Pengikut

manjadda wajada

dari yakinku teguh hati ikhlasq penuh akan karuniamu tanah air pusaka indonesia merdeka syukur aku sembahkan kehadiratmu Tuhan...

AQ

AQ
DEWE
RSS

Jumat, 06 Januari 2012

GANGGUAN PADA SISTEM PENCERNAAN


MAKALAH
GIZI DAN KESEHATAN
GANGGUAN PADA SISTEM PENCERNAAN

Dosen Pembimbing
Ir.Liliek Harianie AR.

Oleh :
Moh. Zainul Amin(08620005)





JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2011



KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq hidayah, serta inayah-Nya, sehingga makalah yang berjudul “Gangguan Pada Sistem Pencernaan ” dapat terselesaikan, Sholawat serta salam semoga dapat tercurahkan pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan jalan yang terang berupa Al Qur’an dan Hadits sebagai bagian dari ilmu pengetahuan sebagai bekal di dunia dan akhirat.
Semua ini tidak terlepas dari bantuan semua pihak, oleh karena itu penulis memberikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ir.Liliek Harianie AR. sebagai dosen pengampu Mata Kuliah Fisiologi Hewan yang telah membantu memotifasi dan memberikan kemudahan fasilitas untuk menyelesaikan makalah ini.
2. Segenap teman-teman kelompok 5 yang saling membantu dan memotivasi hingga terselesainya makalah ini.
Semoga Allah SWT selalu memberikan hidayah dan inayah-Nya kepada mereka serta memberikan kebahagiaan hidup baik di dunia dan akhirat.
Dengan segala kerendahan hati, penyusun menyadari bahwasanya masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan makalah ini yang dikarenakan oleh keterbatasan waktu dan lain hal. Oleh karena itu, semua saran dan kritik yang bersifat konstruksional sangat kami harapkan dalam kesempurnaan dan sebagai tolak ukur perbaikan dimasa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat, informasi serta memperluas hasanah pengetahuan dan wawasan bagi para mahasiswa khususnya dan dunia pendidikan pada umumnya.
Penyusun,
Malang, 11 Mei 2011


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sistem pencernaan adalah sistem organ dalam hewan multisel yang menerima makanan, mencernanya menjadi energi dan nutrien, serta mengeluarkan sisa proses tersebut melalui dubur. Sistem pencernaan antara satu hewan dengan yang lainnya bisa sangat jauh berbeda.
Kita adalah cerminan apa yang kita makan. Jika kita sehat, makanan yang kita makan adalah jenis hidangan yang sehat pula. Makan adalah kebutuhan hidup manusia. Tanpa makan, kehidupan manusia akan berakhir. Namun, di era modern seperti sekarang ini, makan sering kali menimbulkan problem tersendiri bagi kesehatan. Tak sedikit makanan yang tidak memenuhi unsur sebagai makanan sehat. Misalnya terlalu banyak mengandung lemak, kolesterol, pengawet, dan penyedap rasa (MSG).
Pola makan yang tidak teratur, sering terlambat makan, kurang mengonsumsi buah dan sayur, terlalu cepat menelan makanan, dan terlalu banyak mengonsumsi makanan adalah beberapa hal yang menyebabkan terjadinya gangguan pencernaan. Akibatnya, timbul mual, kembung, dan nyeri pada ulu hati, yang disebabkan oleh produksi asam lambung yang berlebihan.
Gangguan kesehatan akibat pola makan ini bisa terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak. Menurut dokter ahli gizi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Dr Rachmad Soegih Sp GM (K), kita adalah cerminan apa yang kita makan. Jika kita sehat, maka makanan yang kita makan adalah jenis hidangan yang sehat pula.
1.1 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah makalah kali ini adalah:
1. Apa saja contoh gangguan pada sistem pencernaan?
1.2 Tujuan
Adapun tujuan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui contoh gangguan pada sistem pencernaan.


BAB II
PEMBAHASAN

1.1. Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis)
Sebelum dibahas lebih jauh mengenai radang usus buntu yang dalam bahasa medisnya disebut Appendicitis, maka lebih dulu harus difahami apa yang dimaksud dengan usus buntu. Usus buntu, sesuai dengan namanya bahwa ini merupakan benar-benar saluran usus yang ujungnya buntu. Usus ini besarnya kira-kira sejari kelingking, terhubung pada usus besar yang letaknya berada di perut bagian kanan bawah.
Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis, Organ ini ditemukan pada manusia, mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Pada awalnya Organ ini dianggap sebagai organ tambahan yang tidak mempunyai fungsi, tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid.












Seperti organ-organ tubuh yang lain, appendiks atau usus buntu ini dapat mengalami kerusakan ataupun ganguan serangan penyakit. Hal ini yang sering kali kita kenal dengan nama Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis).
a. Penyebab Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis)
Penyakit radang usus buntu ini umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri, namun faktor pencetusnya ada beberapa kemungkinan yang sampai sekarang belum dapat diketahui secara pasti. Di antaranya faktor penyumbatan (obstruksi) pada lapisan saluran (lumen) appendiks oleh timbunan tinja/feces yang keras (fekalit), hyperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur.
Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyabab adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu.
Makan cabai bersama bijinya atau jambu klutuk beserta bijinya sering kali tak tercerna dalam tinja dan menyelinap kesaluran appendiks sebagai benda asin, Begitu pula terjadinya pengerasan tinja/feces (konstipasi) dalam waktu lama sangat mungkin ada bagiannya yang terselip masuk kesaluran appendiks yang pada akhirnya menjadi media kuman/bakteri bersarang dan berkembang biak sebagai infeksi yang menimbulkan peradangan usus buntu tersebut.
Seseorang yang mengalami penyakit cacing (cacingan), apabila cacing yang beternak didalam usus besar lalu tersasar memasuki usus buntu maka dapat menimbulkan penyakit radang usus buntu.
b. Gambaran Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis)
Peradangan atau pembengkakaan yang terjadi pada usus buntu menyebabkan aliran cairan limfe dan darah tidak sempurna pada usus buntu (appendiks) akibat adanya tekanan, akhirnya usus buntu mengalami kerusakan dan terjadi pembusukan (gangren) karena sudah tak mendapatkan makanan lagi.
Pembusukan usus buntu ini menghasilkan cairan bernanah, apabila tidak segera ditangani maka akibatnya usus buntu akan pecah (perforasi/robek) dan nanah tersebut yang berisi bakteri menyebar ke rongga perut. Dampaknya adalah infeksi yang semakin meluas, yaitu infeksi dinding rongga perut (Peritonitis).
c. Tanda dan Gejala Penyakit Radang Usus Buntu
Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya;
1. Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak). Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi, mual-muntah, nyeri perut kanan bawah, buat berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-muntah saja.
2. Penyakit Radang Usus Buntu kronik. Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney (istilah kesehatannya).
Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu sendiri terhadap usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing ureter, nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi usus buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik begitu (Uripi,2001)
B. Gastritis (Magg)
Maag atau radang lambung atau tukak lambung adalah gejala penyakit yang menyerang lambung dikarenakan terjadi luka atau peradangan pada lambung yang menyebabkan sakit, mulas, dan perih pada perut.




