
Pada bagian leher kami tidak dapat melihatnya karena tubuh katak yang terlalu kecil sehingga kami sulit mengamatinya dan sulit membedakan leher dengan badan katak.
2. Kaki
Kaki kodok terdiri atas sepasang kaki depan dan sepasang kaki belakang. Kaki depan terdiri atas lengan atas (bracium), lengan bawah (antebrancium), tangan (manus), jari-jari (digiti). Dan kaki belakang terdiri atas paha (femur), betis (crus), kaki (pes), jari-jari (digiti) (Radiopoetro, 1996).

Secara umum katak mempunyai jumlah jari tungkai depan empat buah dan jumlah tungkai belakang lima buah, pada tungkai belakang memanjang karena digunakan untuk melompat. Kadang-kadang dijunpai jari tambahan sebagai prehaluk pada sisi ventral kaki, prehaluk ini pada Spadefoot (katak penggali tanah) berupa tulang -tulang yang keras yang digunakan untuk menggali tanah sebagai tempat bersenbunyi (Radiopoetro, 1996).
Dari hasil pengamatan kami dapat menemukan pada morfologi kaki katak sawah (Fejervarya limnocharis) terdapat kaki depan dan kaki belakang. Kaki depan ini terdiri atas lengan atas, lengan bawah, tangan dan jari- jari. Pada kaki depan mempunyai jari-jari berjumlah empat dan telapak kakinya mnebal. Dan kaki belakangnya terdiri dari paha, betis, kaki, dan jari-jari. Jumlah jari-jari pada kaki belakang ada 5 telapak kakinya menebal dan terdapat lendir.
3. Kulit
Katak pada umumnya mempunyai kulit yang kasar dan berbintil-binti. Kulit amphibi sangat penting dalam respirasi dan proteksi. Kulit terjaga kelembapanya dengan adanya kelenjar mukosa, bahkan pada spesies yang hidup di air, mukus memberikan minyak pelumas bagi tubuh. Sebagian besar amphibi memiliki kelenjar granular dan kelenjar mukus. Meskipun keduanya mirip dalam beberapa hal, kelenjar glanular memproduksi zat abnoxius (menjijikkan) atau racun untuk melindungi diri dari musuh. Racun yang terdapat pada amphibi bervariasi (Sukiya, 2005).

Dari hasil pengamatan kami katak sawah (Fejervarya limnocharis) mempunyai kulit yang kasar dan berbintil-bintil dan warna bintil-bintilnya hijau. Dan kulitnya selalu basah mungkin karena amphibi juga mempunyai kelenjar mucosa. Warna tubuh coklat dengan bintil – bintil warna hitam.
Anatomi
1.Sistem Pencernaan

Alat pencernaan makanan diawali oleh cavum oris yang diakhiri oleh anus. Mangsa yang berupa hewan kecil yang ditangkap untuk dimakan akan dibasahi oleh air liur. Katak tidak begitu banyak mempunyai kelenjar ludah. Dari cavum oris makanan akan melewati pharynx, oesophagus yang menghasilkan sekresi alkalin (basis) dan mendorong makanan masuk dalam ventriculus yang besar, ventriculus yang besar itu disebut cardiac,sedangkan bagian posterior mengecil dan berakhir dengan pyloris. Kontraksi dinding otot ventriculus bisa meremas makanan sampai menjadi hancur dan dicampur dengan sekresi ventriculus yang mengandung enzim atau fermen, yang merupakan kathalisator (Jasin,1984).
Didalam mulut terdapat banyak gigi-gigi kecil disepanjang rahang atas, dan ada gigi vomerin pada langit-langit mulut. Lidah berotot, biofurkat (cabang dua) pada ujungnya, dan bertaut pada bagian anterior mulut (Brotowidjoyo,1989).
Kelenjar pencernakan yang besar ialah hepar dan pancreaticum yang memberikan sekresinya pada intestinum, kecuali itu intestinum menghasilkan sekresi sendiri. Hepar yang besar terdiri atas beberapa lobus dan bilus (zat empedu) yang dihasilkan akan ditampung sementara dalam vesica felea, yang kemudian akan dituangkan dalam intestinum melalui ductus cystecus dahulu kemudian melalui ductus cholydocus yang merupakan saluran gabungan dengan saluran yang dari pangkreas. Fungsi bilus untuk mengemulsikan zat lemak. Bahan makanan yang merupakan sisa didalam intestuinum major menjadi faeces dan selanjutnya dikeluarkan melalui anus (Jasin,1984).
Dari hasil pengamatan kami anatomi system pencernaan katak sawah (Fejervarya limnocharis) yang kami temukan adalah cavum oris makanan dari cavum oris akan melewati pharynx, esoefagus kemudian makanan masuk ke dalam usus (intestin) dan kelenjar pencernaan yang kami temukan adalah hati.
2.Sistem Pernafasan
Pada kodok, oksigen berdifusi melalui kulit, dan paru-paru. Kecuali pada fase berudu bernapas dengan insang karena hidupnya di air. Selaput rongga mulut dapat berfungsi sebagai alat pernapasan karena tipis dan banyak terdapat kapiler yang bermuara di tempat itu. Pada saat terjadi gerakan rongga mulut dan faring, Iubang hidung terbuka dan glotis tertutup sehingga udara berada di rongga mulut dan berdifusi masuk melalui selaput rongga mulut yang tipis. Selain bernapas dengan selaput rongga mulut, katak bernapas pula dengan kulit, ini dimungkinkan karna kulitnya selalu dalam keadaan basah dan mengandung banyak kapiler sehingga gas pernapasan mudah berdifusi (Godknecht, 2004).
Dari hasil pengamatan kami organ pernafasan pada katak sawh (Fejervarya limnicharis) yang jelas adalah paru-paru dan kulit. Dan kami tidak menemukan insang karena katak sudah dewasa, karena insang digunakan bernafas pada saat katak masih berudu.
3.Sistem Peredaran Darah
Ampibi mempunyai problem untuk mengisi jantung yang menerina darah dari oksi dari paru-paru dan darh deoksi yang tidak mengandung oksigen dari tubuh (tapi hanya sebagian). Untuk mencegah banyaknya percampuran dua jenis darah tersebut, bahwa ampibi tidak mengembangkan kearah sistem sirkulasi transisional. Jantung mempunyai sekat interatrial, kantong ventrikuler, dan pembagian konus arteriosus dalam pembuluh sistemik dan pembuluh pulmonari. Darah dari tubuh masuk ke atrium kanan dari sinus vensus kemudian masuk ke sisi kanan ventrikel, kemudian dipompa ke paru-paru. Darah yang mengandung oksigen dari paru-paru masuk ke atrium kiri,lewat vena pulmonalis kemudian menuju sisi kiri ventrikel kemudian dipompa keseluruh tubuh. Peristiwa ini tidak terjadi pada salamander yang tidak mempunyai paru-paru sebab celah interatrial tidak lengkap dan vena pulmonalis tidak ada (Sukiya, 2005: 40-41).
Dari hasil pengamatan kami sistem peredaran darah pada katak yang dapat kami temukan adalah jantung. Jantung ini nantinya akan menerima darah dari paru-paru. Jantung mempunyai empat ruang atrium kanan dan kiri, ventrikel kanan dan kiri.
4.Sistem Reproduksi
Reproduksi pada katak yaitu dengan cara fertilisasi eksternal, katak jantan menjepit katak betina ketika perkawinan (yaitu ketika telur dilepaskan dan sperma disemprotkan) (Brotowijdoyo.1989;200-201).
Sistem reproduksi jantan berupa sepasang testis berbentuk oval berwaran keputih-putihan, terletak disebelah anterior. Disebelah cranial testis melekatlah corpus adiposum, sedang disebelah testis terdapat saluran-saluran halus yang disbut : vasa defferensia yang bermuara pada saluran kencing, kemudian menuju ke cloaca, dan vesicula seminalis, sebagai tempat penampungan spermatozoa sementara (Jasin,.1984).
Sistem reproduksi betina terdiri atas sepasang ovarium di bagian dorsal coelom terdapat corpus adiposum yang berwarna kekuning-kuningan. Suatu saluran yang berkelok-kelok dengan ujung terbuka sehingga tidak berhubungan dengan ovarium. Pada sebelah posterior saluran ini melebar dengan dinding yang tipis atau uterus. Selanjutnya ovum menuju ke cloaca pada suatu papillae (Jasin Maskoeri.1984; 269-270).
Pada praktikum ini katak sawah (Fejervarya limnocharis) ternyata adalah jantan karena terdapat testis yang bentuknya oval dan warnanya keputihan. Dan di dekat testis terdapat saluran halus yaitu vas deferens yang bermuara pada saluran kencing kemudian menuju kloaka.
5.Sistem Syaraf
Sistem saraf pada amfibi terdiri atas sistem saraf sentral dan sistem saraf periforium. Sistem saraf sentral terdiri dari : encephalon (otak) dan medulla spinalis. Enchephalon terdapat pada kotak otak (cranium). Pada sebelah dorsal akan tampak dua lobus olfactorium menuju saccus nasalis, dua haemisperium cerebri atau cerebrum kanan kiri yang berbentuk ooid yang dihubungkan dengan comisure anterior, sedangkan bagian anteriornya dergabung dengan dienchepalon medialis. Dibagian belakang ini terdapat dua bulatan lobus opticus yang ditumpuk otak tengah tengah (mesenchepalon) sebelah bawahnya merupakan cerebreum (otak kecil). Dibelakang terdapat bagian terbuka sebelah atas yakni medulla oblongata yang berhubungan dengan medulla spinalis dan berakhir disebelah felium terminale (Jasin, 1984).
Pada praktikum kali ini kami tidak dapat menemukan organ system sayarafnya karena organ-organ pada katak sawah (Fejervarya limnocharis) terlalu kecil sehingga kami sulit mengamati otak katak.


Sistem Rangka
Amphibi memiliki sistem rangka yang lebih tebal dan luas secara proporsional, apabila dibandingkan dengan pisces. Tengkorak amphibi mempunyai tulang-tulang premaksila, nasal, frontal, parietal, dan skuamosa. Pada permukaan dorsal dari tubuh anura tidak tertutup tulang seluruhnya. Bagian kondrokronium belum mengeras, hanya daerah oksipital dan eksoksipital yang mengeras, dan masing-masing memiliki kondila bertemu dengan vertebrata pertama. Amphibi tidak memiliki langit-langit (palatum skunder), akibatnya nares internal lebih maju di dalam langit-langit mulut. Di bagian ventral otak


tertutup oleh tulang dermal dinamakan parasfenoid. Gigi terletak pada premaksila, maksila, palatine, vomer, parasfenoid, dan tulang dental. Ada beberapa amphibi yang tidak memiliki gigi, atau gigi pada rahang bawah mereduksi (Sukiya, 2005:38).








BAB V
KESIMPULAN

Amphibi merupakan hewan vertebrata yang hidup di dua alam yaitu: di darat dan di air
Katak sawah (Fejervarya limnocharis) mempunyai dua kaki yaitu kaki depan dan belakang
Katak sawah (Fejervarya limnocharis) memiliki kulit yang kasar dan berbintil-bintil
Alat pencernaan makanan diawali oleh cavum oris yang diakhiri oleh anus. Dari cavum oris makanan akan melewati pharynx, oesophagus makanan masuk dalam ventriculus yang besar, ventriculus yang besar itu disebut cardiac,sedangkan bagian posterior mengecil dan berakhir dengan pyloris.
Pada kodok, oksigen berdifusi melalui kulit, dan paru-paru. Kecuali pada fase berudu bernapas dengan insang karena hidupnya di air.
Sistem peredaran darah pada katak sawah (Fejervarya limnicharis) adalah jantung.
Sistem reproduksi jantan berupa sepasang testis berbentuk oval berwaran keputih-putihan, terletak disebelah anterior.
Sistem reproduksi betina terdiri atas sepasang ovarium. Pada sebelah posterior saluran ini melebar dengan dinding yang tipis atau uterus. Selanjutnya ovum menuju ke cloaca pada suatu papillae
Sistem saraf pada amfibi terdiri atas sistem saraf sentral dan sistem saraf periforium. Sistem saraf sentral terdiri dari : encephalon (otak) dan medulla spinalis. Enchephalon terdapat pada kotak otak (cranium).
Tengkorak amphibi mempunyai tulang-tulang premaksila, nasal, frontal, parietal, dan skuamosa. Pada permukaan dorsal dari tubuh anura tidak tertutup tulang seluruhnya. Bagian kondrokronium belum mengeras, hanya daerah oksipital dan eksoksipital yang mengeras, dan masing-masing memiliki kondila bertemu dengan vertebrata pertama.
DAFTAR PUSTAKA

Brotowidjoyo.1990. Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga
Godknecht. 2004. Charcarinus. www.animaldiversity.com. Diakses pada tanggal 27 Maret 2008 pukul 22.00 Wib.
Jasin Maskoeri. 1984. Sistematika Hewan Avertebrata Dan Vertebrata. Sinar Wijaya: Surabaya
Merrem. 1982. katak dan Kodok. http://id.wikipedia.org/wiki/Kodok_dan_katak#Pranala_luar. Diakses pada tanggal 27 Maret 2008 puku; 22.00 Wib.
Radiopoetro. 1988. Zoologi. Erlangga: Jakarta
Sukiya. 2005. Biologi Vertebrata. UM : Malang
















LAPORAN PRAKTIKUM
TAKSONOMI INVERTEBRATA
PHYLLUM PROTOZOA
Paramecium caudatum
Amoeba proteus
Euglena viridis
Waktu dan Tempat :
Praktikum pengamatan tantang phylum protozoa di laksanakan pada hari jum’at tanggal 16 Oktober 2009 jam 16.00 di Laboratorium Biologi lantai satu Universitas Islam Negeri (Uin) Maulana Malik Ibrahim Malang.
Tujuan : Untuk mengetahui struktur tubuh hewan pada phylum protozoa