Ada beberapa tahap dalam penyakit maag:
1. Maag ringan masih tergolong tahap ringan dimana biasanya setiap orang sudah berada di tahap ini, jika dilakukan pemeriksaan akan terlihat asam lambung berlebih di bagian dinding.
2. Maag pada tahap ini sudah menyebabkan nyeri , sakit dan mual yang menyakitkan.
3. Maag kronis adalah maag yang sudah parah intensitasnya di bandingkan maag biasa
4. Kanker lambung terjadi akibat mikroorganisme yang merugikan ''Helycobacter pylori''
a. Penyebab
Penyebab lain dari gastritis akut mencangkup alkohol, aspirin, refluk empedu atau terapi radiasi. Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat yang dapat menyebabkan mukosa menjadi gangren atau perforasi. Pembentukan jaringan perut dapat terjadi, yang menyebabkan obstruksi pilorus. Gastritis juga merupakan tanda pertama dari infeksi sistemik akut. Gastritis kronis Gratitis kronis merupakan inflamasi lambung yang lama, dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau maligma dari lambung atau oleh bakteri Helicobacter Pylory (H. Pylory). Patofisiologi Gastritis Akut Membran mukosa lambung menjadi edema dan hiperemik (kongesti dengan jaringan, cairan dan darah) dan mengalami erosi super fisial, bagian ini mengekskresi sejumlah gerak lambung yang mengandung sangat sedikit asam tetapi banyak mukus. Ulserasi superfisial dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi. Pasian dapat mengalami ketidak nyamanan, sakit kepala, mulas, mual dan anoteksia. Sering disertai dengan muntah dan cegukan. Gastritis Kronis Gastritis kronis dapat diklasifikasikan sebagai tipe A atau tipe B. Tipe A (sering disebut gastritis Auto imun) diakibatkan dari sel pariatel yang menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan penyakit autoimun seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung. Tipe B (kadang disebut sebagai gastritis H. Pylory) mempengaruhi antrum dan pilorus (ujung bawah lambung dekat duodenum). Ini dihubungkan dengan bakteri H. Pylory; faktor diet seperti minum panas atau pedas; penggunaan obat-obatan atau alkohol; merokok atau refluk isi usus ke dalam lambung (Smeltzer, 2001)
b. Gejala
• Sakit saat buang air besar
• Mual dan muntah
• Sering merasa lapar
• Perut kembung
• Nyeri yang luar biasa
c. Pengobatan
Maag bisa disembuhkan tetapi tidak bisa sembuh total, maag adalah penyakit yang dapat kambuh apabila si penderita tidak makan teratur, terlalu banyak makan, atau sebab lain. Biasanya untuk meredakan atau menyembuhkannya penderita harus meminum obat jika diperlukan. Tetapi maag dapat di cegah, yaitu dengan cara makan teratur, makan secukupnya, cuci tangan sebelum makan, dan jangan jajan sembarangan (Smeltzer, 2001)

1.3. Diare
a. Penyebab Diare
Diare bukanlah penyakit yang datang dengan sendirinya. Biasanya ada yang menjadi pemicu terjadinya diare. Secara umum, berikut ini beberapa penyebab diare, yaitu:
1. Infeksi oleh bakteri, virus atau parasit.
2. Alergi terhadap makanan atau obat tertentu.
3. Infeksi oleh bakteri atau virus yang menyertai penyakit lain seperti: Campak, Infeksi telinga, Infeksi tenggorokan, Malaria, dll.
4. Pemanis buatan
Berdasar metaanalisis di seluruh dunia, setiap anak minimal mengalami diare satu kali setiap tahun. Dari setiap lima pasien anak yang datang karena diare, satu di antaranya akibat rotavirus. Kemudian, dari 60 anak yang dirawat di rumah sakit akibat diare satu di antaranya juga karena rotavirus.
Di Indonesia, sebagian besar diare pada bayi dan anak disebabkan oleh infeksi rotavirus. Bakteri dan parasit juga dapat menyebabkan diare. Organisme-organisme ini mengganggu proses penyerapan makanan di usus halus. Dampaknya makanan tidak dicerna kemudian segera masuk ke usus besar.

Makanan yang tidak dicerna dan tidak diserap usus akan menarik air dari dinding usus. Di lain pihak, pada keadaan ini proses transit di usus menjadi sangat singkat sehingga air tidak sempat diserap oleh usus besar. Hal inilah yang menyebabkan tinja berair pada diare. Sebenarnya usus besar tidak hanya mengeluarkan air secara berlebihan tapi juga elektrolit. Kehilangan cairan dan elektrolit melalui diare ini kemudian dapat menimbulkan dehidrasi. Dehidrasi inilah yang mengancam jiwa penderita diare.
Selain karena rotavirus, diare juga bisa terjadi akibat kurang gizi, alergi, tidak tahan terhadap laktosa, dan sebagainya. Bayi dan balita banyak yang memiliki intoleransi terhadap laktosa dikarenakan tubuh tidak punya atau hanya sedikit memiliki enzim laktose yang berfungsi mencerna laktosa yang terkandung susu sapi. Tidak demikian dengan bayi yang menyusu ASI. Bayi tersebut tidak akan mengalami intoleransi laktosa karena di dalam ASI terkandung enzim laktose. Disamping itu, ASI terjamin kebersihannya karena langsung diminum tanpa wadah seperti saat minum susu formula dengan botol dan dot.
Diare dapat merupakan efek sampingan banyak obat terutama antibiotik. Selain itu, bahan-bahan pemanis buatan sorbitol dan manitol yang ada dalam permen karet serta produk-produk bebas gula lainnya menimbulkan diare. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
Orang tua berperan besar dalam menentukan penyebab anak diare. Bayi dan balita yang masih menyusui dengan ASI eksklusif umumnya jarang diare karena tidak terkontaminasi dari luar. Namun, susu formula dan makanan pendamping ASI dapat terkontaminasi bakteri dan virus(Noto, 1997).
b. Gejala Diare
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4 x atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai:
• Muntah
• Badan lesu atau lemah
• Panas
• Tidak nafsu makan
• Darah dan lendir dalam kotoran

Rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejal-gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi.
Diare bisa menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit (misalnya natrium dan kalium), sehingga bayi menjadi rewel atau terjadi gangguan irama jantung maupun perdarahan otak. Diare seringkali disertai oleh dehidrasi (kekurangan cairan). Dehidrasi ringan hanya menyebabkan bibir kering. Dehidrasi sedang menyebabkan kulit keriput, mata dan ubun-ubun menjadi cekung (pada bayi yang berumur kurang dari 18 bulan). Dehidrasi berat bisa berakibat fatal, biasanya menyebabkan syok.
c. Mekanisme terjadinya diare dapat dibedakan dalam beberapa tipe (Noto, 1997):
1. Perubahan motilitas usus
Perubahan motilitas usus dapat terjadi sebagai akibat adanya radang usus, sehingga usus (terutama usus besar) tidak mampu menahan laju isi usus dan terjadi diare.
2. Sekresi aktif
Sekresi aktif dapat disebabkan karena kerusakan usus atau karena penyakit sistemik seperti congestive heart failure ataupun hepatic congestion. Kedua penyakit tersebut menyebabkan peningkatan tekanan hidrolik pada vena mesenterica sehingga mendorong keluarnya cairan ke lumen usus.
3. Sekresi pasif / peningkatan osmolalitas
Peningkatan osmolalitas dapat disebabkan oleh maldigesti akibat kekurangan enzim pancreatik, garam empedu ataupun enzim disakaridase. Kekurangan enzim-enzim tersebut akan menyebabkan karbohidrat, lemak, protein tidak terabsorbsi dengan baik. Pakan yang tidak terabsorbsi tersebut akan diubah menjadi asam laktat dan asam lemak volatil oleh bakteri di kolon. Ini akan menyebabkan penurunan pH (asam) dan peningkatan osmolalitas, yang akhirnya menimbulkan watery diare.
4. Peningkatan permeabilitas (exudatif)
Peningkatan permeabilitas dapat disebabkan karena adanya toxin bakteri yang menyerang sel epitel gastrointestinal. Rusaknya epitel akan menyebabkan aktivasi enzim adenylcyclase yang akan mengkatalis perubahan ATP menjadi
cyclic AMP. Cyclic AMP ini akan meningkatkan permeabilitas sel.