A.PENDAHULUAN

a.1. Morfologi dan Anatomi
Protozoa adalah hewan-hewan bersel tunggal. Hewan-hewan itu mempunyai struktur yang lebih mejemuk dari sel tunggal hewan multiseluler dan walaupun hanya terdiri dari satu sel, namun protoza merupakan organisme sempurna. Karena sifat struktur yang demikian itu, maka berbagai ahli dalam zoology menamakan protozoa itu aseluler tetapi keseluruhan organisme dibungkus oleh satu plasma membran (Brotowijoyo,1986:60).
Protozoa berasal dari kata protos berarti pertama dan zoa=zoo berarti hewan, jadi protozoa adalah binatang yang pertama kali ada. Diantara jenisnya ada yang hidup bebas di alam dan ada pula yang hidup sebagai parasit pada hewan atau manusia. Jenis yang hidup bebas banyak terdapat di tempat yang becek, genangan air dan kolam, tidak terbatas di air tawar tetapi juga di air asin (Soemiadji, 1986: 32).
Filum protozoa merupakan hewan yang tubuhnya terdiri atas satu sel. Nama protozoa berasal dari bahasa latin yang berarti “hewan yang pertama” (proto = awal, zoon = hewan ). Hewan filum ini hidup di daerah yang lembab atau berair, misal : di air tawar, air laut, air payau, dan tanah, bahkan di dalam tubuh orgnisme lain. Protozoa ada yang hidup bebas, komensal maupun parasit pada hewan lain. Hewan ini ada yang secara individu (soliter) dan ada pula yang membentuk koloni (Kastawi,dkk.2003:20).
Menurut Radiopoetro (1996 hal: 144) sampai sekarang hewan-hewan yang termasuk dalam organisasi tingkat protoplasma ini, tergabung dalam Philum : Protozoa (protos = pertama, awal : zoon = hewan). Sering juga disebut bahwa protozoa ini adalah hewan unicellular, sedang parazoa atau Metazoa adalah multicelluler . hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa tubuh satu organisme protozoa dapat disamakan dengan 1 cel parazoa atau metazoa.
 Euglena adalah hewan bersel satu berwarna hijau, karena berklorofil, merupakan suatu marga dari hewan-hewan mastigophora. Hidup dalam kolam dan sering membuat lapisan permukaan air yang berwarna hijau (Brotowijoyo.1986:60).
Ukuran protozoa bervariasi, yaitu mulai kurang dari 10 mikron dan ada yang mencapai 6 m, meskipun jarang. Di perairan protozoa adalah penyusun zooplankton. Makanan protozoa meliputi bakteri, jenis protista lain atau detritus (materi oganik dari organism mati). Protozoa hidup soliter atau berkoloni. Jika keadaan lingkugan kurang menguntungkan, protozoa membungkus diri membentuk sista untuk mempertahankan diri. Bila mendapatkan lingkungan yang sesuai hewan ini akan aktif aktif lagi. Cara hidupnya ada yang parasit, saprofit, dan hidup bebas (srikini, 2004 ).
Tubuh protozoa yang hanya satu sel itu, bentuknya bermacam-macam, ada yang tidak tetap dan ada yang tetap. Bentuk tetap ini di sebabkan oleh telah memiliki pelliculus (kulit) dan beberapa mempunyai cangkang kapur. Sitoplasma protozoa sebagian besar tidak berwarna, sitoplasma biasanya di bedakan atas bagian pinggiran yang di sebut Ectoplasma dan bagian sentral yang lebih padat dan bergranula di sebut Endoplasma. Nukleus protozoa umumya hanya sebuah, tetapi ada juga yang lebih, misalnya Arcella vulgaris atau Opalina ranarum. Ciliata secara umum mempunyai dua tipe nukleus dan cirri nukleus umumnya bulat, tetapi ada juga yang oval, misalnya pada paramecium. Bentuk seperti ginjaln terdapat pada Balantidium coli, sedang bentuk menasbih (monolitiform) terdapat terdapat pada Spirostomum. Struktur nukleus pada prinsipnya ada yang vasikular dan granular. Vakuola yang terdapat pada protozoa dapat di bedakan atas vakuola kontraktil, vakuola makanan dan vakuola stasionari. Vakuola yang terakhir itu (vakuola stasioneri)mengandung caiaran berisi kristal-kristal butiran-butiran minyak dan materi lainnya,yang terdapat dalam tubuh Protozoa.Fungsi vakuola kontraktil keculi sebagai eksresi juga berfungsi sebagai pengatur tekanan osmosis tubuh (yusuf,2005).
Euglena berbentuk seperti kumparan yang panjangnya bervariasi dari 25-100 mikron. Mempunya sebuah flagellum pada ujung anterior yang dimulai dari kerongkongan. Kedalam kerongkongan itu bermuara pada suatu tempat penampungan (reservoir). Kedalam reservoir itu bermuara beberapa vakuola kontraktil kecil. Dekat reservoir tersebut terdapat srigma merah (dianggap sebagai mata) (eu + Gr. Glene, biji mata). Dalam tubuh hewan biasanya terdapat sejumlah besar kloroplastid. Dalam sitoplasma disimpan karobohidrat sebagai makanan cadangan berupa butir-butir paramilum. Inti tunggal dan di tengah-tengahnya terkumpul kromatin (Brotowijoyo,1986:61).
Pada lapisan entoplasma terdapat butir hijau daun, sehingga hewan ini dapat menyelenggarakan proses fotosintesis dengan menghasilkan zat tepung (amilum). Hewan euglena dapat bergerak maju ke depan secara spiral rotasi dengan menggunakan flagellumnya atau merayap pada suatu dasar tanpa menggunakan flagellumnya atau secara euglenoid. Euglenoid artinya bergerak dengan cara mengerutkan tubuh, kemudian agak membulat dan akhirnya memanjang lagi seperti semula. Sebagian besar hewan ini mendapatkan mekanannmya dari hasil fotosintesis, berarti mendapatkan makanan dengan cara holophitic. Tetapi bias juga secara saprozoik, berarti menyerap makanan melalui seluruh permukaan tubuhnya, dan makanan ini berupa partikel-partikel hancuran makhluk yang telah mati (Kastawi, dkk.2003: 26).
Bentuk ukuran tubuh Euglena viridis 35-60 mikron.Ujung tubuhnya meruncing dengan satu bulu cambuk,sehingga dapat bergerak aktif dengan flagella.Gerakan ini disebut dengan gerakan euglenoid.Hewan ini memiliki stigma(bintik mata berwarna merah) yang fungsinya untuk membedakan gelap dan terang.Euglena viridis mempunyai kloroplas yang mengandung klorofil untuk berfotosintesis,Tidak semua euglena berkloroplas misalnya Astasia(tidak berkloroplas sama sekali.Hewan ini memasukan makanannya melalui sitofaring menuju vakuola dan ditempat inilah makanan yang berupa hewan-hewan kecil di cerna (Srikini,2002).
Euglena berbentuk seperti kumparan yang panjangnya bervariasi dari 25-100 mikron. Mempunyai sebuah flagellum pada ujng anterior yang dimulai dari kerongkongan. Kedalam kerongkongan itu bermuara pada suatu tempat penampungan (reservoir). Kedalam reservoir it bermuara vakuola kontraktil kecil. Dekat reservoir tersebt terdapat stigma merah (dianggap sebagai mata). Dalam tubuh hewan biasanya terdapat sejumlah besar kloroplastid. Dalam sitoplasma disimpan karobohidrat sebagai makanan cadangan berupa butir-butir paramilum. Inti tunggal dan di tengah-tengahnya (Gembong, 2005).
Marga paramecium mempunyai rambut atau bulu getar pada seluruh permukaan tubuhnya. Bentuk tubuhnya seperti sandal (cenela). Ukurannya kira-kira 250 mikron panjang, bentuk agak silindris. Dibagian oral terdapat celah berbentuk spiral dan berakhir pada kerongkongan yang panjangnya hampir separuh panjang tubuh. Ektoplasma tipis, mengandung banyak trikokista, yaitu alat pelindung diri yang dapat mengeras. Di tengah-tengah tubuh terdapat makronukleus, dan satu atau dua mikronukleus. Biasanya ada dua vakuola kontraktil dan banyak vakuola makanan (Brotowijoyo, 1986: 67).
Paramecium caudatum adalah kelompok protozoa yang sering dijumpai di periran air tawar, misalnya sawah, kolam dan air yang mengenang. Bentuknya menyerupai sandal, bagian anterior tumpul dan yang posterior meruncing. Permukaan tubuhnya agak lentur namun bentuk tubuhnya sudah tetap dan bagian ini disebut pellicle. Seluruh permukaan tubuhnya ditumbuhi rambut getar yang disebut cillia, berfungsi sebagai alat gerak. Didaerah pertengahan tubuhnya terdapat bentuk lekukan yang ujungnya diakhiri degan bentuk kantung, ini disebut gulet. Bentuk kantung bila terlepas dari gulet akan menjadi vakuola makanan. Sitoplasma dibedakan menjadi dua yaitu bagian luar adalah ektoplasma dan bagian dalam disebut endoplasma. Dibagian ektoplasma terdapat bentukan menyerupai akar yang disebut trikosit. Fungi trikosit untuk melindungi diri dari terhadap serangan lawan dan juga untuk menambatkan diri pada hewan lain waktu mengambil makanan. Paramaecium caudatum mempunya dua inti, yaitu mikronukleus dan dan makronukleus. Fungsi makronukleus untuk mengatur proses metabolisme, sedangkan mikronukleus untuk perkembangbiakan. Setiap sel paramaecium caudatum mempunyai dua vakuola berdenyut, bentuk dan letaknya berbeda dengan vakuola yang dimiliki Amoeba proteus, tetapi fungsinya sama yaitu untuk eliminasi dan mengeluarkan air dari sitoplasma (Soemadji, 1986: 308).
Paramecium dengan morfologi Ujung depan tubuhnya tumpul , sedangkan bagian belakang meruncinghingga bentuknya seperti sandal atau sepatu. Bentuk tubuhnya tetap karena mempunyai dinding yang agak kuat. Ukuran tubuhnya antara 120-300 mikron dan memiliki dua inti, yaitu makronukleus dan mikro nukleus serta memiliki vakuola kontrakti maupun vakuola non kontraktil. Sistem organel yang mendukung kehidupan Paramecium adalah silia, vakuola makanan, mikronukleus, makronukleus, sel mulut, lubang anus, vakuola kontraktil. Contoh ciliata lainnya antara lain sebagai berikut (laila, 2004):
1. stenror; hewan ini bentuknya seperti terompet dan menetap pada suatu tempat
2. didinium; merupakan predator pada ekosistem perairan , yaitu pemangsa paramecium.
3. vorticella; bentuknya seperti lonceng,bertangkai panjang dengan bentuk lurus atau spiral, yang dilengkapi dengan silia di sekitar mulutnya.
4. stylonichia; bentuknya seperti siput, silianya berkelompok. Hewan ini banyak ditemukan di permukaan daun yang terendam air.
5. balantidium colii; habitatnya pada colon (usus besar) manusia dan dapat menimbulkan palantidiosis (gangguan pada perut) (laila, 2004).
Bentuknya menyerupai sandal, bagian anterior tumpul dan yang posterior meruncing. Permukaan tbuhnya agak lentur namun bentuk tubuhnya sudah tetapdan bagian ini disebut pellicle. Seluruh permukaan tubuhnya ditumbuhi rambt getar yang disebut cilia, berfungsi sebagai alat gerak. Didaerah pertengahan tubuhnya terdapat bentuk lekukan yang ujungnya diakhiri dengan bentuk kantung, ini disebt gulet. Bentuk kantung bila terlepas dai gulet akan menjadi vakuola makanan. Sitoplasma dibedakan menjadi dua yaitu bagian lar adalah ektoplasma dan bagian dalam disebut endoplasma. Dibagian ektoplasma terdapat bentukan menyerupai akar yang disebut trikosit. Fungsi trukosit untuk melindungi diri dari serangan lawan dan jga untuk menabatkan diri pada hewan lain waktu mengambil makanan. Paramecium candatum mempunyai dua inti, yaitu mikronukleus dan makronukleus. Fungsi makronukleus untuk mengatur proses metabolisme, sedangkan mikronukleus untuk perkembangbiakan. Setiap sel paramecium caundatum mempunyai dua vakuola berdenyut, bentk dan letaknya berbeda dengan vakuola yang dimiliki Amoeba proteus, tetapi fngsinya sama yaitu untuk eliminasi dan mengeluarkan air dari sitoplasma (Jasin, 1984).
Sel amoeba struktur tubuhnya dilindungi oleh membran sel. Di dalam selnya terdapat organel-organel, di antaranya inti sel, vakuola kontraktil, dan vakuola makanan. Inti sel berfungsi mengatur seluruh kegiatan yang berlangsung dalam sel. Vakuola kontraktil berfungsi sebagai organ ekskresi sisa makanan. Vakuola kontraktil juga menjaga agar tekanan osmosis sel selalu lebih tinggi dari tekanan osmosis di sekitarnya. Vakuola makanan berfungsi sebagai alat pencernaan (Srikini,2002).
Banyak jenis amoeba yang hidup mandiri, antara lain Amoeba proteus, namun ada yang hidup parasitis dan menyebabkan penyakit disentri pada manusia dan hewan (anjing dan kucing), yaitu Entamoe bahistolityca. Ukuran Amoeba berkisar antara 200-300 mikron, bentuknya selalu berubah-ubah. Sitoplasma dibagi menjadi dua bagian, yaitu ektoplasma yang jernih, dan endoplasma yang lebih keruh. Inti sebuah, pipih, bulat. Selalu ada satu vakuola kontraktil dan banyak vakuola makanan. Amoeba bergerak dengan cara mengalirkan penjuluran protoplasma yaitu pseudopodia. Proses penjluran itu nampaknya adalah pencairan sementara bagian luar endoplasma yang kental (plasmagel). Karena pencairan itu terjadi plasmosol. Jika kemudian plasmosol iti dikentalkan kembali, maka penjuluran protoplasma itu tertarik kembali, dan begitu seterusnya (Brotowijoyo, 1986: 64).
Menurut Kastawi dkk (2003 hal: 28) amoeba ada yang dibungkus cangkang atau tanpa selubung cangkang (telanjang). Amoeba telanjang dari genus Amoeba dan Pelomyxa bentuknya asimetris dan bentuk ini selalu berubah. Sebaliknya amoeba bercangkang memperlihatkan simetris bagian luarnya (cangkangnya). Sitoplasma terbagi dalam ekto dan endoplasma, pseudopodia ada yang tipe lobopodia (pada amoeba telanjang) atau tipe filopodia (pada amoeba bercangkang). Pada lobopodia, penjuluran lebih besar dan mengandung ekto dan endoplasma, sedang pada filopodia lebih kecil dan hanya tersusun dari ektoplasma. Cangkang berasal dari sekresi sitoplasma berupa silica atau khitin, atau materi dari luar yang melekat. Amoeba melekat pada dinding dalam cangkang dengan perantara penjuluran protoplasma. Cangkang selalu memiliki bidang terbuka untuk penjuluran sitoplasma, dan karenanya bentuk cangkang sering mirip helm/topi (Kastawi, dkk.2003: 28).
Ukuran Amoeba berkisar antara 200-300 mikron, bentuknya selalu berubah-ubah. Sitplasma dibagi menjadi da bagian, yaitu ekstoplasma yang jernih, dan endoplasa yang leih keruh. Inti sebuah, pipih, bulat. Selalu ada satu vakuola kontraktil dan banyak vakuola makanan. Amoeba bergerak dengan cara menglirkan penjuluran protoplasma yaitu pseudopodia. Proses penjuluran it nampaknya adalah pencairan sementara bagian luar endoplasma yang kental (plasmagel). Karena pencairan it terjadi plasmosol. Jika kemudian plasmosol itu dikentalkan kembali, maka penjuluran protoplasma itu tertarik kembali, dan begitu seterusnya. Amoeba ada yang dibungkus cangkang atau tanpa selubung cangkang (telanjang). Amoeba telanjang dari genus Amoeba dan pelomyxa entknya asimetris dan bentuk ini selalu berubah. Sebaliknya amoeba bercangkang memperlihatkan simetris bagian luarnya (cangkangnya). Sitoplasma terbagi dalam ekto dan endoplasma, pseudopodia ada yang type lobopodia (pada amoeba telanjang) atau type filopodia (pada amoeba bercangkang). Pada lobopodia, penjulran lebih besar dan mengandung ekto dan endoplasma, sedang pada filopodia lebih kecil dan hanya tersusun dari ektoplasma. Cangkang berasal dari sekresi sitoplasma berupa silica atau khitin, atau materi dari luar yang melekat. Amoeba melakat pada dinding dalam cangkang dengan perantara penjuluran protoplasma. Cangkang selalu memiliki bidang terbuka untuk penjuluran sitoplasma, dan karenanya bentuk cangkang sering mirip helm/topi (Jasin, 1984).
Ciri-ciri Volvox yaitu koloni terdiri dari ribuan hewan bersel satu yang masing-masing memiliki dua flagella.Setiap sel memiliki inti.vakuola kontraktil,stigma,dan kloroplas.Sel-sel dihubungkan dengan benang-benang protoplasma membentuk hubungan fisiologis (Srikini,2002).
Selnya mempunyai kloroplas, satu bintik mata dan bulu cambuk, sebanyak 256-1024 sel atau lebih membentuk kumpulan yang berbentuk peluru yang terisi dengan lendir sel-sel dalam kelompok itu protoplasmanya bersambungan, dan diantara sel-sel itu tampak adanya pembagian sel-sel untuk berkembang biak. Cadangan makanan gula dalam dalam bentuk sukrosa dan tepung dalam bentuk amilosa dan amilo pektin. Mempunyai juga klorofil a dan b (Kastawi, 2005).
a.2. Klasifikasi
a.2.1. Euglena kelas Mastighopora (flagellata)
hewan-hewan yang termasuk dalam kelas ini mempunyai satu atau lebih flagella (bulu cambuk). Contoh dari hewan ini adalah Euglena viridis, adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Protozoa
Subfilum : Sarcomastigophora
Superklas : Mastighopora/Flagelata
Kelas : Phytomastigophorea
Ordo : Euglenida
Family : Euglenoidae
  Genus: Euglena
  Species : Euglena viridis
a.2.2. Paramecium
Kelas cilliata (ciliphora). Hewan-hewan anggota kelas ini mempunyai ciliata (rambut getar) untuk bergerak atau mencari makan. Hidupnya mandiri atau sebagai komensal dalam saluran pencernaan herbivora dan sebagainya. Ciliata hidup dalam kolam alam. Contoh dari kelas ini adalah Paramecium caudatum, adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : protozoa
Subfilum : Ciliophora
Kelas : Ciliatea
Subklas : Holotricia
Ordo : Hymenostomatida
Family : Paramecidae
  Genus : Paramaecium
  Species : Paramaecium caudatum 
a.2.3. Amoeba
Kelas Sarcodina (Rhizopoda)
Rhizopoda bergerak dan makan dengan menggnakan pseudopodia (kaki semu). Hewan-hewan kelas ini Amoboid, yaitu bentuk tubuhnya tidak tetap (selalu berubah-ubah). Salah satu contoh Rhizopoda adalah Amoeba proteus, adapun klsifikasinya adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : protozoa
Superklas : Sarcodina
Kelas : Rhizopodea
Subklas : Lobosia
Ordo : Amoebida
Family : Amoebioae
  Genus : Amoeba
  Species : Amoeba proteaus
a.2.4. Volvox
Kingdom : Animalia
Filum : protozoa
Subfilum : Sarcomastigophora
Superklas : Mastighopora/Flagelata
Kelas : Phytomastigophorea
Ordo : Volvocida
Family : Volvocidae 
Genus : Volvox
  Species : Volvox Golbator
a.3. Habitat
Stadium vegetative atau stadium trofik protozoa yang hidup bebas terdapat dalam semua lingkungan akuatik, pasir, tanah dan bahan organic yang membusuk. Juga di temukan di daerah kutub, datarn tinggi, dan bahkan perairan hangat (30 samapai 560 C) sumber air panas. Akan tetapi, kebanyakan protozoa mempunyai temperature optimum untuk tumbuh antara 16 sampai 250 C. stadium teresistansi dapat tahan variasi suhu yang lebih tinggi dari pada stadium trofik (Pelczar, 2007).
Keadaan reduktif-oksidatif pada tanah dan genangan air yang ‘hanya’ berkisar 5 cm – 15 cm memungkinkan tanah sawah memiliki ekosistem yang unik.. Pada genangan tanah sawah yang unikitu hidup berbagai organisme, baik yang berukuran besar maupun kecil. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat sedikitnya terdapat 23 jenis organism air dengan ukuran antara 50 μm sampai 1 cm di empat lokasi pengamatan . Organisme dari kelompok Cladocera, Cyclopoida, Ploima, Zygnemetales, Nematoda, Diptera, Podocopida, Volvocida, dan Archipora ditemukan pada semua lokasi pengamatan. Sedangkan Anostraca, Ephemeraptera, Closterium, Bdelloida, dan Haplatoxida hanya ditemui pada tanah sawah konvensional Taman Bogo. Umumnya jenis organisme air genangan terbanyak ditemui pada sawah konvensional Taman Bogo dan jenis yang paling sedikit diperoleh dari sawah buatan di Rumah Kaca (Niswati, 2007).

a.3.1. Euglena
Euglena adalah hewan bersel satu berwarna hijau, karna berklorofil, merupakan sutau marga dari hewan-hewan mastigosphora. Hidup dalam kolam dan sering membuat lapisan permukaan air yang berwarna hijau. Serta pada air yang mengandung zat-zat organik ,paya-paya ada yang zeoplankton, dan epidozoik dan disumber air panas (Gembong, 2005).
Pada mulut terdapat cambuk atau flagel dan digunakan untuk bergerak. Dekat mulut terdapat bintik mata (stigma) yang gunanya untuk membedakan gelap dan terang. Di dalam sitoplasmanya terdapat butir kloroplas yang berisi klorofil. Oleh karena itu Euglena berwarna hijau (Gembong, 2005).
a.3.2. Paramecium
Paramecium caundatum adalah kelompok protozoa yang sering dijumpai di perairan air tawar, misalnya kolam dan air yang mengenang (Kastawi, 2005).
a.3.3. Amoeba
Amoeba banyak terdapat di lumpur-lumpur, dibagian dasar kolam, sawah, sungai, danau, atau tempat-tempat lain yang berair dan banyak mengandung sisa-sisa organisme dan zat-zat organik ,paya-paya ada yang zeoplankton, dan epidozoik dan disumber air panas (Jasin, 1984).
Amoeba yang bentuk-behtuk hidup dalam air tawar berisi satu atau lebih vakuola berdenyut, vakuola-vakuola seperti ini tidak ada pada spesies yang hidup di air asindan yang parasitic (Levine, 1995).
a.3.4. Volvox
Volvox adalah kelompok protozoa yang sering di jumpai di perairan air sungai (air tawar)
Dan pada hasil praktikum diperoleh dari sampel air got atau selokan (Kastawi, 2005).
a.4. Prinsip-prinsip
Jika seluruh hewan didunia kita dikelompokkan berdasarkan ada dan tidaknya tulang punggung, maka sebagian besar akan termasuk kedalam golongan tidak bertulang punggung atau dikenal dengan sebutan invertebrate. Hewan-hewan invertebrate ini meliputi protozoa, yaitu hewan bersel tunggal dan sebagian metazoa, yaitu hewan bersel banyak.
Apabila setetes atau dua tetes air kolam diamati melalui mikroskop akan dijumpai sesuatu yang sangat menarik, yaitu suatu dunia yang dihuni oleh sejumlah besar organism renik. Mikroorganisme tersebut kebanyakan merupakan anggota protozoa. Protozoa dalah protista yang menyerupai hewan.
Praktikum ini dilaksanakan untuk mengetahui bentuk-bentuk, habiat, alat gerak, cara berkembang biak, bentuk tubuh, warna tubuh, dari filum protozoa. Diantaranya yakni: Amuba proteus, Euglena viridis, Paramecium, dan Volvox.
B. Alat dan Bahan
Dalan praktikum kali ini yakni tentang Filum protozoa memerlukan alat dan bahan, adapun alat-alat yang di gunakan adalah: Mikroskop, kaca benda dan penutupnya(4 buah), beaker glass(4 buah), pipet(4 buah) dan tissue. Sedangkan bahan-bahan yang di gunakan adalah: Rendaman air jerami, air kolam brawijaya, air selokan dan air sawah.

C. Metode Praktikum
1.Di sediakan gelas benda, kemudian di tetesi setetea air dari salah satu bahan praktikum yang telah tersedia dengan menggunakan pipet.
2. Di tutup air tai dengan menggunakan gelas penutup secara pelan-pelan.
3.Di gunakan mikroskop untuk memeriksa preparat, mula-mula di gunakan dengan perbesaran lemah apabila hewan yang di maksud sudah ketemu, baeulah di pergunakan dengan perbesaran kuat.
4.Di ambil air benihan bagian permukaan, tengah dan bawah, apabila hewan yang di maksudkan belum di temukan.

D.Hasil dan Pembahasan
D.1 Hasil Pengamatan
Euglena sp.
Hasil pengamatan
Gambar literature












(Steven, 2002).
Akses 07 Desember 2008

Euglena yang kami amati sedang aktif bergerak, gerakan euglena cukup cepat kedepan dan kebelakang, pada waktu pengamatan kita mengetahui adanya flagel tapi tidak terlalu jelas,sedangkan stigma, kloroplast dan nucleus tidak begitu jelas. Dan bentuknya gelendong.






Amoeba
Hasil pengamatan
Gambar literature






www.klmbio.com
Amoeba pada saat dilihat di mikroskop sedang bergerak dengan gerak khas amoeba yang biasa di sebut dengan gerak seperti melayang dan seluruh tubuhnya bergerak. Dan pada waktu pengamatan inti (nukleus) pada amoeba terlihat tampak jelas . warnanya transparan dan bentuk tubuhnya berubah-ubah, spesies ini ditemukan pada waktu pengamatan rendaman air jerami.