1.4. Konstipasi
Definisi kontipasi bersifat relatif, tergantung pada konsistensi tinja, frekuensi buang air besar dan kesulitan keluarnya tinja. Pada anak normal yang hanya berak setiap 2-3 hari dengan tinja yang lunak tanpa kesulitan, bukan disebut konstipasi. Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi buang air besar, sensasi tidak puasnya buang air besar, terdapat rasa sakit, harus mengejan atau feses keras.
Konstipasi berarti bahwa perjalanan tinja melalui kolon dan rektum mengalami penghambatan dan biasanya disertai kesulitan defekasi (sujono).Disebut konstipasi bila tinja yang keluar jumlahnya hanya sedikit, keras, kering, dan gerakan usus hanya terjadi kurang dari 3 x dalam 1 mnggu.8,9,10. Kriteria baku untuk menentukan ada tidaknya konstipasi telah ditetapkan, meliputi minimal 2 keluhan dari beberapa keluhan berikut yang diderita penderita minimal 25 % selama minimal 3 bulan : (1) tinja yang keras, (2) mengejan pada saat defekasi, (3) perasaan kurang puas setelah defekasi, dan (4) defekasi hanya 2 x atau kurang dalam seminggu.
Sembelit (Konstipasi) adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesulitan buang air besar atau jarang buang air besar. Konstipasi akut dimulai secara tiba-tiba dan tampak dengan jelas. Konstipasi menahun (kronik), kapan mulainya tidak jelas dan menetap selama beberapa bulan atau tahun.
Konstipasi bukan merupakan suatu penyakit, melainkan suatu keluhan yang muncul akibat kelainan fungsi dari kolon dan anorektal. Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi dari kebiasaan normal. Pengertian ini dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses yang kurang, konsistensinya keras dan kering. Obstipasi bersinonim dengan konstipasi.
Hampir setiap orang suatu saat pasti akan mengalami konstipasi. Penyebab terbanyak adalah diet yang kurang baik dan kurang olah raga. Pada sebagian besar kasus, konstipasi biasanya hanya bersifat sementara, dan tidak berbahaya. Di Amerika Serikat lebih dari 4 juta penduduk mempunyai keluhan sering konstipasi, hingga prevalensinya mencapai sekitar 2 %.. Sebagian besar penderita konstipasi dapat diobati secara medik, menghasilkan perbaikan keluhan. Keluhan konstipasi tampaknya dialami penduduk kulit berwarna 1,3 kali lebih sering dibanding kulit putih. Konstipasi dapat terjadi pada segala usia, dari bayi sampai orang tua. Makin tua makin meningkat frekuensinya. Di atas usia 65 tahun 30 – 40 % penderita mengalami masalah.
2. Epidemiologi
Sesuai dengan sigi “National Health Interview” di Amerika Serikat lebih dari 4 – 4,5 juta penduduk mempunyai keluhan sering konstipasi, hingga prevalensinya mencapai sekitar 2 %. Penderita yang mengeluh konstipasi ini kebanyakan adalah wanita, anak-anak, dan orang dewasa di atas usia 65 tahun. Wanita hamil juga sering mngeluh konstipasi, demikian pula setelah melahirkan atau pasca bedah. Konstipasi diperkirakan menyebabkan 2,5 juta penderita berkunjung ke dokter setiap tahunnya. Sebagian besar penderita konstipasi dapat diobati secara medik, menghasilkan perbaikan keluhan. Namun sebagian kecil merasa terganggu akibat konstipasi ini. Beberapa penderita dengan konstipasi fungsional (mis. “inersia kolon”), bahkan membutuhkan kolektomi abdominal total dengan anastomosis ileorectal.
Keluhan konstipasi tampaknya dialami penduduk kulit berwarna 1,3 kali lebih sering dibanding kulit putih. Perbandingan laki : perempuan sekitar 1 : 3. Konstipasi dapat terjadi pada segala usia, dari bayi sampai orang tua. Makin tua makin meningkat frekuensinya. Di atas usia 65 tahun 30 – 40 % penderita mengalami masalah dengan keluhan konstipasi ini. Namun sebagian besar penderita biasanya hanya melakukan pengobatan sendiri, tanpa pergi ke dokter. Akibatnya adalah pengeluaran biaya sebesar 500 - 725 juta dolar setiap tahunnya untuk pembelian obat-obat golongan laksans.
3. ETIOLOGI
Penyebab konstipasi biasanya multifaktor, misalnya : Konstipasi sekunder (diit, kelainan anatomi, kelainan endokrin dan metabolik, kelainan syaraf, penyakit jaringan ikat, obat, dan gangguan psikologi), konstipasi fungsional (konstipasi biasa, “Irritabel bowel syndrome”, konstipasi dengan dilatasi kolon, konstipasi tanpa dilatasi kolon , obstruksi intestinal kronik, “rectal outlet obstruction”, daerah pelvis yang lemah, dan “ineffective straining”), dan lain-lain (diabetes melitus, hiperparatiroid, hipotiroid, keracunan timah, neuropati, Parkinson, dan skleroderma).
4. PATOFISIOLOGI
Buang air besar yang normal frekuensinya adalah 3 kali sehari sampai 3 hari sekali. Dalam praktek dikatakan konstipasi bila buang air besar kurang dari 3 kali perminggu atau lebih dari 3 hari tidak buang air besar atau dalam buang air besar harus mengejan secara berlebihan.
Kolon mempunyai fungsi menerima bahan buangan dari ileum, kemudian mencampur, melakukan fermentasi, dan memilah karbohidrat yang tidak diserap, serta memadatkannya menjadi tinja. Fungsi ini dilaksanakan dengan berbagai mekanisme gerakan yang sangat kompleks. Pada keadaan normal kolon harus dikosongkan sekali dalam 24 jam secara teratur.). Diduga pergerakan tinja dari bagian proksimal kolon sampai ke daerah rektosigmoid terjadi beberapa kali sehari, lewat gelombang khusus yang mempunyai amplitudo tinggi dan tekanan yang berlangsung lama. Gerakan ini diduga dikontrol oleh pusat yang berada di batang otak, dan telah dilatih sejak anak-anak.
Proses sekresi di saluran cerna mungkin dapat megalami gangguan, yaitu kesulitan atau hambatan pasase bolus di kolon atau rektum, sehingga timbul kesulitan defekasi atau timbul obstipasi. Gangguan pasase bolus dapat diakibatkan oleh suatu penyakit atau dapat karena kelainan psikoneuorosis. Yang termasuk gangguan pasase bolus oleh suatu penyakit yaitu disebabkan oleh mikroorganisme (parasit, bakteri, virus), kelainan organ, misalnya tumor baik jinak maupun ganas, pasca bedah di salah satu bagian saluran cerna (pasca gastrektomi, pasca kolesistektomi).
Untuk mengetahui bagaimana terjadinya konstipasi, perlu diingat kembali bagaimana mekanisme kerja kolon. Begitu makanan masuk ke dalam kolon, kolon akan menyerap air dan membentuk bahan buangan sisa makanan, atau tinja. Kontraksi otot kolon akan mendorong tinja ini ke arah rektum. Begitu mencapai rektum, tinja akan berbentuk padat karena sebagian besar airnya telah diserap. Tinja yang keras dan kering pada konstipasi terjadi akibat kolon menyerap terlalu anyak air. Hal ini terjadi karena kontraksi otot kolon terlalu perlahan-lahan dan malas, menyebabkan tinja bergerak ke arah kolon terlalu lama.