Paramecium
Hasil pengamatan
Gambar literature






www.klmbio.com
Paramecium ditemukan saat pengamatan air sawah. Pada saat diamati bentuk tubuhnya menyerupai sandal, dan terdapat silia yang tidak begitu jelas, ujungnya depan tubuhnya tumpul dan bagian belakangnya runcing. gerakannya pelan-pelan tapi tidak terarah. Tubuhnya berwarna marah kecoklatan.
Volvox
Hasil pengamatan
Gambar literature



www.klmbio.com
Volvox globator yang kami amati gerakannya melingkar, bentuknya saangat kecil dan hidupnya berkoloni. Spesies ini ditemukan pada pengamatan air sawah.
D.2. Pembahasan
Praktikum tentang phyllum protozoa yang kami lakukan banyak di temukan berbagai macam spesies dari filum protozoa, antara lain Euglena sp,Volvox, Paramecium, Amoeba.setiap spesies memiliki morfologi yang berbeda-beda.
Spesies yang kami temukan pertama adalah Euglena, euglena ini kami temukan pada sampel air yang berasal dari air sawah yang berwarna hijau. Pada pengamatan di bawah mikroskop kami melihat euglena memiliki bentuk yang panjang, dan bentuk tubuhnya seperti gelendong Selain itu, terdapat binti-bintik berwarna hijau yang tersebar didalam tubuh, bintik-bintik hijau itu adalah klorofilnya. Dan juga terlihat bintik yang berwarna merah. Pada pengamatan ini kami dapat melihat flagelnya tapi tidak begitu jelas. Di bawah mikroskop, euglena menunjukkan gerakan yang aktif dan cukup cepat. Yaitu kedepan ke belakang.
Menurut Jasin (1984: 35),euglena adalah hewan bersel satu, bentuknya panjang, runcing pada posterior dan tumpul pada anterior. Lapisan luar yang memadat disebut ectoplasma dan bagian tengah disebut endoplasma yang wujudnya agak encer. Pada bagian anterior terdapat stigma (titik mata merah) yang tersusun atas protoplasma. Warna hijau pada euglena disebabkan adanya chromatophora. Badan tersebutberisi chlorophyll, yang berfungsi untuk fotosisntesis.
Menurut Kastawi (2005: 22), hewan euglena dapat bergerak maju secara spiral rotasidengan menggunakan flagellumnya atau merayap pada suatu dasar tanpa menggunakan flagellumnya atau secara euglenoid. Hewan ini banyak dijumpai di kolam-kolam dan sering memberikan warna hijau pada air. Hal ini disebabkan hewan tersebut memiliki kloroplas di dalam tubuhnya.
Spesies yang kami temukan selanjutnya adalah Paramecium caudatum, hewan ini kami temukan pada sampel air yang berasal dari air sawah Bentuknya seperti sandal, bagian depannya tumpul dan belakangnya runcing, terdapat bintik- bintik pada tubuh, gerakannya maju sambil berputar dan gerakannya lebih secepat dari pada euglena, karena Pada paramecium terdapat silia pada seluruh tubuhnya, tetapi pada pengamatan ini silianya terlihat tidak begitu jelas.
Menurut Jasin (1984), bentuk paramecium caudatum seperti terumpah (alas kaki). Bagian anterior tumpul, sedang bagian posterior adalah runcing. Bagian tubuh yang terlebar adalah bagian tengah dengan suatu lekukan mulut. Sitoplasma tubuh dibedakan atas ektoplasma dan endoplasma , paramecium tidak memiliki klorofil, hewan ini memiliki dua inti sel yaitu makronukleus dan mkrnukleus.
Hewan ini bergerak maju sambil mengadakan gerak rotasi yang arah perputarannya bila dilihat dari belakang berlawanan dengan arah jarum jam. Pergerakan tersebut terjadi karena perpaduan antara gerak cilia tubuh seperti sistem dayung dan gerak cilia pada oral groove yang sangat kuat (Kastawi, 2005: 30).
Amoeba pada saat dilihat di mikroskop sedang bergerak dengan gerak khas amoeba yang biasa di sebut dengan gerak seperti melayang dan seluruh tubuhnya bergerak. Dan pada waktu pengamatan, inti (nukleus) pada amoeba terlihat tampak jelas . warnanya transparan dan bentuk tubuhnya berubah-ubah, spesies ini ditemukan pada waktu pengamatan rendaman air jerami.
Menurut Gembong (2005), amoeba ada yang dibungkus cangkang dan ada yang telanjang, amoeba yang tidak memiliki cangkang memiliki bentuk yang asimetris dan bentuk ini selalu berubah, sedangkan yang memiliki cangkang memperlihatkan simetris pada luanya. Susunan tubuh amoeba bersifat monoseluler , sedang bentuk tubuhnya tidak tetap , selalu berubah-ubah menurut keadaan. Amoeba bergerak dengan menjulurkan kaki semunya (pseudo-podia), dan gerakannya disebut gerak amoeboid. Hewan ini hidup dilumpur-lumpur di bagian dasar kolam, sawah, sunngai, danau atau di tempat-tempat lain yang berair dan banyak mengandung sisa-sisa organisme.
Volvox globator yang kami amati gerakannya melingkar bentuknya saangat kecil dan hidupnya berkoloni, dan spesies ini berwarna hijau karena terdapat klorofil, karena bentuk volvox sangat kecil,sehingga letak klorofilnya tidak jelas . Spesies ini ditemukan pada pengamatan air sawah.
Menurut Sulisetijono (2007) Volvox sp sel-selnya mempunyai kloroplas, satu bintik mata dan bulu cambuk, sebanyak 256 - 1024 sel atau lebih membentuk kumpulan yang berbentuk peluru yang terisi dengan lendir sel-sel dalam kelompok itu protoplasmanya bersambungan, dan diantara sel-sel itu tampak adanya pembagian sel-sel untuk berkembang biak. Cadangan makanan gula dalam dalam bentuk sukrosa dan tepung dalam bentuk amilosa dan amilo pektin. Mempunyai juga klorofil a dan b. Dengan habitus bentuk tubuhnya simetris ,flagel menjulur keluar dari dinding. Dan berada pada habitat air sungai (air tawar) dan air got. Serta memiliki sistem reproduksi seksual dengan oogami yaitu persatuan antara antherozoid yaitu sebuah gamet jantan yang berflagel dan aktif bergerak dengan ovum. Sel telur ukurannya relatif lebih besar dan tidak bergerak. Reproduksi vegetatif dengan cara fragmentasi.
















DAFTAR PUSTAKA

Ashari, Sumeru. 2006. Struktur invertebrata. Jakarta : Universitas Indonesia
Gembong, Tjitrosoepomo. 2005. Taksonomi Tumbuhan Rendah. Yogyakarta : Penerbit Universitas Gajah Madha Press
Jasin, Maskoeri. 1984. Sistimatik Hewan (Invertebrata dan Vertebrata).Surabaya : Penerbit PT. Sinar Wijaya
Kastawi, yusuf. dkk. 2005. Zoologi Avertebrata. Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang Press
Laila. 2004. Biologi Umum. Jakarta: Erlangga
Sulisetijono. 2005. Taksonomi Tumbuhan Rendah Alga . Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang
Srikini. 2004. Buku Penuntun Biologi. Jakarta: Erlangga
Pelczar, J. Michael. 2007. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta:Universitas Indonesia Pres
Levine, D.Norman. 1995. Protozoologi Veteriner. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press
Klambio.http// image protozoa.com di akses pada tanggal 20 oktober 2009 jam 14.30 WIB.
Miswati, Purnomo. The Changes of Communities and Diversity of Aquatic Organisms on the Floodwater of Paddy Fields of Pagelaran and Taman Bogo, Lampung Province.2007. This page last updated 20 Oktober 2009.
Oluyemi Kayode,2007.Traditional Classification.Int. Journal Morphol., 25(3):609-614, 2007.

JAWAB PERTANYAAN
1.Sebutkan klasifikasi prorozoa menurut literature ?
Superkelas Mastigora / Flagelata
Klas Phithomastigophorea:
Ordo Chryso monadida
Contoh : Synura, Chromudina
Ordo shilicoflagelata
Contoh : dictvocha
Ordo Coccolithopohorida
Contoh : coccolithus
Ordo Heterochlorida
Contoh : Heterochloria, Myxcchloria
Ordo dinoflagellida
Contoh : Noctiluca, Ceratium
Ordo Ebriida
Contoh : Eoria
Ordo Euglenida
Contoh : Euglena, pacus
Ordo Chlomonadida
Contoh : Gonyostomum
Ordo Volvocida
Contoh :Chlamydomonas, volvoc
Klas Zoomastigophora
Ordo Choaneflagellida
Contoh : Codosiga, protrospongia
Ordo Bicossoecida
Contoh : poteriodendron
Ordo Rhizomastigida
Contoh : Mastigamoeba Dimorpha
Ordo Kinetoplastida
Contoh : Leismania, Trypanosoma
Ordo Diplomonadida
Contoh : Giardia
Ordo Oxymonadida
Contoh : Oxymonas
Ordo Tricomonadida
Contoh : Tricomonas
Ordo Hypermastigiga
Contoh : Triconympha

Superkelas Sarcodina
Klas Rhizopodia
Subklas lobosia
Ordo Amoebida
Contoh : Amoeba, Entamoeba
Ordo Arcellinida
Contoh : Arcella, Difflugia
Subklas filosia
Contoh : penardia
Subklas Granulareticulosia
Ordo Athalamida
Contoh : Biomyxa
Ordoforaminifera
Contoh : Globigerina, Orbulina
Klas Piroplasmea
Contoh : Babesia
Klas actinopodea
Subklas Radiolaria
Subklas Acantharia
Contoh : Actinophrya
Subklas proteomyxida
Contoh : Vampyrella
Subfilum Sporozoa
Klas telosporea
Subklas gregarine
Contoh : gregarine
Subklas coccidi
Contoh : Eimeria
Klas toxoplasma
Contoh : toxoplasma
Klas Microsporidea
Contoh : Nosema
Subfilum ciliophora
Klas Ciliatea
Subklas Holotrichia
Ordo Gymnostomatida
Contoh : Didinium
Ordo Tricostomatida
Contoh : Balantidium
Ordo Chonotricida
Contoh : Hyalophysa
Ordo Astomatida
Contoh : Anophloprya
Ordo Hymenostomatida
Contoh : Paramecium
Ordo Thigmotrichida
Contoh : Boveria
Subklas Peritrrichia
Ordo Peritrichida
Contoh : Vorticella
Subklas Suctoria
Ordo Suctorida
Contoh : Podophrya
Subklas Spirotrichia
Ordo Heterotrichida
Contoh : Stentor
Ordo Oligotrichida
Contoh : Halteria
Ordo Tintinnida
Contoh : Codonella
Ordo Entodiniomorphida
Contoh : Entodinium
Ordo Odontostomatida
Contoh : Saprodinium
Ordo Hypotrichida
Contoh : Stylonyhia

2.Klasifikasikan keman protozoa yang saudara temukan, jelaskan alasannya?
Berdasarkan alat gerak dan perbedaan organel-organel lainnya:
Rhizopoda (Sarcodina), seperti :
Amoeba proteus
Habitat : hidup ditempat basah dan air tawar.
Alat gerak : kaki semu (Pseudopodia)
Reproduksi : secara vegetative dengan membelah diri
Flagellate (Mastigophora), seperti :
Euglena viridis
Habitat : di laut, air tawar, dan parasit dalam tubuh manusia atau hewan.
Alat gerak : bulu cambuk (flagela)
Alat reproduksi : secara vegetative dengan membelah diri.
Ciri lain : mempunyai klorofil dan titik mata (stigma)
Subklas dari flagellate yakni Volvosida, contoh anggota kelompok ini yang paling terkenal yakni Volvox globator.
Habitat : hidup di air tawar
Alat gerak : bulu cambuk (flagela)
Alat reproduksi : secara vegetative dengan membelah diri
Ciri lain : hidup berkoloni, mempunyai klorofil, garakan melingkar.

Ciliata (Ciliophora), seperti :
Paramecium
Habitat : di laut, perairan tawar, dan beberapa yang hidup bersimbiosis di dalam usus vertebrata.
Alat gerak : bulu getar (silia)
Alat Reproduksi : secar vegetative dengan membelah diri secara memanjang, dan generative dengan konjugsi.
Ciri lain : bentuknya menyerupai sandal, geraknya pelan-pelan tidak terarah, dan berwarna hijau transparan.

3.Sebutkan cirri-ciri khusus dari masing-masing kelas protozoa, kemudian berdasarkan cirri tersebut buatlah kunci dikotom!
Amoeba proteus : bentuknya selalu berubah-ubah, hidup diair tawar, ukuran tubuhnya sangat besar untuk ukuran protozoa yaitu berkisar 200-300 mikron.
Euglena viridis : ukuran tubuhnya 35-60 mikron, ujung tubuhnya meruncing dengan satu buku cambuk, mempunyai stigma, memiliki kloroplas yang mengandung klorofil, memasukkan makanannya melalui sitofaring.
Paramecium : ujung depannya tumpul sedangkan bagian belakangnya runcing, bentuknya menyerupai sandal, ukuran tubuhnya antara 120-300 mikron, memiliki dua inti, mempunyai vakuola kontraktil maupun vakuola nonkontraktil.
Volvox globator : koloninya terdiri dari ribuan hewan bersel satu yang masing-masing mempunyai dua flagella, setiap sel mempunyai inti, vakuola kontraktil, stigma, dan kloroplas.
LAPORAN PRAKTIKUM
TAKSONOMI INVERTEBRATA
PHYLLUM PLATYHELMINTHES (CACING PIPIH )
PLANARIA ( Dugesia tigrina )
Phyllum Platyhelminthes (Cacing Pipih )

Waktu dan Tempat :
Praktikum pengamatan tantang phylum Platyhelminthes di laksanakan pada hari jum’at tanggal 23 Oktober 2009 jam 16.00 di Laboratorium Biologi lantai satu UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG.
Tujuan :
1.Untuk mengetahui morfologi luar tubuh planaria
2.Untuk mengetahui klasifikasi planaria
3.Untuk mengetahui habitat planaria
4.Untuk mengetahui anatomis tubuh planaria di lihat dari segi lapisan sel penyusun tubuh, jaringan otot dan gerak, sistem pencernaan, ekskresi, saraf, peredaran darah, dan sistem reproduksi.