Konstipasi umumnya terjadi karena kelainan pada transit dalam kolon atau pada fungsi anorektal sebagai akibat dari gangguan motilitas primer, penggunaan obat-obat tertentu atau berkaitan dengan sejumlah besar penyakit sistemik yang mempengaruhi traktus gastrointestinal.
Konstipasi dapat timbul dari adanya defek pengisian maupun pengosongan rektum. Pengisian rektum yang tidak sempurna terjadi bila peristaltik kolon tidak efektif (misalnya, pada kasus hipotiroidisme atau pemakaian opium, dan bila ada obstruksi usus besar yang disebabkan oleh kelainan struktur atau karena penyakit hirschprung). Statis tinja di kolon menyebabkan proses pengeringan tinja yang berlebihan dan kegagalan untuk memulai reflek dari rektum yang normalnya akan memicu evakuasi. Pengosongan rektum melalui evakuasi spontan tergantung pada reflek defekasi yang dicetuskan oleh reseptor tekanan pada otot-otot rektum, serabut-serabut aferen dan eferen dari tulang belakang bagian sakrum atau otot-otot perut dan dasar panggul. Kelainan pada relaksasi sfingter ani juga bisa menyebabkan retensi tinja.
Konstipasi cenderung menetap dengan sendirinya, apapun penyebabnya. Tinja yang besar dan keras di dalam rektum menjadi sulit dan bahkan sakit bila dikeluarkan, jadi lebih sering terjadi retensi dan terbentuklah suatu lingkaran setan. Distensi rektum dan kolon mengurangi sensitifitas refleks defekasi dan efektivitas peristaltik. Akhirnya, cairan dari kolon proksimal dapat menapis disekitar tinja yang keras dan keluar dari rektum tanpa terasa. Gerakan usus yang tidak disengaja (encopresis) mungkin keliru dengan diare.
Akibat dari konstipasi
Sebagaimana diketahui, fungsi kolon di antaranya melakukan absorpsi cairan elektrolit, zat-zat organik misalnya glukose dan air, hal ini berjalan terus sampai di kolon descendens. Pada seseorang yang mengalami konstipasi, sebagai akibat dari absorpsi cairan yang terus berlangsung, maka tinja akan menjadi lebih padat dan mengeras. Tinja yang keras dan padat menyebabkan makin susahnya defekasi, sehingga akan menimbulkan haemorrhoid.
Sisa-sisa protein di dalam makanan biasanya dipecahkan di dalam kolon dalam bentuk indol, skatol, fenol, kresol dan hydrogen sulfide. Sehingga akan memberikan bau yang khas pada tinja. Pada konstipasi juga akan terjadi absorpsi zat-zat tersebut terutama indol dan skatol, sehingga akan terjadi intestinal toksemia. Bila terjadi intestinal toksemia maka pada penderita dengan sirhosis hepatis merupakan bahaya. Pada kolon stasis dan adanya pemecahan urea oleh bakteri mungkin akan mempercepat timbulnya “ hepatik encepalopati” pada penderita sirhosis hepatis.
5. MANIFESTASI KLINIS
Penderita yang mengalami konstipasi biasanya merasa defekasinya menjadi sulit dan nyeri, tinja keras, mengejan pada saat defekasi, perasaan kurang puas setelah defekasi, defekasi hanya 3x atau kurang dalam seminggu. Keluhan lain yang bisa timbul adalah perasaan kembung, kurang enak, dan malas.
Penderita dapat juga tanpa keluhan sama sekali, atau mempunyai keluhan lain seperti : perut kembung, nyeri waktu defekasi, “rectal bleeding” (perdarahan rektum), diare “spurious” (sedikit-sedikit), dan nyeri pinggang bagian bawah (LBP).11
Penderita biasanya mengeluh beberapa hari tak dapat defekasi dan kalau defekasi selalu susah. Tinja yang keluar keras dan kehitam-hitaman. Perut selalu dirasa penuh serta dirasa mendesak keatas, kembung, berbunyi,mual-mual. Rasa mulas di perut kiri pada daerah sigmoid dan kolon desendens. Keluhan lain yang sering dirasakan ialah mulut rasa pahit, lidah kering, kepala pusing, nafsu makan menurun. Bilamana konstipasi berlangsung lama, maka keluhan tersebut diatas makin bertambah berat, bahkan sampai timbulnya gejala obstruksi intestinal.
6. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Anamnesis yang seksama dan hati-hati merupakan salah satu cara yang sangat penting untuk mencari penyebab konstipasi. Dengan menanyakan tipe dan derajat gangguan konstipasi dapat diperkirakan etiologi dari keluhan tersebut. Termasuk dalam gangguan ini antara lain : lamanya usaha untuk melakukan defekasi, jumlah defekasi per minggunya, dan ada tidaknya keluhan mengejan dan atau tinja yang keras.4,5,9,10
Anamnesis yang akurat untuk mendeteksi adanya penurunan berat badan, perdarahan saluran cerna, riwayat keluarga kanker, pola buang air besar sebelumnya.Sebagian besar penderita dengan konstipasi kronik pada umumnya tidak menunjukkan penyebab yang spesifik pada saat pemeriksaan pertama. Anamnesis yang teliti harus dapat mendeteksi penyebab terbanyak dari konstipasi yaitu : (1) konstipasi pasca bedah, (2) tirah baring yang terlalu lama, (3) sisa barium setelah pemeriksaan barium enema, atau (4) obat-obat yang dapat menimbulkan konstipasi (misalnya : opioid, antikholinergik).
Pada penderita tua yang melakukan tirah baring, penting untuk menyingkirkan adanya dehidrasi yang berat dan kelainan elektrolit. Singkirkan dulu setiap komplikasi konstipasi yang dapat mengancam hidup penderita (misalnya, volvulus) dan ingat bahwa penderita mungkin mengalami perforasi usus setelah dilakukan klisma dengan air hangat di rumah. Keluhan berikut juga dapat dipakai sebagai dugaan bahwa penderita mengalami kesulitan defekasi : perasaan kurang puas setelah defekasi, sering dilakukan evakuasi feses dengan jari, “tenesmus”, dan retensi pada saat dikerjakan klisma.
Uraian yang tepat tentang gejala dan lama terjadinya harus didapat. Konstipasi yang ditemukan sejak lahir atau sejak awal usia kanak-kanak cenderung bersifat kongenital, sementara awitan yang terjadi kemudian menunjukkan penyakit yang di dapat. Penjelasan mengenai frekuensi dan sifat defekasi harus dinyatakan, termasuk keluhan mengejan yang berlebihan saat defekasi, adanya skibala yang keras, atau perasaan pengeluaran kotoran yang tidak tuntas. Pasien harus ditanya mengenai nyeri abdomen dan kembung yang terkait dan gejala-gejala saluran kemih atau saluran makanan bagian atas. Pertanyaan ini penting untuk mendapatkan riwayat pemakaian laksatif dan lamanya.