A.PENDAHULUAN
a.1. Morfologi dan Anatomi
Platyhelminthes ada yang bersifat parasit atau hidup pada tubuh organism lain, ada yang hidup bebas di perairan. Cacing ini tidak memiliki system peredaran darah dan bernafas dengan seluruh permukaan tubuh. Platyhelminthes mempunyai bentuk tubuh pipih, tidak mempunyai rongga tubuh (selom) dan alat pencernaannya tidak sempurna. Struktur tubuh platyhelminthes memanjang pipih dorsoventral tanpa segmentasi atau ruas-ruas bagian tubuh dapat di bagi menjadi bagian anterior (depan kepala), posterior (bagian belakang ekor), dorsal (daerah punggung), ventral (daerah yang berlawanan dengan dorsal), dan lateral (samping tubuh). Tubuhnya bersimetri bilateral dan tersusun atas 3 lapisan (tripoblasik) yaitu : Ektoderma (lapisan luar), Mesoderma (lapisan tengah) dan Endoderma (lapisan dalam).Penggolongan platyhelminthes yaitu (Srimulyani, 1994) :
Turbellaria
Turbellaria di sebut juga dengan planaria sp. Cacing ini bersifat karnivor, panjang tubuhnya sekitar 5-25 mm.cacing ini bergerak dengan menggunakan silia yang terdapat pada epidermis atas. Gerakannya lentur di sepanjang lender yang di sekresikannya. Beberapa turbllaria melakukan gerakan berombak untuk berenang di air.
Trematoda (cacing isap)
Cacing ini bersifat parasit pada manusia dan hewan. Struktur tubuhnya pada permukaan tubuhnya tidak bersilia, tetapi di liputi kutikula. Cacing ini memiliki alat isap satu atau lebih yang terdapat di sekitar mulut atau di bagian ventral tubuhnya. Alat isap ini di lengkapi dengan gigi kitin. Saluran pencernaannya bercabang dua. Sistem reproduksi ada yang hermafrodit dan umumnya punya siklus hidup yang rumit dengan pergantian fase seksual dan aseksual. Panjang tubuhnya 2-5 cm dengan lebar sektar 1 cm bentuk seperti daun. Saluran pencernaanya terdiri atas mulut di bagian ujung anterior.
Cestoda (cacing pita)
Cacing ini berbentuk pipih seperti pita, tidak mempunyai saluran pencernaan, dan bersifat endoparasit dalam saluran pencernaan vertebrata. Struktur tubuhnya piph dan terdiri dari rangkaian segmen yang di sebut praglotid (Kastawi, 2005).
Bentuk tubuh platyhelminthes pipih memanjang, seperti pita dan seperti daun. Panjang tubuh bervariasi, ada yang beberapa milimeter hingga belasan meter. Tubuh tertutup oleh lapisan epidermis bersilia yang tersusun oleh sel-sel sinsitium. Hewan ini tidak mempunyai rongga tubuh (acoela). Ruangan-ruangan di dalam tubuh yang ada di antara berbagai organ terisi dengan mesenkim yang biasa disebut dengan parenkim. Sistem digesti sama sekali tidak ada pada Acoela dan cacing pita, tetapi pada cacing pipih yang lain mempunyai mulut, faring dan usus buntu. Sistem respirasi dan sirkulasi juga tidak ada. Sistem ekskresi terdiri dari satu atau sepasang protonefridia dengan sel api. Sistem sarafnya primitif . sistem saraf utama terdiri dari sepasang ganglia serebral atau otak dan 1-3 pasang tali saraf longitudinal. Alat kelaminnya tidak terpisah (hermaprodit), sistem reproduksi pada cacing pipih sangat berkembang dan kompleks. Reproduksi aseksual dengan cara memotong tubuh dialami oleh sebagian besar anggota turbellaria air tawar (Kastawi, 2005).
Makanan planaria adalah hewan-hewan kecil atau zat-zat organik lainnya. Bila planaria dalam keadaan lapar ia akan bergerak secara aktif di dalam air. Makanan tersebut akan ditangkap oleh faringnya untuk selanjutnya dibawa masuk ke dalam mulutnya. Dari bagian mulut makanan akan diteruskan ke bagian usus yang bercabang tiga, satu ke bagian anterior dan dua ke bagian posterior. Disini makanan akan dicerna secara ekstra seluler. Pencernaan selanjutnya dilakukan di dalam sel (intraseluler) dalam vakuola makanan. Hasil pencernaan makanan akan diteruskan pada sel-sel atau jaringan lainnya secara difusi. Sisa-sisa pencernaan makanan akan dikeluarkan kembali melalui mulut (Soemadji. 1994).
Sistem syaraf terdiri dari 2 batang syaraf yang membujur memanjang, di bagian anteriornya berhubungan silang dan 2 ganglia anterior terletak dekat di bawah mata (Brotowidjoyo, 1994).
Bentuk tubuh platyhelminthes pipih memanjang, seperti pita, dan seperti daun. Panjang tubuhnya bervariasi, ada yang beberapa millimeter hingga belasan meter. Tubuh tertutup oleh lapisan ep[idermis bersilia yang tersusun oleh sel-sel sinsitium; sementara pada Trematoda dan Cestoda parasit tudak memiliki epidermis bersilia dan tubuhnya tertutup oleh kutikula. Kerangka luar dan dalam sama sekali tidak ada sehingga tubuhnya lunak. Bagaian yang keras hanya ditemukan pada kutikula, duri, dan gigi pencengkeram (Yusuf, 2005).
Hewan ini tidak mempunyai rongga tubuh (acoela). Ruangan-ruangan di dalam tubuh yang ada diantara berbagai rongga terisi dengan mesenkim yang biasa disebut parenkim. Sistem disgesi sama sekali tidak ada pada Acoela dan cacing pita, tetapi pada cacing pipih yang lain mempunyai mulut, faring, dan usus buntu. Sistem respirasi dan sirkulasi juga tidak ada (Yusuf, 2005).
Sistem eskresi terdiri dari satu atau sepasang protonefrida dengan sel api. Sistem syarafnya primitive. Sistem sarafnya terdiri dari sepasang ganglia serebral atau otak dan 1-3 pasang tali saraf longitudinal yang dhubungkan satu dengan yang lain oleh komisura saraf transversal. Tipe system saraf sperti ini disebutsistem saraf tangga tali. Organ-organ sensori umum dijumpai pada Tuberlaria, tetapi pada hewan yang parasit organ tersebut mereduksi . Reseptor kimia dan peraba pada umumnya berbentuk lubang atau lekukan yang bersilia (Maribaya, 2008).
Ciri khas dari Tuberlaria adalah adalah adanya sel-sel kelenjar yang jumlahnya banyak. Sel-sel kelenjar itu ada yang terletak di dalam lapisan epidermis, dan sebagian yang lain terletak dibagian mesenkim. Kelenjar-kelenjar itu menghasilkan mukosa yang berfungsi untuk merekat, untuk melibas mangsa. Sel-sel kelenjar seringkali dikelompokan bersama-sama. Kelompok yang ada bagaian anterior disebut kelenjar frontal. Kelenjar frontal itu merupakan ciri dari Tuberlaria primitive (Yusuf, 2005)
Morfologi planaria adalah mulut terletak pada bagian ventral, di depan tengah-tengah tubuh . mulut berfungsi untuk memasukkan makanan dan sekaligus memuntahkan sisa-sisa makanan. Faring terletak pada rongga faring, dan dapat di julurkan melalui mulut ke arah luar sebagai belalai atau proboscis.intestin bercabang tiga, satu mengarah ke arah anterior sampai di tengah-tengah kepala, dan yang dua secara sejajar sebelah menyebelah menuju ke arah posterior. Masing-masing cabang bercabang lagi secara menggarpu (divertikula) ke arah lateral. Cabang-cabang divertikula itu banyak sekali, pendek-pendek dan berujung tertutup (Kastawi, 2005).
Planaria tubuhnya pipih, lonjong dan lunak dengan panjang tubuh kira-kira antara 5-25 mm. Bagian anterior (kepala) berbentuk segitiga tumpul, berpigmen gelap kearah belakang, mempunyai 2 titik mata di mid dorsal. Titik mata hanya berfungsi untuk membedakan intensitas cahaya dan belum merupakan alat penglihat yang dapat menghasilkan bayangan (Soemadji, 1994).
Alat kelaminnya tiodak terpisah (hermaprodit). Sistem reproduksi pada kebanyakan cacing pipih sangat berkembang dan kompleks. Reproduksi aseksual dengan cara memotong tubuh dialami oleh sebagaian besar anggota tuberlaria air tawar. Pada kebanyakan cacing pipih telurnya tidak mempunyai kuning telur, tetapi dilengkapi dengan “sel yolk khusus” yang tertutup oleh cangkok telur (Campbel, 2003).
Planaria sp. merupakan cacing pipih dengan panjang mencapai 30 mm yang termasuk ke dalam phylum Platyhelminthes. Planaria sp. ini merupakan hewan fotonegatif dan biasanya ditemukan di bawah batuan yang terhindar dari cahaya matahari. Planaria sp. umumnya ditemukan di habitat akuatik yang tidak tercemar dengan arus yang mengalir, sebab Planaria sp. memerlukan oksigen yang baik1), tidak bersifat asam1), dan tidak mengandung polutan organik2). Dengan kriteria di atas dapat dikatakan bahwa Planaria sp. merupakan bioindikator perairan bersih (Surtikanti, 2004).
Menurut Hadikastowo( 1982 ), regenerasi adalah suatu proses pemotongan atau perusakkan bagian tubuh dan kemudian tumbuh lagi mengadakan fragmentasi atau penyembuhan kembali. Regenerasi merupakan proses perkembangbiakan suatu individu dari bagian tubuhnya yang terlepas. Hewan tingkat rendah biasanya mempunyai daya fragmentasi yang tinggi, misal: geranium, hydra, crustaceae, salamander dan planaria.
Dalam Newmark & Alvarado (2005), planaria mempunyai kemampuan untuk melakukan regenerasi dengan cara memotong-motong tubuhnya atau dengan pembelahan secara alami. Proses regenerasi tersebut dengan cara menyambung potongan-potongan tubuh dan juga pemisahan pada bagian-bagian tertentu yang disebut sebagai regenerasi blastema.
Pembuahan silang terjadi pada Trematoda, dan pembuahan sendiri terjadi pada Cestoda. Fertilisasi terjadi di dalam tubuh. Siklus hidup sangat rumit dan melibatkan satu atau banyak inang. Pada Trematoda dan cacing pita sering terjadi parthenogenesis dan poliembrioni. Beberapa jenis cacing pita berkembang biak dengan membentuk kuncup endogen (Campbel, 2003).
Cacing pipih dibagi kedalam empat kelas ; Tuberlaria (yang sebagain besar adalah cacing pipih yang hidup bebas), Monogenea, Trematoda (atau fluke), dan Cestoidea (cacing pita) (Campbel, 2003).
Planaria dan cacing pipih lainnya tidak memiliki organ khusus untuk pertukaran gas dan sirkulasi. Bentuk tubuhnya yang pipih itu menempatkan semua sel-sel berdekatan dengan air sekitarnya, dan percabangan halus rongga gastrovaskuler mengedarkan makan keseluruh tubuh hewan tersebut. Buangan bernitrogen dalam bentuk ammonia akan berdifusi secara langsung dari sel-sel kedalam air sekitarnya. Sistem ini terdiri atas sel-sel yang bersilia yang disebut dengan sel api atau flame cel yang mengalirkan cairan mel;alui saluran bercabang yang membuka kebagaian luar (Campbel, 2003).
Planaria bergerak menggunakan silia pada epidermis ventral, bergeser disepanjang lapisan lendir tipis yang mereka sekresikan sendiri.Beberapa cacing tuberlaria juga menggunakan ototnya untuk berenang melalui air dengan gerakan yang mengombak naik turun (Campbel, 2003).
Seekor planaria memiliki kepala dengan sepasang bintik mata yang mendeteksi cahaya dan penjuluiran lateral yang berfungsi terutama untuk penciuman. Sistem saraf planaria lebih kompleks dan lebih terpusat dibandingkan dengan system jaringan saraf hewan Cnidaria. Planaria dapat memodifikasi responnya terhadap stimuli (Kimball, 1992).
Simetri bilateral juga ada kaitannya dengan konsentrasi alat indera dibagaian anterior hewan. Planaria mempunyai reseptor-resepto cahaya, peraba, dan getaran diujung anterior, yaitu ujung yang pertama-tama mengetahui perubahan lingkungan. Konsentrasi alat indera diatas kepala itu disebut sefalisasi (Kimball, 1992).
a.2. Klasifikasi
Hewan ini dianggap sebagai sahabat pecinta alam, karena ia dianggap indikator air bersih. tanpa air bersih ia tidak akan bisa hidup. Planaria hanya hidup di air tawar yang jernih dan bersih. Dan memiliki sistem klasifikasi sebagai berukut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Class : Turbellaria
Ordo : Tricladida
Sub Ordo : Paludicola
Famili : Planariidae
Genus : Euplanaria
Species : Dugesia tigrina
(Noviani, 2006)


a.3. Habitat
Platyhelminthes atau yang di sebut juga dengan cacing pipih dapat di temukan di perairan, genangan air, kolam dan sungai. Biasanya cacing ini menempel di batuan atau di daun yang tergenang air dan juga di tempat-tempat yang teduh karena cacing planaria sangat sensitive terhadap cahaya matahari (Noviani, 2006)
a.4. Prinsip
Seluruh hewan di dunia ini dikelompokkan berdasarkan ada atau tidak adanya tulang punggung, maka sebagian besar termasuk kedalam golongan tidak bertulang punggung atau dikenal dengan sebutan invertebrate. Hawan-hewan invertebrate ini meliputi semua protozoa, yaitu hewan bersel tunggal dan sebagian metazoa, yaitu hewan bersel banyak.
Hewan-hewan bersel banyak dapat dibedakan lapisan lembaganya menjadi:
Hewan diplobastik yaitu hewan yang sel-sel tubuhnya bermula dari lapisan sel yakni endodermis, dan ektodermis, serta tidak mempunyai sel selom ( tubuh). kelompok ini terdiri dari colenterata dan porifera (Kimball, 1992).
Hewan triplobastik yaitu hewan yang sel-sel tubuhnya bermula dari tiga lapisan sel, yakni endodermis, mesodermis, dan ektodermis. Anggotanya ada yang mempunyai selom dan ada pula yang tidak mempunyai selom. Kelompok ini meliputi hewan-hewan platihelmintes, nemathelmintes, annelid , moluska, dan echinodermata, dan arthropoda (Campbel, 2003).
B. Alat dan Bahan
Dalan praktikum kali ini yakni tentang Filum Plathyhelminthes memerlukan alat dan bahan, adapun alat-alat yang di gunakan adalah: Mikroskop, kaca benda dan penutupnya, cawan petri dan pinset. Sedangkan bahan-bahan yang di gunakan adalah: Cacing Planaria atau Turbellaria.
C. Metode Praktikum
1.Di siapkan mikroskop untuk pengamatan cacing planaria.
2.Di ambil cacing planaria sebanyak tiga ekor yang di letakkan di cawan petri.
3.Di ambil cacing planaria dan di taruh di kaca objek.
4.Di amati dengan mikroskop dengan perbesaran lemah.
5.Digambar

D. Hasil dan Pembahasan
d.1. Hasil Pengamatan
d.1.1. Bagian anterior

Keterangan:
1.Kepala berbentuk segitiga
2.Terdapat bintik mata
d.1.2. Bagian posterior (belakang)


Keterangan :
1.Ekor berbentuk lancip
2.Lubang genital
d.1.3. Dorsal (punggung)


Keterangan :
1.Tubuhnya berongga-rongga
2.Berwarna gelap
d.1.4. Ventral (perut)


Keterangan :
1.Terdapat faring yang terbuka dan berwarna putih.