2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sering kurang bermanfaat untuk menetapkan penyebab serta pengobatan konstipasi. Pemeriksaan fisik untuk menilai keadaan sistemik dan local, terutama tanda adanya masa intra abdomen, peristaltik usus dan colok dubur. Pemeriksaan fisik harus ditujukan pada deteksi penyakit-penyakit nongastrointestinal yang dapat turut menjadi penyebab timbulnya konstipasi. Perhatian khusus harus diberikan pada pemeriksaan neurologis, termasuk penilaian terhadap fungsi autonom. Abdomen harus diperiksa untuk mencari tanda-tanda pembedahan sebelumnya, distensi usus atau feses yang tertahan.
Pemeriksaan perineum dan anorektal harus dilakukan untuk menemukan bukti adanya deformitas, atrofi otot gluteus, prolapsus rekti, stenosis ani, fissura ani, masa rektum atau fecal impaction. Pasien dapat diminta untuk mengejan agar bukti yang menunjukan adanya rektokel, atau prolapsus rekti dapat terlihat. Adanya “ kedipan anus “ harus dinilai dengan menunjukkan kontraksi refleks kanalis ani setelah rasa ditusuk peniti pada perineum.
Pemeriksaan fisik sering kurang bermanfaat untuk menetapkan penyebab serta pengobatan konstipasi, kecuali pada kejadian berikut ini : Adanya masa yang teraba pada pemeriksaan abdomen. Lesi anorectal, yang diduga menjadi penyebab konstipasi (misalnya : fisura ani, fistula ani, striktur, kanker, hemoroid yang memgalami trombosis)
3. Pemeriksaan laboratorium
Perlu diperhatikan warna, bentuk, besarnya dan konsistensi dari masa fekal. Pemeriksaan kimia darah dapat dipakai untuk menyingkirkan kelainan metabolik sebagai penyebab konstipasi, seperti : hipokalemia dan hiperkalsemia. Pemeriksaan darah lengkap dapat menunjukkan adanya anemia akibat perdarahan per anum (“gross” atau “occult”). Tes fungsi tiroid dapat digunakan untuk mendiagnosis adanya hipotiroid.
4. Pemeriksaan radiology
Foto polos abdomen (berdiri dan berbaring) : dapat menunjukkan jumlah tinja dalam kolon penderita. Dengan demikian diagnosis banding antara : “fecal impaction”, obstruksi usus, dan “fecalith” dapat dibuat. Diagnosis adanya “fecalith” penting untuk dipastikan karena kemungkinan terjadinya komplikasi “stercoral ulcers”, yang dapat menimbulkan perforasi kolon dapat terjadi setiap saat. Gastropati diabetik, seperti halnya “fecal impaction”, dapat timbul pada penderita neuropati diabetik. Sisa barium (sesudah pemeriksaan barium enemas) dapat juga tampak pada foto polos abdomen.
Skleroderma dan penyakit jaringan ikat yang lain, dapat disertai gangguan motorik yang dapat menutupi gejala-gejala obstruksi kolon pada pemeriksaan foto polos abdomen “Myxedema ileus” dapat terjadi akibat hipotiroid.
7. PENGOBATAN
Pengobatan utama adalah pemberian diit tinggi serat. “Bulking agents” merupakan pengobatan lini berikutnya. Pemberian klisma dapat dikerjakan untuk membantu melakukan evakuasi tinja secara total. Hindari pemakaian iritan atau perangsang peristaltik. Pemakaian obat-obat ini dalam jangka panjang pernah dilaporkan dapat menimbulkan kerusakan pada “myenteric plexus”, yang selanjutnya justru akan mengganggu gerakan usus.
Pada prinsipnya untuk merawat penderita konstipasi ialah :
1. Harus dicari sebab-sebabnya.
2. Memberi pendidikan atau pengertian kepada penderita, agar dapat melakukan defekasi secara alamiah.
3. Menghentikan kebiasaan pemakaian laksatif dan enema.
4. Mengembalikan dan membiasakan agar dapat defekasi sendiri tanpa obat-obatan
Oleh karena itu perawatan konstipasi untuk tiap penderita tidak selalu sama, dan harus dicari penyebabnya. Memberi penerangan kepada penderita, agar supaya secara teratur pada waktu-waktu yang tertentu melakukan defekasi. Perhatian terhadap pengobatan yang spesifik seyogyanya lebih ditujukan pada evakuasi dari tinja, dibanding meningkatkan gerakan usus. Konsultasi dengan ahli bedah sebaiknya segera dikerjakan bila ada dugaan obstruksi intestinal atau volvulus (Holson 2001).Penanganan konstipasi harus disesuaikan menurut keadaan masing-masing pasien dengan memperhitungkan lama dan intensitas konstipasi, faktor-faktor kontribusi yang potensial, usia pasien dan harapan pasien.
PERUBAHAN GAYA HIDUP
a. Diet
Makanan berserat, baik yang mudah larut maupun yang sulit larut, merupakan bagian dari buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian, yang tidak dapat dicerna oleh tubuh. Makanan berserat yang mudah larut akan cepat melarut dalam air dan membentuk bahan “gel” dalam usus. Sebaliknya makanan berserat yang tidak larut, akan melewati usus tanpa mengalami perubahan Bahan serat yang berbentuk besar (“bulk”) dan lunak ini akan mencegah terjadinya tinja yang keras dan kering yang lebih sulit melewati usus.
Rata-rata orang Amerika makan 5 – 20 gram makanan berserat setiap harinya, lebih sedikit dibanding jumlah 20 – 35 gram yang dianjurkan oleh “the American Dietetic Association”. Baik anak-anak maupun orang dewasa makan terlalu banyak makanan yang sudah dibersihkan dan diproses, di mana serat alamiahnya sudah dibuang.
Terapi inisial biasanya berupa diet dengan penekanan pada peningkatan asupan serat makanan. Banyak pasien dengan konstipasi memperlihatkan responnya terhadap peningkatan asupan serat makanan hingga mencapaijumlah antara 20-30 gram/hari. Suplementasi serat dapat meningkatkan berat tinja serta frekuensi defekasi dan menurunkan waktu transit gastrointestinal.
Efek serat yang menghasilkan massa dalam kotoran dapat berhubungan dengan peningkatan retensi air maupun dengan proliferasi bakteri kolon yang memproduksi gas di dalam tinja. Suplementasi serat bukan terapi yang tepat bagi pasien dengan lesi obstruktif traktus gastrointestinal atau bagi pasien penyakit megakolon atau megarektum. Dianjurkan makanan yang banyak mengandung sayur-sayuran, buah-buahan, yang banyak mengandung selulosa. Selulosa yang dimakan susah dicerna, sebab didalam badan kita tidak mempunyai enzim selulosa. Jadi selulosa berguna untuk memperlancar defekasi.
b. Banyak minum dan olah raga
Cairan seperti air dan jus, menambah jumlah air yang masuk ke dalam kolon dan memperbesar bentuk tinja, dan membuat gerakan usus menjadi lebih per-lahan-lahan dan lebih mudah. Penderita yang mengalami masalah konstipasi, seyogyanya minum cukup air setiap harinya, sekitar 8 gelas perhari.
Kurang olah raga dapat menimbulkan konstipasi, tanpa diketahui penyebab sebenarnya. Sebagai contoh, konstipasi sering terjadi pada penderita setelah mengalami kecelakaan atau pada saat penderita diharuskan tirah baring dalam waktu yang lama karena penyakitnya.

2.PEMBERIAN OBAT
Pengobatan utama adalah pemberian diit tinggi serat. “Bulking agents” merupakan pengobatan lini berikutnya. Pemberian klisma dapat dikerjakan untuk membantu melakukan evakuasi tinja secara total. Hindari pemakaian iritan atau perangsang periltatik. Pemakaian obat-obat ini dalam jangka panjang pernah dilaporkan dapat menimbulkan kerusakan pada “myenteric plexus”, yang selanjutnya justru akan mengganggu gerakan usus.
a. Laksans
Sebagian besar penderita dengan konstipasi ringan biasanya tidak membutuhkan pemberian laksans. Namun bagi mereka yang telah melakukan perubahan gaya hidup, tetapi masih tetap mengalami konstipasi, pemberian laksans dan atau klisma untuk jangka waktu tertentu dapat dipertimbangkan. Pengobatan ini dapat menolong sementara untuk mengatasi konstipasi yang telah berlangsung lama akibat usus yang malas. Pada anak-anak, pengobatan laksans jangka pendek, untuk merangsang supaya usus mau bergerak secara teratur, juga dapat dipakai untuk mencegah konstipasi. Laksans dapat diberikan per oral, dalam bentuk cairan, tablet, bubuk. Ada beberapa macam cara kerjanya.
b. Bulk forming agents / hydrophilic
Digunakan untuk meningkatkan masa tinja, hingga akan merangsang terjadinya perilstatik. Bahan ini biasanya cukup aman, tetapi dapat mengganggu penyerapan obat lain. Laksans ini juga dikenal dengan nama “fiber supplements”, dan harus diminum dengan air. Dalam usus bahan ini akan menyerap air, dan membuat tinja menjadi lebih lunak.
c. Emollients / softeners / sufactant / wetting agents
Menurunkan tekanan permukaan tinja, membantu penyampuran bahan cairan dan lemak, sehingga dapat melunakkan tinja. Pelunak tinja (“stool softeners”) dapat melembabkan tinja, dan menghambat terjadinya dehidrasi. Laksans ini banyak dianjurkan pada penderita setelah melahirkan atau pasca bedah.
d. Emollient stool softeners in combination with stimulants / irritant
“Emollient stool softeners” menyebabkan tinja menjadi lunak. Stimulan meningkatkan aktivitas perilstatik saluran cerna, menimbulkan kontraksi otot yang teratur (“rhythmic”). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa fenolftalen, yang dikandung dalam beberapa laksans stimulans, ternyata dapat meningkatkan resiko kanker. FDA telah melakukan pelarangan penjualan bebas produk yang mengandung bahan fenolftalen ini. Sebagian besar produsen laksans saat ini telah mulai mengganti fenolftalen dengan bahan yang lebih aman.
e.Osmotic laxatives
Mempunyai efek menahan cairan dalam usus, osmosis, atau mempengaruhi pola distribusi air dalam tinja. Laksans jenis ini mempunyai kemampuan seperi “spons”, menarik air ke dalam kolon, sehingga tinja mudah melewati usus.
3. PENGOBATAN LAIN
Pengobatan spesifik terhadap terhadap penyebab konstipasi, juga dapat dikerjakan tergantung apakah penyebabnya dapat dikoreksi atau tidak. Sebagai contoh, penghentian obat yang menimbulkan konstipasi, atau tindakan bedah untuk mengoreksi ada tidaknya kelainan anorektal, seperti prolapsus rekti.
a.Prokinetik
Obat-obat prokinetik telah dicoba untuk pengobatan konstipasi, tetapi belum banyak publikasi yang menunjukkan efektivitasnya. Obat prokinetik (seperti : cisapride dan metoclopramide) merupakan agonis 5HT4 dan antagonis 5HT3. Cisapride telah dilaporkan dapat memperbaiki keluhan penyakit refluks gastroesofagus, namun pada konstipasi belum banyak laporan yang ditulis.
Tegaserod, merupakan agonis parsial 5-HT4, dapat mempercepat transit orosekal (tanpa mempengaruhi pengosongan lambung) dan mempunyai tendensi untuk mempercepat transit kolon. Dalam uji klinik fase III, tegaserod 12 mg/hari, menghasilkan peningkatan kelompok “Irritabel bowel syndrome” tipe konstipasi yang mencapai tujuan utama “hilangnya keluhan “ penderita. Efek sekunder yang ditemukan termasuk antara lain perbaikan dalam konstipasi, nyeri sepanjang hari, dan rasa kembung.
b.Analog prostaglandin
Analog prostaglandin (misoprostil) dapat meningkatkan produksi PGE2 dan merangsang motilitas saluran cerna bagian bawah.
c.Klisma dan supositoria
Bahan tertentu dapat dimasukkan ke dalam anus untuk merangsang kontraksi dengan cara menimbulkan distensi atau lewat pengaruh efek kimia, untuk melunakkan tinja. Kerusakan mukosa rektum yang berat dapat terjadi akibat ekstravasasi larutan klisma ke dalam lapisan submukosa.
d.Biofeedback
Penderita dengan konstipasi kronik akibat disfungsi anorektal dapat dicoba dengan pengobatan “biofeedback” untuk mengembalikan otot yang mengendalikan gerakan usus. “Biofeedback” menggunakan sensor untuk memonitor aktivitas otot yang pada saat yang sama dapat dilihat di layar komputer sehingga fungsi tubuh dapat diikuti dengan lebih akurat. Seorang ahli kesehatan yang professional, dapat menggunakan alat ini untuk menolong penderita mempelajari bagaimana cara menggunakan otot tersebut.
Dalam penelitian Houghton dan kawan-kawan (2002) ditemukan bahwa emosi dapat mempengaruhi persepsi dan distensi rektal pada penderita IBS. Juga dapat ditunjukkan bahwa pikiran mempunyai peranan yang sangat penting dalam modulasi faal saluran cerna.
e.Operasi
Tindakan bedah (subtotal colectomy dengan ileo-ractal anastomosis) hanya dicadangkan pada penderita dengan keluhan yang berat akibat kolon yang tidak berfungsi sama sekali (“colonic inertia”). Namun tindakan ini harus dipertimbangkan sungguh-sungguh, karena komplikasinya cukup banyak seperti : nyeri perut dan diare. (Mansjoer, 1999).
PENYEBAB
Konstipasi sering disebabkan oleh berubahnya makanan atau berkurangnya aktivitas fisik.
Obat-obat yang bisa menyebabkan konstipasi adalah:
- Aluminium hidroksida (dalam antasid yang dijual bebas)
- Garam bismut
- Garam besi
- Antikolinergik
- Obat darah tinggi (anti-hipertensi)
- Golongan narkotik
- Beberapa obat penenang dan obat tidur.
Konstipasi akut kadang-kadang bisa disebabkan oleh keadaan yang serius, seperti:
- penyumbatan pada usus besar
- berkurangnya aliran darah ke usus besar
- cedera pada saraf atau urat saraf tulang belakang.
Kurangnya aktivitas fisik dan terlalu sedikitnya serat dalam makanan merupakan penyebab yang sering ditemukan pada konstipasi menahun. Penyebab lainnya adalah:
- aktivitas kelenjar tiroid yang kurang (hipotiroid)
- kadar kalsium darah yang tinggi (hiperkalsemia)
- penyakit Parkinson
- penurunan kontraksi usus besar (kolon inaktif)
- rasa tidak enak (tidak nyaman) pada waktu buang air besar (defekasi).
PENGOBATAN
Jika konstipasi disebabkan oleh suatu penyakit, maka penyakitnya harus diobati.
Jika tidak ditemukan penyakit lain sebagai penyebabnya, pencegahan dan pengobatan terbaik untuk konstipasi adalah gabungan dari olah raga, makanan kaya serat dan penggunaan obat-obatan yang sesuai untuk sementara waktu.
Sayur-sayuran, buah-buahan dan gandum merupakan sumber serat yang baik.
Supaya bisa bekerja dengan baik, serat harus dikonsumsi bersamaan dengan sejumlah besar cairan.
PENCEGAHAN
Pencegahan terbaik untuk konstipasi adalah gabungan dari olah raga yang teratur dan makanan kaya serat.
A. Konstipasi sekunder
1. Pola hidup :
Diet rendah serat, kurang minum, kebiasaan buang air besar yang buruk, kurang olah raga.
2. Kelainan anatomi (struktur) : fissura ani, hemoroid, striktur, dan tumor, abses perineum, megakolon.
3. Kelainan endokrin dan metaolik : hiperkalsemia, hipokalemia, hipotiroid, DM, dan kehamilan.
4. Kelainan syaraf : stroke, penyakit Hirschprung, Parkinson, sclerosis multiple, lesi sumsum tulang belakang, penyakit Chagas, disotonomia familier.
5. Kelainan jaringan ikat : skleroderma, amiloidosis, “mixed connective-tissue disease”.
6. Obat : antidepresan (antidepresan siklik, inhibitor MAO), logam (besi, bismuth), anti kholinergik, opioid (kodein, morfin), antasida (aluminium, senyawa kalsium), “calcium channel blockers” (verapamil), OAINS (ibuprofen, diclofenac), simpatomimetik (pseudoephidrine), cholestyramine dan laksan stimulans jangka panjang.
7. Gangguan psikologi (depresi).
B. Konstipasi fungsional=kontipasi simple atau temporer
1. Konstipasi biasa : akibat menahan keinginan defekasi.
2. “Irritabel bowel syndrome”
3. Konstipasi dengan dilatasi kolon : “idiopathic megacolon or megarektum”
4. Konstipasi tanpa dilatasi kolon : “idiopathic slow transit constipation”
5. Obstruksi intestinal kronik.
6. “Rectal outlet obstruction” : anismus, tukak rectal soliter, intusesepsi.
7. Daerah pelvis yang lemah : “descending perineum”, rectocele.
8. Mengejan yang kurang efektif (“ineffective straining”)
C. Penyebab lain
1. Diabetes mellitus
2. Hiperparatiroid
3. Hipotiroid
4. Keracunan timah (“lead poisoning”)
5. Neuropati
6. Penyakit Parkinson
7. Skleroderma
8. Idiopatik
1.5 Penyakit Gondongan (Mumps atau Parotitis)
Penyakit Gondongan (Mumps atau Parotitis) adalah suatu penyakit menular dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah.
Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemic atau epidemik, Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak yang berumur 2-12 tahun. Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis (buah zakar), sistem saraf pusat, pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya. Adapun mereka yang beresiko besar untuk menderita atau tertular penyakit ini adalah mereka yang menggunakan atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan hormon kelenjar tiroid dan mereka yang kekurangan zat Iodium dalam tubuh (Price, 1995).