d.2. Pembahasan
Berdasarkan pengamatan pada praktikum ini, kami mengamati hanya satu spesies saja yaitu Dugesia tigrina, spesies ini dari filum platyhelminthes, Dugesia tigrina ini kami menemukan pada sampel air bersih yang berasal dari mata air pegunungan di Coban Rondo. Pada pengamatan kami, di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x10 kami melihat Dugesia tigrina memiliki bentuk yang panjang, pada ujung tubuhnya berbentuk segitiga yang tumpul, bagian-bagian tubuhnya terdiri dari posterior, anterior, dorsal, dan juga ventral.
Berdasarkan hasil pengamatan, yang kami lakukan bahwa cacing planaria mempunyai pergerakan yang lambat dan sering membelokkan tubuhnya kekanan dan kekiri dan sering kali mengangkat bagian kepalanya ke atas untuk menggerakkan seluruh tubuhnya. Pada bagian anterior (depan kepala), di temukan bahwa kepala cacing planaria berbentuk segitiga, dan terdapat bintik mata, serta aurikula, yang berfungsi sebagai indra penciuman pada cacing planaria tersebut. Pada bagian posterior (bagian belakang), terdapat ekor cacing planaria yang berbentuk lancip dan terdapat lubang genital yanrg berwarna hitam. Dan pada bagian dorsal (daerah punggung) planaria tubuhnya berongga-rongga dan warnanya gelap. Serta pada bagian ventral (perut) terdapat faring yang terbuka dan berwarna putih dan selalu bergerak keluar dan kedalam.
Menurut Kastawi (2003), cacing pipih ini merupakan tripoblastik yang tidak mempunyai rongga tubuh (acoelomata), hidup biasanya di air tawar, air laut dan tanah yang lembab. Ada pula yang hidup sebagai parasit pada hewan dan manusia. Cacing parasit ini mempunyai lapisan kutikula dan silia yang hilang setelah dewasa. Cacing pipih belum mempunyai sistem peredaran darah dan sistem pernafasan. Sedangkan sistem pencernaanya tidak sempurna, tanpa anus. Contoh Dugesia tigrina. Dugesia tigrina ini mempunyai sistem percernaan yang terdiri dari mulut, faring, usus (intestine). Mulut Dugesia tigrina terletak di bagian ventral, di depan tengah-tengah tubuh. Mulut berfungsi untuk memasukan makanan dan sekaligus untuk memuntahkan sisa-sisa makanan. Faring terletak pada rongga faring, dan dapat di julurkan melalui mulut ke arah luar sebagai belalai atau proboscis. Intestin bercabang tiga, saat mengarah ke arah anterior sampai tengah-tengah kepala, dan yang dua secara kelenjar sebelah menyebelah menuju ke arah posterior. Masing-masing cabang bercabang lagi secara menggarpu (divertikula) ke arah lateral.
Cabang-cabang divertikula itu banyak sekali, pendek-pendek, dan berujung tertutup. Planaria dapat hidup tanpa makanan dalam waktu yang panjang, dengan cara melarutkan organ reproduksi, parenkim, dan ototnya sendiri, sehingga tubuh cacing menyusut. Tubuh yang menyusut akan mengalami regenerasi jika cacing makan kembali. Percabangan ini berfungsi untuk peredaran bahan makanan dan memperluas bidang penguapan. Dugesia tigrina tidak memiliki anus pada saluran pencernaan makanan sehingga buangan yang tidak tercerna di keluarkan melalui mulut. Sistem eksresi pada Dugesia tigrina terdiri dari dua saluran ekskresi yang memenjang bermuara ke pori-pori yang letaknya berderet-deret pada bagian dorsal (punggung). Kedua saluran eksresi tersebut bercabang-cabang dan berakhir pada sel-sel api (flame cell). Sistem koordinasi yakni otak, otak berfungsi sebagai pusat koordinasi bagi impuls-impuls saraf.
Di dalam otak terdapat statokis, statokis merupakan alat keseimbangan tubuh. Kemoreseptor terdapat pada kepala, berupa lubang-lubang dan lekuk-lekuk bersilia. Organ mata (stigma) merupakan dua bintik hitam bulat yang terletak pada permukaan dorsal kepala. Mata tersebut mempunyai mangkok pigmen. Mulut mangkok pigmen terbuka ke arah depan lateral. Hewan ini bersifat fototaksis negatif dan kebanyakan aktif pada malam hari. Sistem saraf berupa tangga tali dari sepasang ganglion otak di bagian anterior tubuh. Kedua ganglia ini di hubungkan oleh serabut-serabut saraf melintang dan masing-masing ganglion membentuk tangga tali saraf yang memanjang ke arah posterior, kedua tali saraf ini bercabang-cabang ke seluruh tubuh. Sistem reproduksi pada cacing pipih seperti Dugesia tigrina ini secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual (vegetatif) dengan regenerasi yakni memutuskan bagian tubuh manjadi dua dan tiga secara alami (Soemadji, 1994).
Sedangkan reproduksi seksual (generatif) dengan peleburan dua sel kelamin pada hewan yang bersifat hemafrodit. Sistem reproduksi seksual pada planaria terdiri atas sistem reproduksi betina meliputi ovum, saluran ovum, kelenjar kuning telur. Sedangkan reproduksi jantan terdiri atas testis, pori genital dan penis. Pada umumnya platyhelminthes merugikan, sebab parasit ada pada manusia maupun hewan, kecuali planaria. Dugesia tigrina dapat di manfaatkan untuk makanan ikan (Loveless, 1987).
Pada gerak merayap, tubuh cacing memanjang sebagai akibat dari kontraksi otot sirkular dan dorsoventral. Kemudian bagian depan tubuh mencengkam pada substrat dengan mukosa atau alat perekat khusus. Dengan mengkontraksikan otot-otot longitudinal, bagian tubuh belakang tertarik ke arah depan. Gerakan otot-otot obliqus menyebabkan tubuh membelok (Jasin, 1984).


DAFTAR PUSTAKA
Brotowidjoyo, M. D. 1994. Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga.
Campbell. 2003. Biologi jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Hadikastowo. 1982. Zoologi Umum. Bandung: Alumni Press.
Jasin, Maskoeri. 1984. Zoologi Anvertebrata. Surabaya : Sinar Wijaya.
Kastawi, Yusuf. dkk. 2005. Zoologi Avertebrata. Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang Press.
Kimball, Jhon. 1992. Bilogi jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Loveless, A. R. 1987.Pengetahuan Zoologi. Jakarta : Gramedia.
Maribaya. 2008. Jurnal Matematika dan Sains, vol 9 no3 hal 259-262.
Noviani,diyah. 2006. Pertumbuhan Planaria yang Diperlakukan Dengan Regenerasi Buatan Di Sungai Semirang Ungaran. Jurnal Ekologi. Vol.X. hal. 7-13.

Soemadji. 1994/1995. Zoologi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal pendidikan Dasar dan Menengah Proyek Peningkatan Mutu Guru SLTP Setara D-III.

Soemadji. 1994. Materi Pokok Zoologi. Jakarta: Universitas Terbuka. Srimulyani. 1994. Biologi Avertebrata. Bandung: PT Bina Angkasa.
Surtikanti, Hertien. Populasi Planaria di lokasi Bukit Tunggul dan Maribaya, Bandung Utara. Jurnal Matematika dan Sains. Vol. 9 No. 3, September 2004, hal 259-262



JAWABAN PERTANYAAN
1.Didalam aurukula terdapat indra pembau sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi makanan.
2.Otot-otot mengerutkan, memanjangkan yaitu oto sirkular dan otot dorsoventral, serta bagian tubuh mencekeram pada mukosa.
3.a. planaria hidup di air tawar yang bersih dan peka terhadap lingkungan. Sehingga bisa digunakan sebagai indicator lingkungan perairan. Planaria mendapatkan makanan dengan menyisipkan faringnya ke dalam rongga tubuh mangsa. Makanan dikeluarkan lewat mulut.
b. parasit cestiodea mengeluarkan sisa-sisa metabolisme makanannya melalui empat saluran ekskresi longitudinal. Keempat saluran ini bermuara pada suatu kantung yang terletak pada pada ujung kuadal tubuh yang terbuka ke arah luar. Bahan ekskresi keluar melalui lubang tersebut.
4.Sel-sel kelenjar pada planaria berfungsi untuk mendorong air agar keluar dan menjaga keseimbangan.
5.Ya, salah satunya adalah planaria dan anggota-anggotanya melakukan reproduksi pada cacing pipih seperti Planaria dapat secara aseksual dan secara seksual. Reproduksi aseksual (vegetatif) dengan regenerasi yakni memutuskan bagian tubuh. Sedangkan reproduksi seksual (generatif) dengan peleburan dua sel kelamin pada hewan yang bersifat hemafrodit. Sistem reproduksi seksual pada Planaria terdiri atas sistem reproduksi betina meliputi ovum, saluran ovum, kelenjar kuning telur. Sedangkan reproduksi jantan terdiri atas testis, pori genital dan penis. Perhatikan gambar sistem reproduksi Planaria.







6.a
Daur hidup class cestoda





Daur hidup Fasciola hepatica
7.Untuk Proses regenerasi reproduksinya yaitu:


Reproduksi aseksual planaria (Kastawi, dkk. 2001).

Planaria saat kopulasi (Kastawi, dkk. 2001).
8. Planaria mempunyai kebiasan berlindung di tempat yang teduh karena hewan ini takut pada sinar matahari sehingga apabila sinar matahari telahmuncul maka hewan ini berlindung di bawah batu atau kayu.
9. a. cacing yang bersifat parasit:
1.cestoidea.
- taenia solium: parasit pada ikan dan juga pada manusia
- taenia saginata: larva pada sapi,dan dewasa pada manusia.
- taenia pisiformis: larva pada hati dan mesentri kelinci, dan yang dewasa pada anjing atau kucing.
- dipylidium cacninum: larva pada kutu anjing,kucing atau manusia.
- hymenolepsis diminuta: larva pada kumbang,kutu atau insekta lainnya, dewasa pada tikus terkadang juga pada manusia.
- echinococusgranulosus: larva pada manusia, kambing, babi, dewasa pada anjing-anjingan termasuk serigala.
- dibothriochepalus lathus: larva pertama pada udang rendah kedua pada ikan air tawar dan dewasa pada manusia, anjing, kucing, babi dan mamalia lainnya yang memakan ikan.
2. trematoda.
- colorcis sinensis:larva pada siput air tawar, kemudian ke ikan air tawar,dan dewasa pada manusia , anjing dan kucing.
- fasciolopsis buski: larva pada siput metaserkariannya pada tumbuhan air, dewasa pada manusia, anjing dan babi.
- paragonimus westermani: larva pada siput, metaserkariannya pada udang air tawar, dewasa pada manusia dan vetebrata peliharaan.
- scistosoma haetobium:larva pada siput, dewasa pada manusia.
3. taxonomi
- Gyrocotyle urna: parasit pada ikan
Yang menginfeksi manusia, mamalia lainnya yang memakan ikan seperti kucing, anjing, babi dan beruang.
b. hewan vetebrata akan terinfeksi jika memakan ikan ,udang atau yang mengandung metaserkaria cacing-cacing parasit.
c. hati, saluran empedu, usus, paru-paru, pembuluh darah vena yang meliputi pembumbuluh vena porta hepatica, pembuluh mesenrika, pembuluh darah pada kandung kemih atau saluran kencing, saluran pencernaan dan juga pada ronnga abdominalis.
10 . Ada, karena hewan ini bersifat parasit dalam tubuh hewan maupun manusia ini memiliki ciri tubuh linier, kepalanya berbentuk scolec dalam maka kepala tersebut terdapat kait untuk menempel pada inangnya, di bawah kepala berupa leher pendek yang tersusun atas tali dari proglotid, tidak mempunyai system pencernaan.
11.klasifikasi cacing pita
Kingdom: Animalia
Filum: Platyhelminthes
Kelas: Cestoda
Subkelas: Cestodaria
Species: Taenia solium


LAPORAN PRAKTIKUM
TAKSONOMI INVERTEBRATA

PHYLLUM ARTHROPODA
BELALANG ( Disosteira carolina )

Phyllum Arthropoda (Belalang)
Waktu dan Tempat
Praktikum pengamatan tentang phylum Arthropoda di laksanakan pada hari jum’at tanggal 11 November 2009 jam 16.00 WIB di laboratorium Biologi Dasar A Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Tujuan :
1.Untuk mengetahui morfologi luar tubuh belalang (Disosteira carolina)
2.Untuk mengetahui klasifikasi belalang (Disosteira carolina)
3.Untuk mengetahui habitat belalang (Disosteira carolina)
4.Untuk mengetahui anatomi tubuh belalang (Disosteira carolina).