a. Penularan Penyakit Gondongan
Penyakit Gondong (Mumps atau Parotitis) penyebaran virus dapat ditularkan melalui kontak langsung, percikan ludah, bahan muntah, mungkin dengan urin. Virus dapat ditemukan dalam urin dari hari pertama sampai hari keempat belas setelah terjadi pembesaran kelenjar.
Penyakit gondongan sangat jarang ditemukan pada anak yang berumur kurang dari 2 tahun, hal tersebut karena umumnya mereka masih memiliki atau dilindungi oleh anti bodi yang baik. Seseorang yang pernah menderita penyakit gondongan, maka dia akan memiliki kekebalan seumur hidupnya.

b. Tanda dan Gejala Penyakit Gondongan
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Namun demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang mengalami keluhan, yaitu dapat menjadi sumber penularan penyakit tersebut.
Masa tunas (masa inkubasi) penyakit Gondong sekitar 12-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan berkembangnya masa tunas dapat digambarkan sdebagai berikut (Price, 1995):
1. Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala: demam (suhu badan 38.5 – 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka mulut).
2. Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang diawali dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua kelenjar mengalami pembengkakan.
3. Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian berangsur mengempis.
4. Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di bawah rahang (submandibula) dan kelenjar di bawah lidah (sublingual). Pada pria akil balik adalanya terjadi pembengkakan buah zakar (testis) karena penyebaran melalui aliran darah.
F. Penyakit Mulut Kering(Xerostomia).
Banyak keluhan yang dapat timbul di rongga mulut. Salah satu keluhan tersebut adalah keluhan mulut kering atau xerostomia. Keadaan ini umumnya berhubungan dengan berkurangnya aliran saliva, namun adakalanya jumlah atau aliran saliva normal tetapi seseorang tetap mengeluh mulutnya kering. Keluhan mulut kering dapat terjadi akut atau kronis, sementara atau permanen dan kurang atau agak sempurna. Dalam bentuk apa keluhan mulut kering timbul, tergantung dari penyebabmya. Banyak faktor yang dapat menyebabkan mulut kering, seperti radiasi pada daerah leher dan kepala, Sjogren sindrom, penyakit-penyakit sistemik, efek samping obat-obatan, stress dan juga usia. Produksi saliva yang berkurang selalui disertai dengan perubahan dalam komposisi saliva yang mengakibatkan sebagian besar fungsi saliva tidak dapat berjalan dengan lancar. Hal ini mengakibatkan timbulnya beberapa keluhan pada penderita mulut kering, seperti kesukaran dalam mengunyah dan menelan makanan, kesukaran dalam berbicara, kepekaan terhadap rasa berkurang, kesukaran dalam memakai gigi palsu, mulut terasa seperti terbakar dan sebagainya. Mengingat pentingnya peranan saliva dan akibat yang ditimbulkan oleh karena berkurangnya aliran saliva, maka perlu diupayakan penanggulangan terhadap pasien-pasien dengan keluhan mulut kering. Perawatan yang diberikan tergantung dari penyebab dan keparahan mulut kering. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai faktor-faktor penyebab dan perawatan keluhan mulut kering.

Saliva adalah suatu cairan mulut yang kompleks, tidak berwarna, yang disekresikan dari kelenjar saliva mayor dan minor untuk mempertahankan homeostasis dalam rongga mulut (Amerongan,1991).
Pada orang dewasa yang sehat, diproduksi saliva lebih kurang 1,5 liter dalam waktu 24 jam. Sekresi saliva dikendalikan oleh sistem persarafan, terutama sekali oleh reseptor kolinergik. Rangsang utama untuk peningkatan sekresi saliva adalah melalui rangsang mekanik (Amerongan,1991).
Saliva mempunyai beberapa fungsi penting di dalam rongga mulut, diantaranya sebagai pelumas, aksi pembersihan, pelarutan, pengunyahan dan penelanan makanan, proses bicara, sistem buffer dan yang paling penting adalah fungsi sebagai pelindung dalam melawan karies gigi (Amerongan, 1991).
Kelenjar saliva dan saliva juga merupakan bagian dari sistem imun mukosa. Sel-sel plasma dalam kelenjar saliva menghasilkan antibodi, terutama sekali dari kelas Ig A, yang ditransportasikan ke dalam saliva. Selain itu, beberapa jenis enzim antimikrobial terkandung dalam saliva seperti lisozim, laktoferin dan peroksidase (Amerongan, 1991).
Berkurangnya saliva menyebabkan mengeringnya selaput lendir, mukosa mulut menjadi kering, mudah mengalami iritasi dan infeksi. Keadaan ini disebabkan oleh karena tidak adanya daya lubrikasi infeksi dan proteksi dari saliva (Amerongan, 1991).
Proses pengunyahan dan penelanan, apalagi makanan yang membutuhkan pengunyahan yang banyak dan makanan kering dankental akan sulit dilakukan. Rasa pengecapan dan proses bicara juga akan terganggu (Amerongan,1991).