A.PENDAHULUAN
a.1 Morfologi dan Anatomi
a.1.1 Morfologi
Insecta (dalam bahasa latin, insecti = serangga). Banyak anggota hewan ini sering kita jumpai disekitar kita, misalnya kupu-kupu, nyamuk, lalat, lebah, semut, capung, jangkrik, belalang,dan lebah. Ciri khususnya adalah kakinya yang berjumlah enam buah. Karena itu pula sering juga disebut hexapoda. Tubuh Insecta dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu kaput, toraks, dan abdomen. Kaput memiliki organ yang berkembang baik, yaitu adanya sepasang antena, mata majemuk (mata faset), dan mata tunggal (oseli). Insecta memiliki organ perasa disebut palpus. Insecta yang memiliki sayap pada segmen kedua dan ketiga. Bagian abdomen Insecta tidak memiliki anggota tubuh. Pada abdomennya terdapat spirakel, yaitu lubang pernapasan yang menuju tabung trakea. Trakea merupakan alat pernapasan pada Insecta.Pada abdomen juga terdapat tubula malpighi, yaitu alt ekskresi yang melekat pada posterior saluran pencernaan. Sistem sirkulasinya terbuka. Organ kelaminnya dioseus (Adhi, 2009).
Insekta merupakan invertebrata yang hidup ditempat yang kering dan dapat terbang. Kemampuan hidup ditempat yang kering, tubuh terbungkus oleh kitin, menyebabkan insekta dapat menyesuaikan diri, memiliki daya adaptasi yang besar terhadap lingkungan. Pembungkus tubuh mengadakan perluasan sehingga membentuk sayap (Jasin, 1984).
Belalang adalah serangga herbivora dari subordo Caelifera dalam ordo Orthoptera. Serangga ini memiliki antena yang hampir selalu lebih pendek dari tubuhnya dan juga memiliki ovipositor pendek. Suara yang ditimbulkan beberapa spesies belalang biasanya dihasilkan dengan menggosokkan femur belakangnya terhadap sayap depan atau abdomen (disebut stridulasi), atau karena kepakan sayapnya sewaktu terbang. Femur belakangnya umumnya panjang dan kuat yang cocok untuk melompat. Serangga ini umumnya bersayap, walaupun sayapnya kadang tidak dapat dipergunakan untuk terbang. Belalang betina umumnya berukuran lebih besar dari belalang jantan (Dharma, 1988).
Belalang adalah serangga herbivora dari subordo Caelifera dalam ordo Orthoptera. Serangga ini memiliki antena yang hampir selalu lebih pendek dari tubuhnya dan juga memiliki ovipositor pendek. Serangga ini umumnya bersayap, walaupun sayapnya kadang tidak dapat dipergunakan untuk terbang. Belalang menyerang tanaman muda dengan cara memakan kulit yang masih hijau dan daun yang masih lunak pada payung atas mulai dari pinggir hingga menuju ke tengah-tengah terutama pada musim kering. Pemberantasan belalang dilakukan dengan penyemprotan insektisida  jenis Dicrotaphos (Bidrin 24% EC) atau Methomyl (Lannate 90% WP) di kebun yang terserang (Engeman, 1981).
Insekta berkembangan dimulai setelah telur insekta menetas. Telur dihasilkan dari hasil fertilisasi, fertilisasi umumnya terjadi secara internal, Setelah terjadi fertilisasi,maka insekta betina akan meletakan telurnya pada sumber makanan yang tepat. Setelah menetas dapat mulai makan. Kebanyakan insekta mengalami perkawinan sekali dalam seumur hidupnya. Dalam perkembangan hidupnya sebagian besar insekta mengalami metamorfosis, hanya sebagian kecil saja yang tidak mengalami metamorfosis (ametabola) yaitu perkembangan insekta muda menjadi insekta dewasa dengan pertambahan ukuran tubuh tidak mengalami perubahan bentuk (Kimball, 1983).
Secara morfologi, tubuh serangga dewasa dapat dibedakan menjadi tiga bagian utama, sementara bentuk pradewasa biasanya menyerupai moyangnya, hewan lunak beruas mirip cacing. Ketiga bagian tubuh serangga dewasa adalah kepala (caput), dada (thorax), dan perut (abdomen). Serangga mempunyai beberapa saiz, dari pada kurang 1 mm sehingga mencapai 19 cm. seraqngga mempunyai system penghadaman yang lengkap. Yaitu dari segi system penghadaman mereka secara sasnya mengandung tiub yang bermula dari mulut sehingga kedubur (Radioepoetra, 1996).
Metamorfosis pada insekta dibedakan menjadi dua yaitu (Subowo, 2008):
1.Metamorfosis tidak sempurna (Hemimetabola), Metamorfosis tidak sempurna, melalui tahap telur yang menetas menjadi nimfa,kemudian tumbuh dan berkembang menjadi imago (hewan dewasa).
- Nimfa adalah hewan muda yang mirip dengan hewan dewasa tetapi berukuran lebih kecil dengan perbandingan tubuh yang berbeda. Nimfa akan mengalami molting (pergantian kulit),setiap kali setelah molting hewan itu kelihatan lebih mirip dengan hewan dewasa. Contoh insekta yang mengalami metamorfosis tidak sempurna Misalnya : Jangkrik, Belalang, Kecoa
2. Metamorfosis sempurna (Homometabola), Metamorfosis sempurna adalah perkembangan insekta melului tahap telur–larva–pupa–imago (dewasa). Telur yang menetas menjadi larva dan larva akan menjadi kepompong kemudian berubah menjadi imago.
- Larva adalah ulat yang tumbuh dan khusus untuk makan serta mengalami molting beberapa kali, kemudian larva membungkus dirinya sendiri dalam kepompong dan menjadi pupa.tahapan larva sangat berbeda sekali dengan tahapan dewasa.
- Pupa merupakan tahap dimana jaringan larva mengalami pembelahan dan deferensiasi sel-sel yang sebelumnya tidak aktif pada tahap larva menjadi organ tubuh seperti kaki, sayap, antena, organ reproduksi dan organ lain dari insekata. Akhirnya imago (hewan dewasa) keluar dari kepompong. Contoh insekta yang mengalami metamorfosis sempurna misalnya: kupu-kupu, Nyamuk, lebah madu (Subowo, 2008).
a.1.2 Anatomi
1.Sistem pencernaan
Pada system ini tidak begitu jelas tata letak pada sisitem pencernaan seperti crop dan oesofagus, akan tetapi setelah dibandingkan dengan literature saluran penbernaan terdiri atas rongga mulut – Oesophagus – Crop –Proventriculus – Gastric – caeca - anus. Makanan ditangkap degan kakai muka, kemudian dibawah kemulut untuk dipotong-potong oleh mandibulla dan maxillae (Sugeng, 1982).
2.Sistem Darah
Didalam jantung pada saat melakukan pengamatan tampak kelihatan sangat begitu jelas yang mana terdapat pada bagian thorax bagian atas tepatnya dibagian rongga pericardial didaerah dorsal. Darah dipompa masuk kejantung melalui oitia yang berklep, kemudian dipompa ke muka oleh jantung ke orta dorsalis menuju daerah kepala. Selanjutnya daah melalui rongga-rongga badan ke haemocoel ke seluruh alat tubuh, kemudian kembalai secara perlahan ke pericardial sinus.Sistem peredaran darahnya merupakan sistem peredaran darah terbuka atau lacunar seperti pada Antriphoda pada umumnya (Jasin, 1989).
3.Sistem pernafasan
Pada sistem pernafasan terdapat sepasang spirakel yang menghubungkan saluran-saluran trachea yang bercabang-cabang keseluruh tubuh kebagian tubuhnya. Cabang terakhir disebut Trachaeolus yang mengantarkan O2 dan mengambil CO2. Dinding Trachaeolus tersususn atas sel yang tipis dan menghasilkan sekresi selapais kutikula, sedangkan saluran yang besar di lapisi oleh dinding gelang spiral guna menghindarkan saluran penutup. Kantong udara berhubungan dengan sistem trachea, terletak pada daerah thorax da abdomen (Kastawi, 2003)
4.Sistem Ekskresi
Sistem Ekskresi pada belalang adalah tubulus malpighi, yang dimana terletak diujung anterior usus besar, saluran ini pada haemocoel merupakan saluran yang tertutup dindingnyayang tersususn atas sebuah sel besar yang mengambil urea, urates dan garam-garam lainya dari darah yang nantinya dibuang ke usus (Boolootian, 1979).
5.Sistem Saraf
Pada belalang, sistem saraf tangga tali ganglion otak pada kepala tersususn atas tiga pasang ganglion yang bersatu yakni ganglion optis, ganglion antena dan ganglion intercelar dengan tali saraf mata. Alat sensoris pada belalang disesuaikan dengan ruangan dalam kehidupan diudara misalnya rambut tactile, alat olfactorious pada antena, alat perasa, mata ocelli dan mata majemuk (Kastawi, 2003).
6.Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi testis kelihatan berbentuk oval, dengan letak didaearah abdomen di dorsal intestine (usus). Vas defernt, merupakan saluran lanjutan dari pada testis menuju kantung seminal, yang selanjutnya membentuk saluran ejakulais, ovari tersususn atas ovariole, dan letaknya sama dengan testis, ovidak merupakan saluran telur, yang merupakan kelanjutan dari ovari dan vagina merupakan muara saluran dari oviduk (Kiptiyah, 2007).
Pada saat perkawinan belalang dewasa pada akhir musim hujan mereka mengadakan hubungan kelamin yang jantan naik kepunggung betina kemudian membengkokkan tubuh abdomen sedemikian rupa sehingga alat genintal jantan dapat mencapai vagina betina, maka terjadilah penyaluran sperma. Beberapa saat kemudian betina meletakkan telurnya disebuah lubagng ditanah dengan cara memasukkan abdomen tubuh kedalam tanah yang gembur, setelah beberapa hari pemasukan telur selesai, belalang yang dewasa akan mati. Dan pada saat awal musim kemarau telur itu akan menetas menjadi imago. Imago menjadi dewasa memerlukan waktu lebih kurang antara 30 – 50 hari (Jasin, 1987).
Sistem reproduksi Arthropoda umumnya terjadi secara seksual.Namun ada juga yang secara aseksual, yaitu dengan partenogenesis. Partenogenesis adalah pembentukan individu baru tanpa melalui fertilisasi (pembuahan).Individu yang dihasilkan bersifat steril. Organ reproduksi jantan dan betina pada Arthropoda terpisah, masing-masing menghasilkan gamet pada individu yang berbeda sehingga bersifat dioseus (berumah dua), dan hasil fertilisasi berupa telur (Adhi, 2009).
Saluran pencernaan pada dasarnya meliputi usus depan, usus tengah dan usus belakang. ususs depan terdiri dari faring yang merupakan kelanjutan dari mulut dan terletak di daerah kepala yang setiap sisinya terdapat kelenjar ludah, kemudian esophagus yang menyebar membentuk tembelok dan terletak di daerah mesotorak dan metatorak. Organ selanjutnya adalah proventrikulus yang berperan sebagai organ penggiling. usus tengah meliputi lambung yang bagian posteriornya masuk ke dalam abdomen. Pada permukaan lambung terdapat 16 kantong berbentuk kerucut yaitu gastric-ceca yang berperan menghasilkan enzim-enzim pencernaan, dan hasil sekresi ini akan di berikan kedalam lambung. Sedangkan usus belakang tersusun atas usus yang membesar dan susunan kecil yang meluas ke dalam rectum, dan usus sebagai muara akhir saluran pencernaan. Pada ujung anterior usus besar terdapat tubulus malphigi (Kastawi, 2005).
Belalang betina dapat mudah dibedakan dari belalang jantan karena adanya ovipositor. Hewan betina memiliki 2 ovari yang masing-masing tersusun atas sejumlah filament yang disebut tubulus ovary. Setiap filament ovary mengaandung ooggonia, dan oocyt yang tersusun dalam seri linier. Selain itu berisi nurse cells dan sel-sel jaringan lainnya ke arah posterior filament ovary makin melebar kea rah posterior. Pada setiap ovary ujung posterior semua filament menempel pada pada oviduk yang merupakan saluran pelepasan telur. ke dua oviduk kemudian bergabung membentuk vagina, selanjutnya menuju lubang kelamin yang terletak di antra lempeng-lempeng ovipositor. Seminar receptacle atau spermatheca membuka kea rah vagina. Fungsi organ tersebut adalah menerima spermatozoa selama kopulasi, dan spermatozoa tersebut akan di lepaskan kembalai saat membuahi sel telur. pada hewan jantan memiliki 2 testes, tempat spermatozoa berkembang. Selanjutnya spermatozoa akan dilepas ke dalam vas deverens. Ke dua vas deverns bergabung membentuk duktus ejakulatori yang membuka ke purmukaan dorsal dari lempengan subgenital. Di ujung anterior duktus ejukalatori terdapat kelenjar asaesori yang berfungsi membantu dalam proses memindahkan spermatozoa ke hewan betina. Jenis perkembangan beleleng tersebut di kenal sebagai metamofisis sederhana (Kastawi, 2005).
a.2 Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari spesies belalang (Dissosteira Carolina) adalah sebagai berikut :
Phylum : Arthropoda
Sub phylum : Uniramia
Class : Insecta
Sub class : Exopterigota
Ordo : Ortopthera
Spesies : Dissosteira carolina
(Sumarjito, 2003).


a.3 Habitat
Cara hidup Arthropoda sangat beragam, ada yang hidup bebas, parasit, komensal, atau simbiotik. Dilingkungan kita, sering dijumpai kelompok hewan ini, misalnya nyamuk, lalat, semut, kupu-kupu, capung, belalang, dan lebah. Habitat penyebaran Arthropoda sangat luas.Ada yang di laut, periran tawar, gurun pasir, dan padang rumput (Adhi, 2009).
Insecta dapat hidup di bergagai habitat, yaitu air tawar, laut dan darat.Hewan ini merupakan satu-satunya kelompok invertebrata yang dapat terbang. Insecta ada yang hidup bebas dan ada yang sebagai parasit (Adhi, 2009).

a.4 Prinsip-prinsip
Keberadaan hewan-hewan di muka bumi sangat beragam. Keberagaman inilah yang hendaknya dipelajari sebagai obyek yang diharapkan dapat diambil fungsi dan manfaatnya bagi kelangsungan hidup manusia. Salah satu hewan yang sering kita temui adalah kelas insekta. Belalang (Disosteira carolina) yang termasuk dalam kelas ini, tubuhnya memiliki sayap dan lapisan yang bersifat keras yang melindungi bagian dalam organ tubuh. sudah memiliki system pencernaan yang lengkap terdiri dari mulut, oesophagus, usus, lambung, dan anus.
Menurut Wiryono (2004), Belalang adalah serangga herbivora dari subordo Caelifera dalam ordo Orthoptera. Serangga ini memiliki antena yang hampir selalu lebih pendek dari tubuhnya dan juga memiliki ovipositor pendek. Suara yang ditimbulkan beberapa spesies belalang biasanya dihasilkan dengan menggosokkan femur belakangnya terhadap sayap depan atau abdomen (disebut stridulasi), atau karena kepakan sayapnya sewaktu terbang. Femur belakangnya umumnya panjang dan kuat yang cocok untuk melompat. Serangga ini umumnya bersayap, walaupun sayapnya kadang tidak dapat dipergunakan untuk terbang. Belalang betina umumnya berukuran lebih besar dari belalang jantan (Wiryono, 2004).