a. Faktor Penyebab
Mulut kering dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Keadaan-keadaan fisiologis seperti berolahraga, berbicara terlalu lama, bernafas melalui mulut, stress dapat menyebabkan keluhan mulut kering (Haskell,1990).
Penyebab yang paling penting diketahui adalah adanya gangguan pada kelenjar saliva yang dapat menyebabkan penurunan produksi saliva, seperti radiasi
pada daerah leher dan kepala, penyakit lokal pada kelenjar saliva dan lain-lain (Amerongan, 1991).
 Faktor penyebab keluhan mulut kering.
- Radiasi pada daerah leher dan kepala
- Gangguan !okal pada kelenjar saliva
- Efek samping obat-obatan
- Demam, diare, diabetes, gagal ginjal
- Berolahraga, stress
- Bernafas melalui mulut
- Kelainan syaraf
- Usia
b. Gejala yang ditimbulkan.
Umumnya perhatian terhadap saliva sangat kurang. Perhatian terhadap saliva baru timbul apabila terjadi pengurangan sekresi saliva yang akan menimbulkan gejala mulut kering atau xerostomia (Amerongan, 1991).
 Akibat keluhan mulut kering
- Mukosa mulut kering, mudah teriritasi
- Sukar berbicara
- Sukar mengunyah dan menelan
- Persoalan dengan protesa
- Penimbunan lendir Rasa seperti terbakar
- Gangguan pengecapan
- Perubahan jaringan lunak
- Pergeseran dalam mikroflora mulut
- Karies gigi meningkat
- Radang periodonsium
c. Upaya Penanggulangan.
Untuk dapat mengatasi keluhan mulut kering, para klinisi harus dapat menemukan faktor penyebabnya. Untuk itu perlu melakukan anamnese dan pemeriksaan klinis, dan kadang-kadang diperlukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah tepi untuk mengetahui adanya gangguan sistemis, sialografi atau biopsi dari kelenjar saliva (Pradono,1997).
Pada anamnese perlu ditanyakan dalam hal lamanya keadaan mulut kering berlangsung, sepanjang hari atau pada waktu-waktu tertentu, penyakit-penyakit dan pemakaian obat-obatan dan keadaan lain yang mungkin menyebabkan mulut kering (Pradono,1997).
Terapi yang diberikan juga tergantung pada berat ringannya keadaan keluhan mulut kering. Pada keadaan ringan dapat dianjurkan untuk sering berkumur atau mengunyah permen karet yang tidak mengandung Quia. Bila keluhan mulut kering
disebabkan pemakaian obat-obatan, maka mengganti obat dari katagori yang sama
mungkin akan dapat mengurangi pengaruh mulut kering(Amerongan,1991).
Zat perangsang produksi saliva.Salivix, yang berbentuk tablet isap berisi asam malat, gumarab, kalsium laktat, natrium fosfat, Iycasin dan sorbitol akan merangsang produksi saliva. Permen karet bebas Quia atau yang mengandung xylitol dapat menginduksi sekresi saliva encer seperti air. Sekresi saliva juga dapat dirangsang dengan pemberian obat-obatan yang mempunyai pengaruh merangsang melalui sistem syaraf parasimpatis, seperti pilokarpin, karbamilkolin dan betanekol (Amerongan,1991).
1.6 MALDIGESTI
Maldigesti adalah Terlalu banyak makan atau makan suatu zat yang merangsang lambung. Maldigesti Karbohidrat disebabkan karena tidak tercernanya karbohidrat yang dikosumsi manusia. Maldigesti Karbohidrat dapat terjadi karena produksi enzim untuk mencerna karbohidrat tidak memadai. Produksi enzim ini sangat ditentukan oleh banyaknya protein. Pada seseorang yang Berat Badannya kurang, protein yang seharusnya dibuat untuk menjadi enzim dijadikan energi karena sumber energi utama dari makanan adalah karbohidrat. Untuk membantu mencerna karbohidrat pada tubuh maka dibutuhkan enzim dari luar yang tidak diproduksi dalam tubuh sendiri. Jumlah enzim yang dibutuhkan juga harus sesuai dengan kebutuhan.
Kalau tidak segera diobati maldigesti karbohidrat dapat menyebabkan diare kronik. Menurut riset yang dilakukan Simadibarata M dkk pada 2002, penyebab utama diare kronik non infeksi di RSCM yang disebabkan oleh maldigesti karbohidrat yaitu 62,6%. Penyebab gangguan enzim bisa berbeda pada satu orang dengan lainnya antara lain karena faktor genetik, gangguan pankreas (kanker pankreas atau pankreatitis kronis) dan usia.
Selain dengan berkurangnya Berat Badan, ciri lain yang mudah dikenali akibat Maldigesti Karbohidrat adalah sebagai berikut : Apabila makan roti kemudian mencret, kemungkinan tubuh Anda tidak memiliki enzim yang cukup untuk memecah karbohidrat. Atau apabila makan sayuran namun yang keluar terkadang masih berbentuk utuh berarti tubuh kurang cukup enzim yang mampu memecah serat.















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Usus buntu, sesuai dengan namanya bahwa ini merupakan benar-benar saluran usus yang ujungnya buntu. Usus ini besarnya kira-kira sejari kelingking, terhubung pada usus besar yang letaknya berada di perut bagian kanan bawah.
2. Maag atau radang lambung atau tukak lambung adalah gejala penyakit yang menyerang lambung dikarenakan terjadi luka atau peradangan pada lambung yang menyebabkan sakit, mulas, dan perih pada perut.
3. Diare bukanlah penyakit yang datang dengan sendirinya. Biasanya ada yang menjadi pemicu terjadinya diare. Secara umum, berikut ini beberapa penyebab diare, yaitu: Infeksi oleh bakteri, virus atau parasit, Alergi terhadap makanan atau obat tertentu, Infeksi oleh bakteri atau virus yang menyertai penyakit lain, dan pemanis buatan.
4. Konstipasi atau sering disebut sembelit adalah kelainan pada sistem pencernaan di mana seorang manusia (atau mungkin juga pada hewan) mengalami pengerasan feses atau tinja yang berlebihan sehingga sulit untuk dibuang atau dikeluarkan dan dapat menyebabkan kesakitan yang hebat pada penderitanya.
5. Penyakit Gondongan (Mumps atau Parotitis) adalah suatu penyakit menular dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah
6. Xerostomia adalah mulut kering akibat produksi kelenjar ludah yang berkurang.
Gangguan produksi kelenjar ludah tersebut dapat diakibatkan oleh gangguan / penyakit pada pusat ludah, syaraf pembawa rangsang ludah ataupun oleh perubahan komposisi faali elektrolit ludah. Gangguan tersebut diatas dapat terjadi oleh karena rasa takut / cemas, depresi, tumor otak, obat-obatan tertentu, penyakit kencing manis, penyakit ginjal dan penyakit radang selaput otak.
DAFTAR PUSTAKA
Amerongan, A.V.N. 1991. Ludah dan Kelenjar Ludah. Arti Bagi Kesehatan Gigi.
Ed. Ke-1. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
A Price Sylvia. (1995). Patofisiologi Edisi 4 Buku I. Egc : Jakarta.
Haskell, R; Gayford, J.J. 1990. Penyakit Mulut. alih bahasa Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Mansjoer Arif. (1999). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. Media Aesculopius : Jakarta.
Noto Atmodjo, S. (1997). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Pt. Rineka Cipta : Jakarta.
Pradono, S.A; Setiyowati, T. 1997. Keluhan Mulut Kering Pada Lansia. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Vol.4. Edisi Khusus KPPIKG XI.603-607.
Smeltzer, Syzunne. C. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Egc : Jakarta.
Uripi Vera Dr. (2001). Menu Untuk Penderita Hepatitis Dan Gangguan Saluran Pencernaan. Pupsa Swara : Jakarta.
Colonic Obstruction, http://www.emedicine.com/med/topic415.htm
Ahmadsyah I, et al, 1997 : Kelainan abdomen nonakut. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed Sjamsuhidajat R, EGC, Jakarta, hal 240-254.
Harari D, Gurwitz JH, Avorn J, et al, 1997: How do older persons define constipation? Implications for therapeutic management. J Gen Intern Med 12(1): 63-66
Lennard-Jones JE, 1998: Constipation. In Sleisenger and Fordtrans’s Gastrointestinal and Liver Disease. Pathophysiology / Diagnosis / management. Vol 1, 6th Ed, Ed by M Feldman et al, WB Saunders Co, Philadelphia – Toronto, p 174-197
Wald A, 1995: Approach to the patient with constipation. In Textbook of Gastroenterology, vol 1, 2nd ed, Ed by T Yamada et al, JB Lippincott Co, Philadelphia, p 864-880
Hadi S, 2001: Psikosomatik pada Saluran Cerna Bagian Bawah, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi ke-3, Gaya baru, Jakarta, 712-716.
Ulshen M, 2000: Sistem Saluran Pencernaan, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Ed Wahab S, Edisi 15, Volume 2, EGC, Jakarta, hal 1271-1278
Friedman LS, Isselbacher KJ: Diare dan Konstipasi, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, vol 1, edisi ke-13, editor Asdie AH, EGC, Indonesia, hal 247-157.
Koch TR, 1995: Constipation. In Bockus Gastroenterology, vol 1, 5th ed, Ed by WS Haubrich et al, WB Saunders Co, Philadelphia – Tokyo, p 102-112
Ramkumar DP and Rao SSC, 2001: Functional anorectal disorders. In Evidence-Based Gastroenterology, Ed by EJ Irvine and RH Hunt, BC Decker Inc, Hamilton – London, p 207-222
Hadi S, 1981: Keluhan-keluhan Yang Sering Pada Gastroenterologi, Gastroenterologi, Penerbit Alumni, Bandung, hal 17-36.