Oleh karena itu pratikum ini kita lakukan agar kita bisa mengamati morfologi bagian luar maupun anatominya. Sehingga dengan adanya praktikum ini kita bisa mengetahui ciri-ciri, bagian-bagian dari hewan ini, alat reproduksinya, serta saluran ekskresi, dan cara geraknya. Selain itu praktikum ini diadakan untuk membutikan keterangan yang ada pada buku kepustakaan dengan pengamatan secara langsung sehingga kita bisa membuktikan kebenarannya.

B. Alat dan Bahan
Dalam praktikum kali ini yaitu tentang Filum Antrophoda memerlukan beberapa alat dan bahan laboratorium. Adapun alat-alat yang di gunakan adalah: Papan seksi, pinset, gunting, kaca pembesar, silet, dan jarum pentul. Sedangkan bahan yang di gunakan adalah : Belalang (Disosteira carolina).

C. Metode Praktikum
1.Di siapkan papan seksi.
2.Di ambil belalang (Disosteira carolina), kemudian dicuci dan di letakkan pada papan seksi.
3.Di amati morfologi luar belalang (Disosteira carolina), yang meliputi : bagian kepala belakang, thorax, dan perut.
4.Di bedah tubuh belalang (Disosteira carolina)
5.Di amati anatomi belalang (Disosteira carolina), yang meliputi: system peredaran, pernafasan, pencernaan, ekskresi, reproduksi dan syaraf.
6.Di gambar hasil pengamatan.


D. Hasil dan Pembahasan
d.1 Hasil Pengamatan
d.1.1 Bagian Morfologi
Ganbar pengamtan
Gambar literatur














Anonymous, 2009
Bagian Kepala
Gambar literatur









Anonymous, 2009
Keterangan :
1.Antena 6. Tibia
2.Femur 7. Pronotum
3.Mata majemuk 8. Ocellus
4.Ovipositor 9. Organ pendengaran
5.Spirakel 10. Tarsus
d.1.2 Bagian Anatomi
Ganbar pengamtan
Gambar literatur









Anonymous, 2009
Keterangan :
1.Ocelli 6. Clypeus
2.Mandibula 7. Anthena
3.Maxilla 8. Mata majemuk
4.Labium 9. Genae
5.Palpus labialis 10. Labrum
d.2 Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, yaitu pertama-tama dilakukan pengamatan terhadap ciri-ciri morfologi luar dari belalang, yang mana didapatkan bahwa pada pada bagian kepala belalang terdapat sepasang anthena yang beruas-ruas. Fungsi dari antenna ini yaitu sebagai indera pembau. Kemudian terdapat epicranium yang merupakan lempengan besar yang membentuk bagian dorsal. Pada kedua sisi kepala terdapat mata majemuk yang berjumlah sepasang, Mata majemuk berwarna hitam yang di lindungi oleh bagian transparan dari kutikula yaitu kornea, yang berfungsi untuk membentuk bayangan dari obyek yang ditangkap. Dan terdapat ocellus pada sebelah mata majemuk yang berfungsi untuk membedakan intensitas cahaya (membedakan warna hitam dan putih).
Menurut Brotowidjoyo (1990), Pada kedua sisi kepala belalang terdapat mata majemuk berwarna hitam. Mata majemuk dilindungi oleh bagian transparan dari kutikula yaitu cornea, dimana terbagi menjadi sejumlah besar potongan berbentuk segi enam yaitu disebut sebagai faset. Diantara beberapa serangga, kemunkinan belalang mampu membedakan warna. Selain mata majemuk, belalang memiliki mata sederhana atau ocellus di daerah kepala bagian atas serta di tepi sebelah dalam mata majemuk. Mata sederhana ini terdiri atas sekelompok sel-sel penglihatan yaitu retinula dan dibagian tengahnya terdapat batang optic yaitu rhabdom. Bagian terluar mata sederhana terdapat lensa transparan yang merupakan modifikasi dari retikula. Selain mata juga terdapat sepasang antenna yang panjang dan sangat mobil (bergerak-gerak). Antenna belalang berbentuk benang dan tersusun atas atas sejumlah besar segmen.
Pada bagian lateral terdapat organ pendengaran. Organ tersebut terdiri atas tympany yang bentuknya hampir bulat. pada kaki tersusun atas segmen-segmen diantaranya yaitu tibia, vemur dan tarsus, yang berjumlah 6 buah, yaitu yang 4 di depan berfungsi sebagai alat gerak (berjalan) dan 2 yang besar dibelakang berfungsi untuk melompat. Dimana tibia berbentuk ramping dan berduri. vemur berbentuk membesar dan mengandung otot yang semuanya berfungsi untuk pergerakan. Sedangkan tarsus terdiri atas 3 segmen yang tampak jelas seperti memilki duri-duri tajam.
Menurut Aryantha (2003), Belalang memiliki organ penglihatan, pendengaran, peraba, perasa dan pembau. Daya penglihatan berupa mata majemuk. Organ pendengaran terletak di lateral tergit dari segmen pertama abdomen. Organ tersebut terdiri atas tympany yang di rentang di dalam cincin berkhitin yang bentuknya bulat. organ peraba berupa bentukan seperti rambut yang terletak di permukaan berbagai bagian tubuh belalang. Tetapi khusunya di permukaan anthena.
Setelah kami mengamati morfologi dari belalang tersebut, kemudian kami lanjutkan dengan pengamatan cirri-ciri anatomi dari belalang tersebut, yaitu dengan cara melakukan pembedahan pada tubuh belalang. Pembedahan dilakukan mulai dari anterior ke posterior, dan pada saat melakukan pembedahan harus dilakukan dengan hati-hati karena apabila kita melakukan pembedahan dengan sembarangan dikhawatirkan akan merusak organ-organ bagian dalam dari tubuh cacing tersebut.
Pada bagian anatomi, dari belalang terdapat jantung, yang terdapat dibawah crop atau tembolok pada daerah dorsal, berbentuk agak oval dan berwarna merah kecoklatan yang berfungsi sebagai system sirkulasi. Pada system pencernaan terdapat mulut pada ujung anterior kemudian faring yang terletak sebelum crop yang berwarna coklat kehitaman, dan pada esophagus dan tembolok terletak setelah faring dan sebelum tubulus yang berbentuk bulat lonjong berwarna hitam. kemudian crop terletak didekat graticcecar yang tampak berwarna hitam. Graticcecar terletak didekat usus besar dan berbentuk glambit kecil-kecil. Usus tidak dapat diamati karena pada spesies yang kami amati telah rusak.
Menurut Kastawi (2005), organ system sirkulasi berupa pembuluh tunggal, pembuluh tersebut dianggap sebagai jantung belalang. Jantung ini terbagi menjadi kamar-kamar yang tersusunsegmental. Masing-masing kamar memiliki hubungan dengan sinus perikardii melalui sepasang ostia yang terletak di lateral jantung. Ujung anterior jantung membentuk sebuah aorta yang menuju kedaerah kepala kedalam homocoel di daerah kepala. Pada saat jantung berkontraksi secara bergelombang dari posterior ke anterior, ostia tertutup oleh katup, dan darah di dorong ke anterior. Selanjutnya darah keluar dari jantung menuju organ-organ yang terdapat di homocoel. Fungsi darah adalah pembawa zat-zat makanan, tidak beperan dalam respirasi.
Menurut Kastawi (2005), saluran pencernaan pada dasarnya meliputi usus depan, usus tengah dan usus belakang. ususs depan terdiri dari faring yang merupakan kelanjutan dari mulut dan terletak di daerah kepala yang setiap sisinya terdapat kelenjar ludah, kemudian esophagus yang menyebar membentuk tembelok dan terletak di daerah mesotorak dan metatorak. Organ selanjutnya adalah proventrikulus yang berperan sebagai organ penggiling. usus tengah meliputi lambung yang bagian posteriornya masuk ke dalam abdomen. Pada permukaan lambung terdapat 16 kantong berbentuk kerucut yaitu gastric-ceca yang berperan menghasilkan enzim-enzim pencernaan, dan hasil sekresi ini akan di berikan kedalam lambung. Sedangkan usus belakang tersusun atas usus yang membesar dan susunan kecil yang meluas ke dalam rectum, dan usus sebagai muara akhir saluran pencernaan. Pada ujung anterior usus besar terdapat tubulus malphigi.













DAFTAR PUSTAKA
Aryantha, I.N.P. 2003. Membangun Sistem Pertanian Berkelanjutan. PAU Ilmu Hayati LPPM-ITB dan Dept. Biologi-FMIPA ITB.
Adhi, Wijaya. 2009. Ikhtisar Zooloogy. Bogor : Pustaka Ilalang.
Boolootian, Richard, dkk. 1979. Zoology An Introduction to The Study of Animal. New York: Macmillan Pubhlishing.
Dharma, B. 1988. Indonesian Shells. Jakarta: Sarana Graha.
Engeman, J.G. dan Hegner, R.W. 1981. Invertebrate Zoology. New York : Macmillan publishing Company.
Kastawi, yusuf. dkk. 2005. Zoologi Avertebrata. Malang : UM Press.
Kimball, John. W. 1983. Biologi, edisi ke lima. Institut pertanian bogor : PT gelora Aksara Pratama.
Subowo, G. 2008. Prospek Peranan Belalang (Disosteria carolina) Untuk Pengembangan Teknologi Di Lahan Kering. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. Jurnal Litbang Pertanian. Hal : 147-148.
Sugeng, Paranto.1982. Zoologi. Surabaya: IKIP Press.
Sumarjito. 1993. Panduan Belajar Primagama. Yogyakarta: Primagama.
Wiryono. 2006. Pengaruh Belalang (Disosteria carolina) Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi (Oriza sativa) dan Turi (Sesbania grandiflora) Pada Media Tanam Bekas Penambangan Batu Bara. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. Volume 8. No.I. Hal : 50-56.


JAWABAN PERTANYAAN
1.
Ciri-ciri
Hexapoda/Insekta
Crustacea
Arachnoidea
Myriapoda
Pembagian tubuh
Kaput, toraks, dan abdomen.
Kepala-dada (sefalotoraks), dan perut (abdomen).
Kepala-dada (sefalotoraks), dan perut (abdomen).
Kepala, toraks pendek, dan abdomen panjang.
Respirasi
Trakea
Insang
Paru-paru buku
Trakea
Ekskresi
Pembuluh malphigi (tubulus malphigi)
Kelenjar hijau
Pembuluh malphigi (tubulus malphigi)

Reseptor
ganglion supraesophangeal disebelah dorsal esofagus, ganglion subesophangeal di ventral esofagus, cincin saraf penghubung
ganglion supraesophangeal disebelah dorsal esofagus, ganglion subesophangeal di ventral esofagus, cincin saraf penghubung



2.Proses fertilisasi :
pembuahan terjadi di luar tubuh. Ketika musim reproduksi udand jantan dan udang betina mengadakan kopulasi. Pada saat kopulasi spermatozoa akan di tamping dalam penampung sperma dari udang betina, kemudian kedua hewan berpisah. Beberapa hari kemudian, udang betina membersihkan daearh abdomennya menggunakan kaki renangnya. Kemudian udang betina membalikkan tubuhnya, melipat tubuh, dan keluarlah sekresi berupa lender yang menyelaputi kaki renang, kemudian ovum akan keluardari oviduk sekitar 200-400 buah dan akan di buahi oleh spermatozoa yang keluardari oviduk sekitar 200-400 buah dan akan di buahi oleh spermatozoa yang keluar dari kantong penampung spermatozoa.ovum tersebut akan menempel pada kaki renang dan mendapat udara dari gerakan kaki renang. Selanjutnya udang betina mengembalikan posisi tubuhnya.telur tetap melekay pada kaki renang sampai menetas, sekitar lima mimggu lamanya. Setiap anak berupa udang kecil berukuran 4 mm dan transparan. Setelah anak udang mengalami pergantian kulit hewan akan menjadi dewasa.
3.Seekor hewan mengalami molting atau ekdisis secara periodik mengganti kutikula saat mereka tumbuh. Serangga mengalami beberapa kali molting (jumlah tertentu) sampai mereka berkembang menjadi dewasa. Jadi molting ini berfungsi untuk mengganti kutikula lama yang keras dan kaku yang akan menghalani pertumbuhan.
4. Dua contah anggota kelas insecta yang mengadakan pembagian tugas dalam bentuk organisasi social atau kasta, yaitu:
a. Semut
1.Ratu (induk), tugasnya bertelur
2.Semut (semut jantan), tugasnya melestarikan keturunan
3.Prajurit, tugasnya mempertahankan sarang bila mengalami gangguan
4.Pekerja, tugasnya memberi makan dan merawat semut lainnya, menjaga telur.
semut prajurit dan pekerja merupakan semut jantan atau betina tetapi biasanya mandul
semut muda akan berkembang menjadi ratu, raja, prajurit atau pekerja
b. Apisindika (lebah madu), pembagian tugasnya yaitu:
1.Ratu (induk) hanya satu ekor disarang bertugas mempertahankan jenisnya. Tidak mempunyai raja
2.Lebah jantan, tugasnya menjaga sarang dan membuahi
3.Lebah pekerja, (lebah betina mandul), kerjany nmerawat an mencari makanan untuk seluru anggotwa kelompok.
5.a. Antropoda ynag menguntungkan
1.Grilotalpa dan Colembolla membnatu menguaraikan sampah.
2.Kupu-kupu membantu manusia dalam proses penyerbukan bunga tanaman budi daya.
3.Bombix mori, serangga yang mampu membuat cocon dari bahan sutera.
4.Coccinella sp. berperan sebagai pemangsa wereng.
5.Lebah madu menghasilkan madu dan lilin.
6.Serangga merupakan salah satu mata rantai yang amat penting bagi kelangsungan kehidupan di dunia.
b. Antropoda yang merugikan
1.Larva Lepidoptera merusak daun tanaman.
2.Kumbang kelapa merusak pucuk kelapa dan mematikan pohon kelapa.
3.Nyamuk dan lalat menularkan penyakit.
4.Kutu busuk , menghisap darah manusia oleh karena itu mengurangi kenyamanan.
6. Animalia → Arthropoda→ Insecta → Orthoptora → Disosteira → Disosteira Carolina.